Minggu, 22 Februari 2009

I Miss You


"According to reports by SkySport24, there is more bad news for Milan fans surrounding Alessandro Nesta. The defender's back has been giving him problems again, so much so that this morning he was reportedly unable to get out of bed.

Berita yang dilansir dari sebuah harian olahraga tersebut membuatku kecut. Terhitung sejak akhir musim kompetisi tahun lalu, kesempatanku menyaksikan penampilan pesepakbola idolaku ini sangatlah sedikit. Usai terkena cedera ketika menjadi skuad tim Azzuri pada Piala Dunia terakhir, masalah cedera semakin sering menimpa defender kesayanganku ini. Pada musim kompetisi tahun ini bahkan, Nesta belum pernah sekalipun tampil di lapangan. Aku pun harus gigit jari, mengingat impianku untuk melihatnya bermain bersama "suami-suami" Nyonya Milanisti lainnya pupus. Keadaan ini membuatku resah, ketidakhadiran Nesta di lapangan tak urung membuatku kurang bersemangat untuk 'stand by' di depan tv. Jangankan siaran langsung tengah malam, pertandingan yang dijadwalkan sekitar pukul sembilan waktu Indonesia pun kadang tak kuikuti dengan serius. Harap diingat, aku bukanlah maniak sepak bola 100% ^^. Kuakui lama-lama aku sedikit terbiasa dengan tidak adanya Nesta. Di awal kompetisi, sebisa mungkin aku menyaksikan duel Milan khususnya saat Milan menjamu lawan di San Siro. Apalagi kalau bukan berharap melihat Nesta yang duduk di bangku penonton. Di samping menyemangati skuad Milan, jika beruntung aku bisa melihat sosok Nesta yang asyik memperhaikan teman-temannya berlaga. Lumayan untuk mengobati kehausanku akan Nesta sebagai sosok yang hidup dalam artian tidak berupa gambar mati yang tiap hari kupandangi di dinding tempat tidurku. Namun seminggu yang lalu, tak disangka aku merasakan kerinduan yang luar biasa akan sosoknya di lapangan. Iseng melihat slide show yang terpampang di tampilan blog ini, seketika timbul keinginan untuk membuka kembali kumpulan 'all about Nesta' milikku yang hingga kini kusimpan baik-baik. Berkali-kali aku mengucapkan pertanyaan yang sama kepada seorang teman yang rajin mengikuti berita seputar sepakbola. Beberap kali optimis akan come back-nya Nesta ke lapangan, berkali-kali pula aku kecewa dengan absennya Nesta. Berita terakhir bahkan membuatku semakin khawatir. Menurut biografi mengenai Nesta, pilihannya untuk menjadi seorang pemain sepak bola sedikit banyak dipengaruhi oleh saran dokter untuk mengobati kelainan pada tulang punggungnya. Tak dinyana, setelah mencapai puncak kejayaan sebagai seorang pemain bintang, Nesta harus terpuruk dengan cedera lama ini. Akankah karirnya akan berakhir ? Dengan antusias aku menelusuri pemberitaan sepuar Nesta. Rupanya, dia sedang berjuang dengan penyakitnya hingga berobat ke Amerika sana. Kabar terakhir menyebutkan bahwa Nesta akan melakukan operasi untuk menyembuhkan sakit pada punggungnya itu. Membaca semua ini, aku semakin terenyuh. Kerinduanku semakin bertambah besar. Dengan sepenuh hati aku mendoakan kesembuhannya. Walau dari jauh dan tak terdengar olehnya, aku selalu berharap Nesta dapat tampil bersama Milan kembali, menjadi salah satu pilar yang dapat diandalkan untuk menjaga daerah pertahanan Milan.

Oshin


Lebih dari lima belas tahun lalu, sebagian besar khalayak menyebut perempuan berkebangsaan Jepang sebagai Oshin. Terlebih jika mereka mengenakan kimono dengan sanggul ala Jepang, entah seperti apa wajah maupun siapa namanya, mereka tetap disebut dengan Oshin. Anak-anak sekarang mungkin akan bingung jika ditanya tentang Oshin. Siapakah Oshin ? Mengapa nama ini begitu populer di awal tahun sembilan puluhan ? Aku sendiri jika ditanya apa yang kuketahui tentang Oshin, hanya bisa menjawab sekedarnya. Maklum saat 'booming; Oshin, aku masih duduk di bangku SD. Kisah tentang Oshin hanya berupa ingatan samar di benakku. Oshin adalah nama dari karakter utama sebuah serial (dorama) Jepang, yang mengambil latar belakang Jepang era feodal. Dulu serial ini ditayangkandi televisi nasional yang bekerja sama dengan NHK Jepang. Begitu populernya serial ini, membuatku dan banyak orang yang menontonnya menstigma wanita Jepang sebagai Oshin. Baru-baru ini tanpa sengaja aku menemukan fakta bahwa serial ini diputar ulang di stasiun tv yang sama. Jika dulu serial ini diputar pada pukul delapan malam, saat ini serial yang tengah sampai pada episode 25 ini ditayangkan di siang hari. Jadilah aku setiap Senin-Jumat bernostalgia dengan Oshin. Tak ketinggalan orang tuaku yang dulu setia menyaksikan serial Oshin, kembali duduk manis di depan tv setiap setengah dua siang. Apa yang menjadikan Oshin begitu digemari ? Jika dulu aku belum bisa menemukan kelebihan serial ini, saat ini ketika aku menyaksikan ulang aku bisa sedikit menilai poin berharga dari Oshin. Meskipun berlatar belakang 'jadul', tidak hanya lokasi namun juga kostum dan tata riasnya, Oshin tetap sememikat dulu (setidaknya untukku). Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari serial ini, tak heran jika TVRI yang notabene televisi bergenre pendidikan tak segan-segan menayangkan acara yang sejenis dengan sinetron Indonesia. Kisah Oshin bermula dari Oshin kecil yang dikirim untuk bekerja di rumah seorang saudagar beras. Keluarga Oshin adalah seorang petani penyewa, mereka hidup dalam kekurangan meski sudah bekerja keras menanam padi setiap tahunnya. Hal ini karena sistem feodal yang masih berlaku di zaman itu. Untuk mengurangi beban orang tua, semua anggota keluarga Oshin bekerja di kota. Oshin yang bertugas mengasuh anak, berhasil menarik simpati majikan, sehingga Oshin yang cerdas namun kurang beruntung itu akhirnya dianggap sepeti anak sendiri. Meskipun tidak bisa megenyam bangku sekolah, Oshin menempuh pendidikan setara dengan perempuan-perempuan kelas menengah seperti merangkai bunga, menyeduh teh, bermain koto, dan sebagainya. Pelajaran berhitung dan menulis dikuasai Oshin secara otodidak dengan bantuan Nyonya besar dan nona muda yang menjadikan Oshin sebagai teman bermainnya. Oshin yang beranjak dewasa lambat laun menyadari ketidakadilan yang menimpa kaum petani penyewa. Oshin pun terus berjuang untuk memperbaiki hidupnya, hingga dia berhasil sebagai wanita yang sukses dalam karir. Kegigihan Oshin dalam menjalani hiduplah, yang membuatku terpesona dengan serial ini. Dalam ketiadaan, Oshin berhasil memperoleh impiannya. Walaupun jerih payahnya harus menunggu sekian lama untuk menghasilkan,Oshin selalu pantang menyerah. Dengan tegar ia menghadapi tantangan atas usahanya mendobrak sistem yang telah berlaku sejak dulu. Semangat juang Oshin ini, membuatku tersentuh dan tergerak untuk mengikutinya. Tidak pasrah dengan keadaan dan berusaha keluar dari lingkaran kemiskinan dengan usaha sendiri betul-betul melecut semangatku. Apa salahnya untuk berusaha, apapun hasil yang diperoleh setidaknya kita tidak akan menyesali kesempatan yang terlewat begitu saja. Oshin, adalah satu dari sekian dorama yang betul-betul bermutu. Tidak hanya sebuah kisah yang mengharu biru semata, namun di dalamnya terkandung hikmah yang luar biasa.

Senin, 16 Februari 2009

Try A New Thing

KKN alias korupsi, kolusi dan nepotisme memang sedang gencar-gencarnya diberantas. Sayangnya budaya KKN yang terlanjur berurat akar di seluruh Indonesia ini sangat sulit untuk dikurangi apalagi dihilangkan. Hal ini kurasakan benar ketika aku bersusah payah mencari pekerjaan yang sesuai dengan bidang dan panggilan jiwaku (ciee..). Putus asa karena terbentur peraturan daerah yang melarang sekolah negeri mengangkat tenaga honorer, aku pun memfokuskan diri ke sekolah swasta. Lagi-lagi dalam upayaku ini, aku memperoleh batu sandungan. Apalagi kalau bukan karena KKN itu. Meskipun ada beberapa kans, aku harus gigit jari, kalah sebelum bertanding. Sudah menjadi tradisi bahwa keluarga dinomorsatukan. Jangankan mendapat posisi yang kuinginkan, mendapat panggilan untuk tes seleksi pun tidak ada. Yang semakin membuat miris sekaligus kesal, fakta yang kuperoleh ada beberapa orang yang dengan mudahnya melenggang masuk menjadi jajaran staf sekolah negeri. Hal ini membuatku tak habis pikir, bisa-bisanya hal itu terjadi sementara jelas-jelas tertulis dalam perda mengenai larangan menerima tenaga honorer hingga tahun 2009 ini. Entah ada alasan apa di balik pelanggaran yang dilakukan ini, yang jelas aku tidak menyerah untuk berusaha dengan harapan aku tidak seperti Don Quixote.
Akhirnya dengan ikut-ikutan berKKN ria, aku pun memberanikan diri terjun ke dunia yang benar-benar baru untukku. Sempat ragu pada awalnya, dengan pertimbangan masak ditambah masukkan dari sana-sini terutama teman dan keluarga aku pun mencoba sesuatu yang belum pernah kulakukan sebelumnya. Sesuai dengan resolusi 2009 berani mengambil resiko dalam sebuah petualangan itulah yang aku lakukan. Namanya juga baru, aku pun harus bersakit-sakit dahulu. Memeras otak yang lama tidak digunakan untuk mempelajari hal yang aku benar-benar awam. Aku tak segan-segan menimba ilmu dari mereka yang lebih muda namun lebih senior dalam bidang yang sudah bertahun-tahun tidak aku rambah. Seperti lainnya yang kini sudah mapan, aku pun harus mulai dari bawah. Sedikit demi sedikit menyelami pekerjaan yang kelak akan menjadi tanggung jawabku. Walaupun beberapa hari ini aku merasa lelah dan jenuh dengan keseharian yang itu-itu saja, aku tak menyesali jalan yang kutempuh ini. Memperoleh ilmu yang baru, itulah kalimat yang selalu kupegang ketika aku merasa bosan. Dan tentu saja aku bertekad tidak menyia-nyiakan kesempatan, berusaha tidak mempermalukan mereka yang membuatku memperoleh kesempatan ini dan sekaligus berusaha menjawab tantangan dengan berani mencoba sesuatu yang baru. Sayang, walau aku terus menggenjot semangat, tetap saja aku merasa ada yang kurang lengkap. Namanya juga minat, hingga kini aku terus merasa kehilangan saat-saat aku mengajar di kelas. Apalagi ketika aku menemui beberapa perbedaan nyata antara mengajar dengan tempatku mengadu nasib sekarang. Duh, aku jadi kangen dengan murid-muridku (walaupun tidak dengan murid yang 'luar biasa' ^^). Untunglah, aku tidak sepenuhnya beralih profesi, walaupun hanya beberapa jam setiap minggunya, aku masih bisa melakukan hal yang sangat kunikmati. Tidak hanya sekedar selingan di tengah rutinitas, meskipun tidak seberapa aku selalu bersemangat menantikan hari ketika aku berkumpul dengan murid-murid baruku. Pada prinsipnya, aku berusaha jangan sampai kehilangan kemampuanku dulu dan alangkah baiknya jika aku mempunyai pengetahuan baru.
Buat Kyon, arigato gozaimashita. Jangan bosen dengerin ceritaku ya. Buat Intan, thanks atas dukunganmu. Gambatte Aira !!!!!

Sabtu, 07 Februari 2009

Semrawut


Semrawut alias kacau, satu kata yang cocok untuk menggambarkan situasi Indonesia saat ini. Di dalam maupun di luar ruangan, kondisi berantakan nyaris tak ada bedanya. Miris selalu hadir ketika mengikuti berita-berita seputar tanah air. Demo yang berakhir ricuh, menjadi langganan topik utama media. Kejadian tragis yang menimpa ketua DPRD Sumatera Utara, mencerminkan betapa kebebasan beraspirasi semakin kebablasan, melenceng jauh dari tujuan demokrasi yang sebenarnya. Perang politik tanpa etika menjadi sorotan publik, saling serang antar partai baik dengan sindiran atau secara terang-terangan mengkritisi kebijakan masing-masing parpol saling dilontarkan kubu yang berkepentingan pada pemilu yang akan datang. Waduh, kapan ya Indonesia bisa lebih bersabar dan bijaksana ?!
Tidak usah jauh-jauh ke ibukota, beberapa tahun terakhir suasana di daerahku semakin semrawut saja. Sepuluh tahun lalu, pemandangan di pagi hari serasa berada di negeri tirai bambu. Seperti di negara Cina, sebagian besar penghuni daerahku menggunakan sepeda onthel sebagai sarana transportasi utama. Jadilah, waktu ketika anak-anak berangkat sekolah, jalan dipenuhi sepeda dengan berbagai ukuran dan jenis. Kendaraan bermotor pun tahu diri, dengan mengalah memberi jalan pada deretan anak-anak berseragam yang dengan semangat mengayuh pedal. Sesuai dengan perkembangan zaman dan tumbuhnya kemampuan ekonomi penduduk, sepeda pun beralih menjadi kendaraan bermotor roda dua. Demikian juga dengan tukang-tukang becak yang kini tidak lagi berkeringat, megeluarkan tenaga mengayuh becak. Mereka tinggal memegang kemudi setelah menghidupkan mesin diesel.
Yang membuat aku prihatin, pengguna jalan dari hari ke hari semakin tidak pauh dengan rambu-rambu jalan. Satu-satunya traffic light di daerahku semakin tidak berguna. Jangan harap bisa menyeberang dengan aman. Walaupun lampu menyala merah, tetap saja mobil, bus, sepeda, becak terutama angkutan mini bus dan sepeda motor menerabas pertigaan. Mereka baru patuh jika ada polantas berjaga di poskonya. Bisa ditengarai jika mobil berhenti ketika lampu merah, sudah pasti berasal dari luar kota ^^. Ironisnya, pengguna jalan yang tertib lalin ini justru mendapat hadiah klakson bertubi-tubi, dan teriakan tak sabar karena menghalangi jalan kendaraan di belakang yang ingin terus maju.
Namanya juga kota kecil, jalan utama hanya satu jalur. Untungnya, jalan yang melintasi tempat tinggalku ini merupakan jalur yang dikenal dengan jalur selatan. Walhasil, setiap saat banyak kendaraan antar propinsi yang melintas dan belakangan ini makin padat saja. Untuk menyeberang jalan saja butuh waktu paling tidak sepuluh menit. Bayangkan bagaimana aku yang penakut ini harus menunggu hingga jalan benar-benar sepi untuk menyeberang ^^. Yang membuat semakin semrawut, angkutan umum sekarang mempunyai halte tidak resmi di tempat-tempat yang menjadi sumber keramaian. Tidak hanya di daerahku saja, nasib terminal di beberapa kota sekarang nyaris tidak berfungsi. Sebagian besar angkutan enggan untuk mampir ke terminal yang notabene bukan tempat transit. Para kondektur hanya melambai sambil menyerahkan pungutan tanpa masuk ke dalam. Aku pun maklum mengapa terminal tidak diminati, penumpang lebih suka menunggu di tempat strategis jika ingin mencegat angkutan. Nah, situasi inilah yang menambah semrawut jalan. Tepi jalan yang berfungsi sebagai jalur lambat dipenuhi bus dan minibus yang sedang 'ngetem' mencari penumpang. Berhubung lokasi halte dadakan ini di depan pasar induk, jadilah lalu lintas yang kacau. Orang-orang berseliweran tanpa tengok kanan kiri. Tak heran jika kecelakaan sering terjadi di daerah situ, bahkan tak jarang nyawa melayang akibat kesemrawutan itu. Tidak hanya itu, jalan aspal mulus berubah menjadi bergelombang tak rata. Duh, sayang sekali mengapa pihak yang berwajib tidak juga menertibkan kondisi ini.
Masih seputar semrawut, kupikir semua ini berpangkal pada ketidaksabaran masing-masing orang. Budaya tertib dalam berbagai bidang, termasuk antri menunggu giliran semakin kesini semakin jarang dilakukan. Baru kemarin aku mendapati betapa orang-orang kini semakin tidak sabaran. Berniat makan enak di sebuah resepsi, tak dinyana aku malah mendapat ujian kesabaran. Entah karena belum berpengalaman atau takut tidak kebagian, tamu-tamu undangan berebut mengambil aneka hidangan. Baru kali ini aku harus rela diseruduk, didorong hingga terhimpit ke sudut untuk sebuah kudapan. Duh, antri dong !!! He..he..he..tak heran jika acara pembagian apapun yang berlabel gratis dibanjiri peminat yang saling tubruk tanpa ampun. Wah..wah..wah agaknya penanaman budaya tertib harus lebih digalakkan semenjak usia dini. kesabaran harus dilatih dan dilaksanakan, untuk menghindari hal-hal negatif yang hampir selalu terjadi di sebuah kerumunan massa.

Senin, 02 Februari 2009

Tambah Susah


Nukilan judul di atas bukan bermaksud untuk mempropagandakan partai tertentu lho. Bagi yang tidak paham, frase tambah susah tersebut menjadi ikon dari iklan televisi partai tertentu. Bagaimana tidak beberapa terakhir ini harga-harga merangkak naik. Upaya pemerintah menurunkan harga BBM tidak membawa hasil signifikan. Entah ada maksud tertentu di balik penurunan harga BBM atau tidak, pemerintah dan rakyat tentunya mengharapkan turunnya BBM diikuti dengan penurunan harga kebutuhan lainnya. Namun pada kenyataannya, harga kebutuhan pokok melonjak, dan ironisnya tarif angkutan umum justru naik sekian persen. Ini tidak mengada-ngada lho, walaupun di Jakarta sudah diberlakukan tarif baru dan ancaman sanksi bila tidak dilaksanakan, tarif angkutan umum di tempat aku tinggal belum juga turun bahkan ada yang justru bertambah mahal. Tarif Gombong-Purwokerto yang biasanya delapan ribu rupiah, menjadi sembilan hingga sepuluh ribu rupiah. Meski mengutuk dalam hati, aku menerima saja keputusan kondektur ini. Maklumlah, aku tak suka ribut-ribut soal tarif. Wah wah wah bagaimana ini ?
Turunnya harga solar dan bensin yang diharapkan dapat menurunkan biaya distribusi sehingga berimbas pada penurunan harga barang tidak terealisasi. Harga kebutuhan pokok atau yang populer dengan sebutan sembako terus meroket. Untukku yang terus memantau harga-harga sesuai dengan kepentinganku di bidang itu, naiknya harga-harga ini membuatku susah. Dan kukira tidak hanya aku saja, di luar sana banyak mereka yang semakin menjerit dengan keadaan sekarang. Jangankan berfoya-foya, untuk memenuhi kebutuhan perut saja harus putar otak dan mengencangkan ikat pinggang. Kemana kami harus mengadu ? Menjelang pemilu, pihak-pihak yang diharapkan dapat merubah keadaan sedang sibuk bersosialisasi, menjaring simpatisan sebanyak-banyaknya. Dana dikucurkan agar lebih terkenal di mata rakyat. Tak jarang kondisi rakyat yang tercekik dijadikan senjata untuk memikat calon pemilih. Membaca tulisan ini, mungkin aku terlihat skeptis dan pesimis. Ya, dari berbagai calon pemimpin yang semakin sering berseliweran di layar kaca, belum satu pun yang meyakinkan dengan visi dan misinya. Di mataku, semua tampak sekedar berjanji manis yang entah bisa direalisasikan atau tidak. Apalagi mengingat hasil kemarin-kemarin. Janji untuk perbaikan, belum terwujud merata. Langkah-langkah nyata bagi rakyat kecil justru menjadi pembelajaran keliru bagi rakyat yang sudah terlanjur hidup makmur dengan berusaha sekedarnya. Adakah tokoh baru yang bisa menyuntikan semangat ? Figur yang bisa dijadikan tumpuan harapan, bekerja bersama rakyat untuk kepentingan rakyat ? Jika Obama sukses merebut perhatian rakyat Amerika dengan janji kebijakannya yang inovatif dan melawan arus, akankah sosok seperti beliau muncul di Indonesia ?

Ketemu Kyon Lagi


Gara-gara bujukan maut Kyon-Chan, akhirnya berangkat juga aku ke Purwokerto. Mestinya bulan ini tidak ada 'planning' ke sana. Selain lagi seret, sudah dua bulan ini komik-komik yang kuikuti tidak satupun yang terbit. "Devil yang baik kan ", kata Kyon. Hmmm, ketika dua dari trio manga otaku masih tinggal di Purwoketo, hampir selalu aku menyerah dengan bisikan sweet devil ini. Demikian juga dengan iming-iming kali ini, berhasil mementahkan semua alasan aku tidak bisa ke Purwokerto. Berbekal duit yang seharusnya untuk kepentingan mendesak lain, menjelang tengah hari aku bertolaj ke sana. Hujan deras menyambut, ketika aku sampai di terminal bis yang tetap saja ramai. Sembari menunggu reda, aku menghabiskan waktu di tempat favorit. Setelah mencomot beberapa buah komik baru yang belum kubaca, aku menghenyakkan diri di sudut Comic Plus. Namanya juga lama nggak ke Purwoketo, keasyikanku membaca halaman-demi halaman komik hitam putih terganggu dengan sapaan seorang teman lama. Rupanya teman gara-gara komik ini juga sedang bertandang ke Purwokerto lagi setelah setahun kembali ke kampung halaman. Jadilah, aku berbasa-basi sebentar, ngobrol ringan sekedar menanyakan keadaan kedua belah pihak. Walhasil, ketika jam menginjak pukul 4 sore, target komik yang harus kubaca tidak terpenuhi. Dengan berat hati aku pun meminjam komik-komik tersebut sebelum setor muka ke kost tempat Kyon dan tentu saja aku menginap malam ini. Melihat dengan mata kepala sendiri, aku pun percaya dengan komentar si empunya kamar tentang Kyon-Chan. "Tambah melar ya Kyon !!" Sayang berhubung hujan turun terus-terusan, mendekam di kamar menjadi alternatif untuk menghabiskan waktu menjelang jam makan malam. Sementara Signora Kaka terlelap, aku dan Kyon mengoceh tak habis-habisnya. Ya, pertemuan lebih hangat jika lama tak berhadapan muka. Sesekali mendengarkan suara merdu Iman dengan hits Fallin In Lovenya, kami berdua saling menumpahkan keluh kesah. Tak terasa perut menuntut untuk segera diisi. Setelah Kaka bangun tentunya, kami memutuskan untuk menghangatkan diri dengan semangkuk bakso di kedai langganan. Hmmm, oishikatta ! Satu yang selalu aku kangeni dari Purwoketo selain komik. Yupp, makanan ala mahasiswa alias lumayan enak dengan harga terjangkau. Untuk urusan perut, aku memang tak segan-segan merogoh kocek, tak heran niat diet selalu gagal ^^. Malamnya, sesuai niat, aku mengubungi satu penggila komik yang kini mangkal eit salah, tinggal di ibukota. Apalagi kalau bukan untuk membuat iri Sasuke-san dengan mengabarkan kalau kami sedang ngumpul. Sayangnya kesempatan untuk berbagi cerita hanya satu malam itu saja. Keesokan paginya, kami bertiga menghabiskan hari dengan tujuan berbeda-beda. Sayangnya lagi, saat berpisah pun kami tak sempat bertemu muka. Namun demikian, rasa kangen ini sudah terobati. Kembali menempuh jalan masing-masing dan suatu saat akan berkumpul kembali dengan berjuta kabar menggembirakan. Kyon, Gambatte ! semoga memperoleh hasil terbaik.

anggunesia.com


Satu lagi nih selebritis asli Indonesia yang berhasil mengharumkan namanya dan tentu saja tanah kelahirannya di manca negara. Penyanyi yang kini dikenal dengan nama Anggun tanpa embel-embel C. Sasmi memang sudah lebih dari sepuluh tahun hijrah ke daratan Eropa. Tak dinyana si anak hilang yang populer dengan lagu Tua-Tua Keladi meraih sukses dimulai dari Prancis dan terus merembet ke seluruh Eropa. Mengapa baru sekarang aku menulis tentang Anggun ? Memang terlihat ketinggalan info, popularitas Anggun sebagai penyanyi internasional sudah meroket sejak beberapa tahun lalu dengan single-nya Snow On The Sahara. Hanya saja, beberapa hari ini aku berkali-kali melihat penampilan Anggun di berbagai acara televisi. Kedatangannya di Indonesia kali ini selain menggarap video klipnya di bawah arahan Jay Subiakto, Anggun juga gencar mempromosikan album terbarunya. Single Crazy pun menduduki peringkat atas tangga lagu di berbagai chart musik. Memanfaatkan sepuluh hari keberadaannya di Indonesia, tak pelak Anggun disodori tawaran tampil di berbagai show baik live ataupun off air. Nah, terhitung ada lebih dari tiga macam acara tv yang menghadirkan Anggun sebagai bintang tamu. Namanya juga penyanyi, setiap kali tampil Anggun didaulat untuk menyanyi meskipun di sebuah acara talkshow. Meskipun aku bukan seorang fans fanatik Anggun, mau tak mau aku mengakui kualitasnya sebagai penyanyi kelas atas. Sekian lama di Prancis, Anggun pun menjelma menjadi sosok yang sesuai dengan namanya, begitu berkelas, modis layaknya selebriti kaliber dunia. Kualitas vokalnya pun terlihat sempurna, terbukti saat ditodong untuk menyanyi dadakan, Anggun tanpa ragu melantunkan bait-bait lagu lama dengan apik. Berbeda dengan penyanyi karbitan yang terlihat jelas perbedaan antara menyanyi live dengan rekaman. Suaranya yang bergenre rock, tidak terdengar canggung saat membawakan lagu balada. Yang membuatku semakin kagum, meskipun sekian tahun tinggal dan menjadi warga negara Prancis, Anggun tetaplah Anggun C Sasmi, si baret dari Indonesia. Dia masih tetap fasih berbahasa Indonesia, selalu ramah dan rendah hati meskipun namanya sudah sejajar dengan artis mancanegara yang begitu digandrungi anak-anak, remaja dan orang dewasa Indonesia. Aku semakin kagum sekaligus heran, mendengar penuturannya tentang tanah kelahirannya. Nyata sekali bahwa Indonesia tetap ada dalam diri Anggun. Di saat masyarakat sedang tergila-gila dengan kemunculan artis-artis berdarah Indo, Anggun menjadi sosok ideal untuk membuktikan bahwa Indonesia itu indah dan berkualitas. Brava !