Rabu, 08 Desember 2010

Topeng Kaca


Hidup memang tak selamanya sesuai dengan apa yang diharapkan. Adakalanya seseorang mendambakan perubahan situasi dalam hidupnya. Mengejar impian betapapun orang lain menganggap itu mustahil dilakukan, menjadi hak setiap orang tak peduli seperti apa latar belakang orang itu. Demikianlah pesan yang bisa kutangkap dari bacaan favoritku belakangan ini. Beberapa bulan terakhir ini, aku merasakan jenuh untuk membaca suatu hal yang kukira tak kan terjadi padaku yang dijuluki kutu buku ini ^^. Terpengaruh oleh stress akibat pekerjaan dan masalah-masalah pribadi yang memusingkan, menyebabkan tumpukan buku-buku baru yang belum kubaca semakin meninggi. Dan pada akhirnya aku mulai melirik kembali bacaan bergambar kesukaanku yang sempat terbengkalai begitu saja. Memang buku cerita bergenre 'manga' ini bukanlah cerita baru melainkan edisi cetak ulang manga berjudul sama yang mulai kubaca kira-kira lima belas tahun yang lalu. Ketika mengetahui manga ini diterbitkan kembali, aku yang dulu sangat menyukai buku ini dan hingga kini pun masih setia mengikuti kelanjutan ceritanya pun memutuskan menambah koleksiku dengan serial bertajuk Topeng Kaca ini. Manga karya mangaka Suzue Miuchi ini bercerita tentang perjuangan Maya Kitajima, seorang anak yang biasa saja, tidak cantik, tidak pintar, tak punya ayah dan hidup sehari-hari dengan pas-pasan untuk menjadi seorang aktris. Maya yang selalu dipandang remeh bahkan oleh ibu kandungnya itu memiliki minat yang demikian besar di dunia akting. Bakatnya dalam bidang seni peran tersebut terendus oleh mantan aktris Mayuko Chigusa, dan di bawah bimbingannya Maya mulai mengasah bakatnya, sedikit demi sedikit menapaki dunia panggung untuk sebuah tujuan akhir menjadi pewaris naskah drama legendaris Bidadari Merah. Layaknya tokoh protagonis, Maya harus berjuang untuk mencapai cita-citanya bukan hanya dengan saingan beratnya namun juga munculnya musuh-musuh alami yang selalu menghambat kehidupannya sebagai seorang aktris.
Sejak pertama membaca manga ini, aku sudah tertarik dengan ceritanya. Aku yang memang menyukai seni drama dan musik begitu hanyut dengan adegan-adegan berbagai drama yang ditampilkan sepanjang serial ini. Melalui Maya, aku seolah menjelma menjadi tokoh-tokoh menarik dalam naskah yang dalam kenyataan tak mungkin terjadi pada diriku. Miuchi-sensei begitu piawai meramu kontradiksi antara dua gadis yang berbeda penampilan maupun latar belakang dalam sebuah persaingan sehat di dunia akting. Emosi pembaca pun dibuat naik turun, hingga berpindah-pindah dukungan antara kedua tokoh utama yang mempunyai kelebihan masing-masing. Melalui tokoh Maya, aku disadarkan betapa perjuangan untuk meraih impian itu penting. Meskipun memiliki bakat dan modal yang cukup, tanpa kemampuan untuk berusaha semua akan sia-sia. Kekuatan sejati akan muncul ketika seseorang berkonsentrasi akan suatu hal, tak peduli darimana seseorang berasal, bagaimana penampilan orang itu, seperti apa pandangan orang lain.
Semakin lama aku menekuri serial ini, semakin besar pula animoku akan seni peran. Dengan berakting seseorang bisa menjelma menjadi orang lain. Maya yang tidak cantik bisa berubah menjadi Putri Musim Semi yang menawan, Maya yang pemalu menjelma menjadi Midori yang periang, Maya yang kikuk mampu menjadi ratu yang agung, seolah memiliki seribu topeng yang bisa diganti-ganti setiap saat sesuai dengan peranan. Tak sabar rasanya aku menantikan seri berikutnya. Maklumlah serial ini terbilang memakan waktu cukup lama, bahkan lima belas tahun berlalu pun belum ada tanda-tanda serial ini akan usai. Mengingat kondisi mangaka yang konon menderita sakit sehingga serial ini terhambat, harapanku hanya semoga serial ini berakhir dengan wajar tanpa ada kesan dipaksakan untuk segera berakhir.