Kamis, 22 April 2010

Transformasi

"Berubah drastis jadi semakin feminin" demikian bisik-bisik antar teman yang pada akhirnya sampai juga di telingaku. Aku sendiri heran mendengar selentingan seputar diriku yang menurutku sangat bertentangan dengan kepribadianku. Segala kasak-kusuk tentang munculnya sisi femininku yang membuat beberapa orang terheran-heran berawal dari keterkejutan seorang teman melihat dandananku di sebuah acara resepsi pernikahan. Yah kuakui belakangan ini aku lebih memperhatikan penampilan untuk acara tertentu. Terdorong oleh keinginan untuk menyesuaikan diri dengan sebuah acara khususnya resepsi pernikahan, aku dan sahabat karibku jauh-jauh hari sebelum hari 'h' selalu ribet dengan masalah kado dan tak ketinggalan penampilan. Memakai baju apa, dikombinasikan dengan sepatu dan pernak-pernik apa menjadi agenda kami yang dipersiapkan masak-masak demi satu dua jam acara. Dan jadilah aku dan sahabatku tampil beda, dari kebiasaan berpakaian ala preman (alias santai) menjadi lebih rapi. Perubahan penampilan di luar kebiasaan inilah yang membuat beberapa rekanku terkejut. Hingga komentar menjadi lebih feminin pun terlontar dengan transformasiku ini.
Benarkah aku sekarang lebih feminin ? Hmmm aku sama sekali tidak merasa aneh dengan perubahanku ini. Selain hanya terjadi di waktu tertentu, aku merasa wajar-wajar saja jika berpenampilan lebih pada sebuah acara yang menuntut hal tersebut. Sekedar berpakaian model maxi atau mini, memakai highheel dan riasan tipis di muka tidak membuat seseorang menjadi feminin. Aku sendiri tidak tahu benar apa yang disebut dengan feminin. Jika boleh mengutip kalimat di wikipedia, feminin yang berasal dari bahasa prancis feminine adalah sebuah kata sifat yang berarti kewanitaan atau menunjukkan sifat perempuan seperti kelembutan, kebaikan, kesabaran dan lain-lain. Dari definisi tersebut, aku masih jauh dari feminin ^^ Biarpun dibungkus dengan gaya perempuan sejati, namun tetap saja sifat dasar yang cenderung serampangan masih muncul ke permukaan ^^.
Bagaimanapun aku tetap berterima kasih kepada teman-teman yang telah memperhatikan dan memberi komentar positif selama ini. Dan yah inilah aku yang sekarang lebih mampu mengkondisikan diri sesuai dengan situasi.

Minggu, 11 April 2010

Gresik : Sabar Menanti



Belum usai penat di badan akibat terlalu memforsir tenaga untuk menjauh sejenak dari masalah, tak disangka aku harus kembali berkelana. Berawal dari turunnya perintah untuk menyusul tiga orang rekan yang sudah lebih dulu berangkat, tanpa sempat bersiap-siap ataupun merasa takut karena harus berkunjung ke daerah yang belum pernah kudatangi, dengan sedikit uang di tangan aku membulatkan tekat untuk berangkat ke sebuah kota industri di ujung timur pulau Jawa. Informasi yang datang terlambat membuatku merasa khawatir dengan sukses tidaknya perjalananku kali ini. Bimbang, takut dan gelisah ditambah rasa lapar dan haus karena belum sempat mengisi perut memenuhi pikiranku semenjak duduk manis di bangku kereta Pasundan jurusan Bandung-Surabaya. Untunglah orang-orang di sekelilingku demikian ramah, mungkin karena berasal dari satu daerah dengan tempat asalku. Aku pun menghabiskan lima jam pertama menuju Surabaya dengan berceloteh bersama satu keluarga yang ramah itu. Ketakutan akan harus bermalam di stasiun terakhir kota Surabaya pun menghilang untuk sesaat.
Namun pada akhirnya dengan senyum kecut aku pun harus mengantar kepergian keluarga itu turun di stasiun Watu kukuh, masih terpaut jarak lumayan jauh dari tempat tujuanku. Menginjak wilayah JAwa Timur yang baru kali ini aku lalui, aku pun menghabiskan waktu untuk bersistirahat memejamkan mata. MAklumlah jalur kereta api tidak menyajikan pemandangan yang bisa kunikmati di sepanjang perjalanan. Tepat tengah malam, kereta pun tiba di stasiun Semut, pemberhentian terakhir kereta Pasundan di Surabaya. Dengan cekatan aku meloncat turun dari kereta (meskipun ada hal di luar dugaan ^^), terburu-buru mengikuti seorang remaja asal Tasikmalaya yang hendak menuju MAdura dengan siapa aku meneruskan obrolanku setelah keluarga asal KEbumen itu turun. Tiba di stasiun, aku pun menarik nafas lega. Rupanya banyak orang-orang yang sepertiku di sana. Tanpa ragu ataupun malu, aku pun merebahkan diri di sebuah bangku panjang, melemaskan otot sembari menunggu pagi tiba.
Belum satu jam aku terlelap, aku mendadak terbangun di tengah sorak-sorai orang di sekelilingku. Ada apa gerangan ? Owh rupanya dini hari itu ada siaran langsung liga Champion antara MU versus Bayern Muenchen. Tak bisa tidur lagi, aku pun ikut duduk menatap terpaku pada layar kaca 21 inchi yang terletak cukup jauh dari jarak pandangku. Subuh pun tiba, aku pun bergegas untuk melanjutkan perjalanan ke kota berikutnya. Aku sendiri masih bingung kemana aku harus berjalan, lagi-lagi bantuan datang, seorang petugas stasiun yang baik hati memberiku petunjuk, menyarankanku agar menunggu matahari lebih tinggi lagi untuk berangkat. Walhasil kami pun duduk di pojok, mengobrol santai mengawasi lalu lalang orang menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
Kurang lebih dua jam kami ngobrol ngalor ngidul hingga waktu menunjukkan pukul 6 pagi. Penuh terima kasih aku pun berpamitan, dengan setengah hati harus menolak tawaran petugas untuk mengantarkanku ke kota sebelah. Penuh percaya diri aku melangkah sesuai petunjuk cowok hitam manis itu, menoleh ke kanan kiri mengagumi keindahan gedung-gedung tua yang megah. Setengah jam kemudian sampailah aku di kota Gresik, kota kecil namun besar di bawah nama Semen Gresik dan Petrokimia Gresik.
Sabar menanti, itulah julukan tepat yang dilontarkan seorang rekanku berdasarkan pengalaman tiga hari di Gresik. Dari awal keberangkatanku ke Gresik, menunggu menunggu dan menunggu menjadi agenda utamaku. Bermula dari menunggu jemputan yang membuatku nampak seperti Bolang alias Bocah ilang di pertigaan kawasan Petrokimia, dilanjutkan dengan menunggu tutor yang mestinya mengajar aku dan rekanku melakukan analisis kimia pada sampel, menunggu jatah makan siang yang tak kunjung datang sementara perut kami sudah berkeruyuk minta diisi, menunggu untuk diantar ke tempat persistirahatan hingga harus menunggu jemputan untuk kembali ke lokasi pelatihan. Hufttt, amat sangat tidak profesional demikian pikirku mengenai seputar pelatihan. Aku yang dulu terbiasa dengan perencanaan matang sebelum melakukan sebuah pekerjaan yang butuh ketelitian dan akurat, hanya bisa tercengang dan geleng-geleng kepala melihat hambatan-demi hambatan yang mengahalangi jalannya pelatihan. Peralatan yang belum lengkap, kemikalia yang tidak ada, tanpa buku petunjuk hingga tutor yang tiba-tiba hilang ingatan membuatku terkena penyakit 'bete' dan berkali-kali menahan kuap agar terlihat sopan.
Namun di sela-sela ketidaksabaran, aku sedikit menikmati dua malam di Gresik. Damai dan tenang menyelimutiku, membuat nafsu makanku yang dua minggu terakhir ini bisa dikatakan tidak ada kembali memuncak. Seorang diri di hotel megah di kawasan tengah Gresik membuat keinginanku untuk menjelajah muncul. Aku pun dengan cueknya menyusuri jalanan di sekitar hotel, sibuk memilih makanan apa yang akan kucicipi malam itu ^^. Krengseng, nasi krawu dan rawon itulah sedikit dari sekian makanan khas Jawa timur yang sempat kucoba. Sayang waktu tak memungkinkan aku untuk berkeliling berburu oleh-oleh khas Gresik untuk dibagikan ke keluarga dan teman-temanku.
Sabar menanti, kata ini terus mengikutiku hingga tiba waktunya untuk pulang. Jenuh dengan ketidakpastian, aku dan rekanku akhirnya nekat untuk meninggalkan Gresik memburu waktu agar bisa sampai di rumah secepat mungkin. Karena ketinggalan kereta, aku pun harus menahan diri di tengah sesaknya bus ekonomi yang memuat penumpang sebanyak-banyaknya. Akhir minggu rupanya menjadi waktu serentak para pekerja di Surabaya untuk pulang ke tempat masing-masing. Aroma campur aduk dan desakan tubuh-tubuh kuyu membuatku muak. Namun lagi-lagi sabar menjadi kata panutan untukku. Yah, meskipun harus menutup hidung menahan serangan asap rokok, mataku tak tahan untuk melahap pemandangan yang terpapar di kaca depan bus. Kota demi kota di JAwa Timur kulalui, meskipun tidak seluruhnya cukuplah jika aku pernah mengenal sekaligus melewatinya. Pemandangan spektakuler di malam hari, ditambah dengan tangan yang sibuk memencet keypad untuk mengobrol via sms membuatku kuat menahan kantuk hingga tengah malam. Dua jam menjelang subuh, sampailah aku di rumah yang kurindukan. Kembali bergelung di peraduanku yang selalu membuatku nyaman dan tertidur pulas.

Sabtu, 10 April 2010

Kabur




Memasuki bulan keempat di tahun ini, sedikit angin segar mulai berhembus namun tak cukup mengurangi beban yang terus menggelayut di pikiranku. Beruntung seorang teman terdampar di lokasi yang relatif sama, bersama-sama kami menghabiskan waktu mengunjungi berbagai tempat dimana aku bisa melepaskan diri dari segala macam masalah pelik untuk sejenak.
Laut selalu menjadi tempat favoritku sejak dulu. Duduk di atas pasir di tepi pantai, memandang sejauh mungkin ke arah laut yang seolah tak berujung, menikmati kicauan burung yang melayang-layang rendah di atas air, terpesona pada debur ombak yang tak putus-putus, membuatku terpesona dan betah berlama-lama hanya untuk merenung di pinggir laut. Pantai Glagah, untuk pertama kali aku menapaki butiran pasir di tempat wisata tersebut. Biarpun ini untuk pertama kali, namun rasanya aku tak merasa asing. Pantai pasir yang gersang dan panas mengingatkanku akan pantai di bagian selatan lainnya yang nyaris sama. Sayang trauma akan peristiwa masa lalu membuatku takut untuk bermain-main dengan ombak, walhasil aku pun harus puas dengan duduk manis menikmati matahari yang turun perlahan menjemput malam.

Usai mengeksplorasi pantai di wilayah baru, kami melanjutkan mengunjungi daerah dengan ketinggian yang jauh berbeda. Meskipun lelah di badan, sekali lagi aku berhasil menjauh dari rutinitas, menikmati karya alam yang meski telah kesekian kalinya aku kunjungi, namun kali ini terasa lebih berkesan. Rupanya sekian lama aku tak menjejakkan kaki disini, gua alam yang menjadi obyek wisata potensial di daerahku ini mengalami sedikit perubahan. Tenda-tenda penjaja makanan dan souvenir makin marak, rapat berjejer di sepanjang jalan menuju mulut gua. Suasana makin ramai dengan alunan musik tradisional yang dilantunkan oleh sekelompok orang setempat. Anak-anak kecil bertelanjang dada, ribut berceloteh menarik pengunjung untuk melemparkan koin ke dalam kolam buatan. Harum aneka gorengan dan masakan khas setempat menguar, membuatku dengan segera merasa lapar tak sabar untuk mencicipi 'mendoan' yang memang makanan kesukaanku. Satu demi satu aku melewati anak-anak tangga yang menuju ke mulut gua. Entah berapa jumlahnya, aku tak sempat menghitung, sibuk mengatur nafas dan tenaga untuk menjalani 'ujian pertama' sebelum diperbolehkan menikmati keindahan gua Jatijajar. Lelah pun terbayar ketika sampai di dalam gua. Udara dingin dan bau apak menyambut ketika masuk ke dalam. Tetesan air menitik teratur di antara stalaktit-stalaktit yang seolah diatur sedemikian rupa agar tampak menarik. Setelah memuaskan sifat narsis yang mendadak kambuh ^^, kami pun turun menuju kedalaman gua. Menyempatkan diri untuk menjalani mitos setempat (siapa tahu manjur ^^), membasuh tangan dan menciprati patung perempuan yang berendam di tengah sendang. Dan perjalanan menyusuri gua pun berakhir, menyisakan penat yang harus dibayar dengan istirahat sejenak. Menyantap hidangan hangat dengan segelas minuman dingin, mencuri-curi kesempatan untuk mengabadikan sosok manis yang tak sengaja ditemukan dalam keremangan gua ^^.
Ahh, tak terasa waktu berlalu demikian cepat. Belum puas rasanya untuk bersantai, malas sekali untuk kembali ke aktifitas yang menjemukan. Namun tugas telah menanti, mau tak mau aku harus segera kembali.
Kini ketika mengingat hari itu, ingin rasanya aku mengulanginya. Sebuah keputusan mendadak tanpa pikir panjang gara-gara rasa jengkel memang bukan pertama kali ini kulakukan. Yah, akibat kesal bukan bukan kepalang dengan seseorang yang membuatku frustasi, aku tak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengunjungi salah satu kota favoritku. Waktu yang menjelang senja, tak mengurungkan niatku untuk kembali kabur, memuaskan diri dengan aktifitas favoritku di tengah tumpukan buku-buku yang menggunung. Keasyikan berburu buku yang nantinya bakal menjadi koleksiku, membuatku semakin merasa bebas dari penat. Lelah akibat belum sempat bersistirahat, tak menahanku untuk menyusuri lorong-lorong tempat yang selalu kukunjungi ketika aku berada di kota gudeg ini. Aku pun semakin beretambah riang dengan kedatangan kawan lama yang selalu siap untuk diajak bersenang-senang. Memuaskan keinginan untuk mencicipi makanan yang sudah dari dulu ingin kucoba. Meskipun isi kantong terkuras dengan cepat, semua itu tak membuatku berhenti untuk terus menjelajah mencari kepuasan akan kegemaranku. Rencana pun bergeser dari semula, apalagi kalau bukan karena dua setan kecil itu ^^ Demikianlah hari-hari yang berlalu begitu cepat dan melelahkan. Namun membawa kesejukan yang telah lama kurindukan.
To all my dear friends..... thank you so much. Anytime we must spend like this again.

Kamis, 01 April 2010

Pengalaman Pertama

Terhitung genap dua minggu aku berdomisili di lokasi baru, daerah terpencil meski dilalui jalur utama selatan. Untuk pertama kalinya aku mengadu nasib jauh dari kota kecil namun sangat kusukai yang menjadi tempat tinggalku bersama kedua orang tuaku. Disinilah, di sebuah desa di kawasan kecamatan Bagelen, Purworejo, aku mengemban tanggung jawab baru, terjun ke bidang baru tanpa persiapan matang. Di tengah kebingungan akan tugas yang menanti, aku pun memberanikan diri untuk segera melaksanakan tugasku yang baru di tempat ini. Satu dua hari berlalu hingga genap empat belas hari berlalu, tak terkira banyaknya masalah yang harus kuhadapi sekaligus harus kuselesaikan dengan bijaksana dan tepat. Ahhhh.....berat sekali beban yang kutanggung hingga kini. Ketika aku masih meraba-raba dan belajar, sementara aku tak berpengalaman, aku dipaksa untuk menyelesaikan segala hal tanpa ada bantuan yang signifikan.
Pusing, gelisah, pikiran tak bisa tenang terus menerus mengganggu hari-hariku sejak mendengar kabar kepindahanku ke sini. Meskipun orang bilang, pengalaman adalah guru yang terbaik bagiku pengalaman kali ini benar-benar hal yang membuatku merasa pahit hingga timbul keinginan untuk menghilang. Aku semakin menyadari jika ini bukanlah bidang yang kukuasai dan kuinginkan. Tak ada rasa menikmati sedikitpun pada tugasku kali ini. Membuatku lelah lahir batin, setelah berusaha hingga batas akhir kemampuanku yang tak seberapa ini.
Entah harus bagaimana lagi aku menjalani hari-hari ke depan. Aku pun terpikir hal-hal begatif akan kelangsungan tugasku ini. Bagaimana tidak, jika hal yang tidak siap dipaksa untuk siap. Aku yang berperan layaknya jembatan penghubung pun dibuat semakin pusing dengan kemauan dua kepala yang berbeda. Koordinasi di lapangan yang tak kondusif semakin memperparah tekanan yang kuhadapi. Lingkungan yang terus-menerus menekan semakin membuatku sesak. Meski air mata meleleh, walau semua ganjalan tertumpah semua itu tak kunjung mengurangi beban berat yang kusangga. Andaikan waktu bisa kuulang kembali, begitu inginnya aku meralat keputusanku. Begitu besar harapanku untuk keluar dari masalah ini, dan kembali ke duniaku yang indah di tengah kawan-kawan kecilku yang polos, nakal namun menyegarkan. Saat ini kucoba untuk bertahan, menguji batas kemampuanku berusaha untuk mendapatkan sedikit hembusan angin segar demi masa depan. Semoga dengan pengalaman ini aku bisa belajar untuk maju, menguasai hal baru, mampu menyelesaikan hambatan dengan tepat dan cepat, tak lupa menjadi pribadi yang lebih sabar,kuat dan tabah.