Minggu, 31 Januari 2010

Posting di penghujung Januari


Tak terasa sudah sampai di tanggal penghabisan bulan January. Satu bulan di awal tahun tanpa resolusi spesifik kulewati dengan begitu cepat dan tak berbekas. "Awal tahun yang berat", ungkap my litlle sister. Benar awal tahun ini hampir sama dengan awal tahun lalu. Begitu berat dan begitu cepat waktu berlalu tanpa terjadi sesuatu berarti yang mampu mengubah hidupku menjadi lebih baik. Bosan, kesal dan capek, itulah tiga kata yang terus menerus tertumpah dari pikiranku. Hosroskop berkata orang di bawah naungan bintnag kembar itu bersifat pembosan. Meskipun percaya tidak percaya untuk yang satu ini ada benarnya pula. Aku yang terbiasa dengan ritme hidup yang penuh dinamika sejak terperangkap di sebuah lingkungan yang hingga kini belum sesuai untukku merasa nyaman lambat laun mulai merasa bosan dengan rutinitas. Tak heran penyakit bosan yang kuisap ini meluas hingga menyebabkan goncangan emosi yang naik turun. Capek menjadi santapan setiap pagi ketika tiba saatnya untuk bekerja. Was-was akan sebuah tanggung jawab yang sebenarnya aku enggan berurusan dengan hal itu membuat pikiranku semakin tertekan. Mungkin karena depresi berkepanjangan yang membuatku menambah porsi makan dan camilan ini yang menyebabkan proses dietku gagal plus mendapat bonus jerawat yang muncul terus menerus di luar jadwal ^^.
Untuk mengurangi kejenuhan yang berefek negatif tersebut, aku pun menyibukkan diri dengan hiburan wajib yang menjadi kebiasaanku sejak dulu. Membaca, membaca dan membaca ! Meskipun harus melewatkan waktu hingga tengah malam untuk menyelesaikan sebuah buku, meskipun harus bangun keesokan paginya dengan mata setengah terpejam, meskipun harus menahan kuap di siang hari bolong, membaca selamanya menjadi salah satu aktivitasku yang paling menyenangkan. Diselingi dengan surfing di dunia maya, memejamkan mata ditemani alunan melodi nan menenangkan, menghabiskan energi dengan berkaraoke ria sampai serak hingga memancangkan mata di depan televisi melalap satu demi satu koleksi film, dorama dan animeku, membaca selalu menjadi prioritas utamaku. Tak heran jika predikat kutu buku melekat padaku ^^.
Beruntung aku memiliki seorang sahabat yang juga doyan membaca. Berkat rengekan terus menerus akhirnya meskipun tak sempat bertemu setumpuk bacaan tipe kesukaanku sampai juga di rumahku (ko map sum ni da ^^). Penuh semangat kuserbu judul demi judul novel berseri tersebut. Merasa enggan di awal, seperti biasanya setelah larut dalam cerita semangatku berkobar hingga kecepatan membaca pun meningkat. Walhasil bacaan yang sempat kuprediksi akan selesai minimal dalam waktu 4 bulan ternyata bisa kuselesaikan hanya 3 minggu saja ! Yah memang belum seberapa jika dibandingkan frekuensi membacaku dulu ketika semua kesibukan melelahkan ini menghabiskan energiku untuk membaca. Namun lumayan untuk mengalihkan perhatian dari hal-hal yang tidak menyenangkan.
Usai penasaran dengan serial Wolf Brother yang belum ada kelanjutannya, aku pun mulai merambah ke trilogy Black Magician. Aku sudah tertarik dengan buku ini sejak aku melihatnya terpampang di toko buku yang kukunjugi sewaktu lawatan perjuangan di kota pelajar kurang lebih tiga bulan lalu. Namun entah sejak kapan keputusanku untuk mengoleksi sebuah buku menjadi terbalik yaitu harus membaca isi buku tersebut barulah aku bisa memutuskan akan menambah judul tersebut dalam rak bukuku atau tidak. Jadilah meskipun aku sedikit tertarik ketika membaca sinopsis Magician Guilds yang merupakan buku pertama dari tiga buku lengkap, aku tidak merogoh kocek saat itu juga. Aku pun mengontak sahabatku untuk meminta rekomendasinya. Beruntung (meskipun sudah kuduga ^^) buku-buku yang ingin kubaca telah menjadi koleksinya pula, dengan segera aku pun menodongnya untuk tak lupa menenteng buku tersebut kali dia pulang. Halaman-halaman awal yang kubaca belum menggugah ketertarikanku. Maklumlah sejak petualangan Harry Potter usai, belum ada buku sejenis yang membuatku antusias untuk mengoleksi. Barulah di buku kedua trilogi ini, aku mulai meningkatkan ritme membacaku. Konflik yang cukup rumit mulai muncul yang mendasari inti cerita hingga mengambil titel Black Magician Trilogy. Aku pun semakin bersemangat untuk segera menyelesaikan buku ketiganya. Saking penasarannya, aku pun mengintip akhir cerita ! Dan rupanya itu keputusan yang amat sangat salah. Tidak hanya aku terkaget-kaget dengan akhir petualangan Sonea anak pemukimam kumuh yang mempunyai kekuatan sihir besar tersebut, namun tak urung kejengkelan akan akhir cerita yang termasuk 'sad end'. Aku yang terlanjur jatuh hati akan sosok Akkarin si ketua tertinggi dari wisma penyihir harus gigit jari ketika membaca dan melihat ilustrasi detik-detik terakhir hidupnya. Heuuuu.....meskipun kalimat-kalimat perpisahan guru murid sekaligus pasangan kekasih tersebut tidak cukup untuk membuatku mennitikkan air mata, hal ini cukup membuatku tersendat untuk merampungkan kurang lebih dua pertiga bagian akhir buku ini. Kejengkelan yang cukup mengurungkan niatku untuk mengoleksi trilogi ini tak bisa dipungkiri dipengaruhi oleh kekecewaanku akan akhir sebuah dorama yang membuatku menangis darah ketika menyaksikan episode terakhir. Maksud hati memperoleh hiburan setelah beberapa hari menguras air mata meskipun hanya dengan mendengar themesongnya dengan menenggelamkan diri dalam petualangan sihir ternyata berujung sama. Demikianlah hingga detik ini aku belum memutuskan layak tidaknya trilogi tersebut menjadi penghuni rak bukuku. Namun di tengah kebingunganku, yang pasti buku ini harus antri menjadi nomor sekian jauh di belakang. Peringkat satu kini telah terisi oleh tokoh kesayanganku lainnya siapa lagi kalau bukan Robert Langdon dalam Lost Symbol. Bulan January, meskipun berlalu dengan cepatnya dan cenderung tak bermakna, ada hal-hal berkesan untukku. Sedikit tak sabar menunggu datangnya akhir bulan, ketika tiba waktunya untuk isi ulang ^^ dan siap merencanakan apa yang harus dilakukan pada bulan berikutnya.

Tidak ada komentar: