Sabtu, 30 Mei 2009

Shenri Kuaile !


"Jangan kau takut dengan waktu yang berjalan ini. Kita nikmati saja hari-hari yang kita lalui, walau kadang banyak sekali peristiwa yang menyenangkan dan menyedihkan bagi kita. Tapi dengan adanya ini kita jadi banyak sekali pengalaman. Janganlah merasa bosan dengan waktu yang menunjukkan bahwa hari ini membuat kita semakin bertambah usia, karena ini adalah bukti kita untuk lebih dewasa dan melihat masa depan kita. Jadi bersenanglah teman dengan hari ini yang begitu spesial untukmu dan kebahagiaanmu."
Demikianlah salah satu ucapan selamat yang ditujukan padaku melalui sms. Membaca rangkaian kalimat tersebut, aku sontak teringat dengan sebuah dialog di sebuah 'manga' koleksiku. "Orang yang selalu memperhatikanmu ternyata ada di dekatmu." Kupikir kalimat itu benar adanya. Meskipun aku terhitung jarang kontak baik langsung maupun tak langsung dengan teman kecilku itu, pada kenyataannya keberadannya sebagai seorang sahabat benar-benar tak lekang oleh waktu. Dan tentu kuharap akan terus demikian adanya.
Hari ini memang tak jauh berbeda dengan hari-hari biasanya. Meskipun peringatan akan hari jadi tahun ini tak seperti tahun sebelumnya. Berniat membuat sebuah tanda untuk mengawali komitmen baru ketika usia bertambah, jauh hari aku mempersiapkan kejutan kecil yang akan kubagi dengan sahabat dan teman-teman baruku. Sayang sebuah keteledoran menjadikan kegagalan kecil yang untungnya masih bisa ditoleransi ^^.
Pagi ini pun kuawali dengan kegembiraan. Sakit secara fisik sedikit terobati dengan ucapan selamat yang datang berurutan. Senyum mengembang mengingat diri ini diperhatikan oleh teman-temanku terkasih. Dan disinilah, diiringi alunan Zhen Xi oleh si ganteng Alec, aku menuliskan curahan dan harapan diri ini ketika menapaki usia yang telah bertambah satu tahun lagi.
Tanpa mengindahkan jalannya kualifikasi Moto GP yang biasanya rutin kusaksikan, aku memfokuskan diri melihat-lihat kembali catatan harian setahun lalu. Tak terasa setahun sudah aku telah berkecimpung ke dunia blog. Sekali lagi aku bersyukur dengan penemuan wahana ini yang membuatku berani untuk menuliskan kisah dan emosiku dalam sebuah tulisan. Membuka kembali surat demi surat yang kutulis selama setahun ini, nampak jelas bagaimana aku melewati hidupku belakangan ini. Berbagai peristiwa gembira dan sedih silih berganti mewarnai hidupku menjadi lebih semarak. Keberhasilan, kegagalan, pertemuan, perpisahan hingga pasang surut sebuah hubungan tercatat dengan rapi. Tawa bahagia hingga tangis kekecewaan nan menyesakkan membuatku lebih kokoh dalam menapak kehidupan selanjutnya.
Hari ini dengan sedikit bernostalgia aku mencoba merunut segala yang telah kuperbuat di waktu lalu. Memilah-milah kenangan yang bisa dijadikan sebagai pegangan untuk langkah selanjutnya tanpa terpaku pada masa lalu, berusaha lebih giat untuk meraih harapan pasti di masa depan. Mencoba untuk lebih bijak dalam mengatasi segala permasalahan yang singgah menghalangi langkahku.
Sayang, hari penuh kenangan ini sedikit ternoda dengan satu dua kekecewaan yang tak bisa kuelakkan. Harapan untuk memperoleh kado spesial agar aku bisa membuat sebuah catatan indah di hari ini kandas di tengah jalan. Bermula dari kegagalan atau lebih tepatnya kesialan dan salah perhitungan yang dialami oleh rider kesayanganku, hingga kehilangan sebuah kesempatan untuk membalas ejekan dari teman baruku. Ya, penampilan mengecewakan tim Setan Merah yang bulan depan bertandang ke Indonesia itu tidak hanya membuatku harus membayar taruhan sepotong es krim, yang lebih menyakitkan aku harus menahan diri sekaligus bersabar tanpa bisa membalas lontaran ejekan penggemar Barcelona. Angan-angan untuk merayakan tiga kemenangan sekaligus harus pupus. Kemalangan hari ini pun lengkap sudah ditambah dengan hal menyebalkan yang selalu harus kutahan tanpa tahu harus mengadu pada siapa. Untunglah di sana ada seseorang yang selalu siap mendengarkan, menguatkan dan mengembalikan keceriaanku (Arigato gozaimasu, Kyon-Chan).
Pada akhirnya terima kasih kuucapkan dengan tulus untuk semuanya. Tak lupa aku mengucapkan 'Tanjoubi omedetou" siapa lagi kalau bukan untuk cool guy Shinichi Kudo. Meskipun jarak antara 4 dan 30 Mei cukup jauh, aku tetap gembira karena memiliki hari jadi di bulan yang sama. Shenri Kuaile !

Senin, 25 Mei 2009

Setuju Atau Tidak ?

Sebuah pernyataan maupun keputusan menyangkut hal krusial mau tidak mau akan mengundang pro dan kontra. Baru-baru sebuah keputusan kontroversial telah dikeluarkan oleh forum pesantren putri Jawa Timur. Mengikuti jejak Iran yang melarang warganya menggunakan situs Facebook, forum tersebut menyatakan bahwa Facebook dan situs lain yang sejenis adalah haram. Di tengah kepopuleran situs Facebook, pernyataan ini tentu membuat penggemar jaringan pertemanan internasional ini terperangah. Mengapa situs-situs pertemanan diharamkan ? Menurut berita yang dilansir dari televisi, para peserta forum menganggap situs ini mengandung unsur zina dan gibah yang sangat tidak sesuai dengan ajaran Islam. Betulkah demikian ? Sebagai salah satu pengguna situs Facebook, pernyataan tentu ini sangat menggelisahkan. Bagaimana tidak, sekian lama memanfaatkan situs ini untuk menjaring pertemanan, belum pernah aku menemui hal-hal di luar batas kesusilaan. Situs ini membuatku bertemu kembali dengan kawan lama yang lama tidak terdengar kabarnya. Aku memperoleh persahabatan baru dari mereka yang tidak kukenal bahkan mendapatkan uluran pertemanan dari muka lama yang dulu tidak akur. Sangat bermanfaat bukan ? Menjalin dan memperbaiki tali silaturahmi yang sempat terputus itulah arti sebuah Facebook untukku.
Penentuan sikap tentang Facebook ini mengingatkanku akan fatwa MUI terdahulu yaitu merokok itu haram. Jika dulu dengan tegas aku mendukung fatwa haram rokok, sekarang aku masih bimbang bahkan cenderung tak yakin untuk mengikuti keputusan tersebut. Tentu banyak orang di luar sana yang juga tidak setuju dengan cap haram pada facebook ini. Jika menelisik lebih jauh, pro kontra sebuah pernyataan lebih berdasarkan adanya unsur kepentingan di dalamnya. Sebagai seorang yang tidak merokok, tentu fatwa haram merokok kudukung 100 %. Argumen bahwa rokok lebih banyak mudharat ketimbang manfaatnya meskipun adanya rokok menjamin tersedianya lapangan kerja yang cukup banyak terasa lgis dan memang benar adanya. Nah, mengenai haramnya facebook secara pribadi aku berpendapat bahwa pernyataan tersebut kurang sesuai. Pada dasarnya yang perlu diperbaiki adalah pribadi pengguna situs tersebut. Bagaimana bentuk pemanfaatan sebuah teknologi lebih berpedoman pada tujuan dan moral masing-masing personal. Tak dipungkiri teknologi mengandung unsur positif dan negatif. Dan itu semua berbasis pada tujuan pengguna teknologi, apakah untuk kebaikan atau bertujuan menimbulkan 'chaos' di masyarakat. Sebagai contoh sebuah situs penjelajah sangat digemari karena hanya dengan duduk di tempat, si pemakai bisa berpergian hingga ke luar angkasa. Sayangnya situs ini dimanfaatkan oleh oknum tak bertanggung jawab untuk merencanakan pembomban di kota Mumbai yang menelan banyak korban.
Demikian pula dengan kasus Facebook, jika sebagian besar pengguna lebih menggunakan situs ini sebagai sarana menjalin relasi dan informasi pastinya ada beberapa oknum yang menyelewengkan manfaat sebenarnya dari situs ini. Jika demikian bukankah tidak tepat jika facebook dicap sebagai sebuah kesalahan ? Facebook hanyalah sebuah wahana yang dikendalikan oleh anggota komunitas tersebut. Bukankah lebih diperlukan adanya pembinaan mental untuk meningkatkan kualitas moral yang akhir-akhir ini demikian merosot ? Tokoh MUI pun mengakui bahwa Facebook sangat bermanfaat, sehingga MUI belum menentukan sikap terhadap Facebook. Yah, agaknya perlu dikaji sekali lagi sebelum membuat sebuah pernyataan tentang sesuatu yang dalam hal ini adalah haram tidaknya Facebook. Perlu pengetahuan dan kebijakan menyeluruh mengenai situs ini. Dan sebaiknya pengambilan keputusan tidak berdasarkan informasi yang sepotong-sepotong sehingga menimbulkan kesan berat sebelah.

Selasa, 19 Mei 2009

Reality Yang Yak Realistis

Akhir-akhir ini tayangan bertajuk reality show mulai marak kembali di dunia pertelevisian Indonesia. Upss Salah, Curhat Bersama Anjasmara, Tak Ada Yang Abadi, Jejaka Petir, Lunas, Bedah Rumah dan Tukar Nasib, Minta Tolong, CLBK adalah sebagian dari judul reality show yang sebagian besar diproduksi oleh PH yang sama. Pemirsa pun dibuat terhibur dengan berbagai suguhan yang diklaim tanpa rekayasa tersebut. Jika dilihat dari idenya, acara-acara tersebut bisa dibilang kreatif dan menghibur. Sayangnya jika diperhatikan secara seksama, tak sedikit dari program-program tersebut terbilang tidak realistis alias terkesan dibuat-buat. Lihatlah tayangan CLBK, pada suatu episode dikisahkan seorang cowok yang ingin mengetahui alasan pacarnya memutuskan dirinya. Di akhir cerita terungkap alasan sebenarnya si cewek meminta putus. Kesan dibuat-buat muncul ketika si cewek dengan isak tangis dan gaya bahasa di luar kewajaran bahasa percakapan menjelaskan penyebab berakhirnya kisah cinta mereka. Dari kacamataku, semua tingkah dan ucapan terasa janggal dan mustahil terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Entah karena si pelaku sadar mereka masuk tv atau ada skenario tersendiri dalam upaya membuat acara lebih menarik. Demikian pula dengan kisah-kisah di acara Tukar Nasib. Meskipun asyik juga menyaksikan kekikukan para pelaku yang saling bertukar nasib dalam menjalani peran mereka masing-masing, ada adegan-adegan tertentu yang mengisyaratkan sebuah rekayasa. Contohnya, episode tukar nasib antara tukang bakso dengan seorang pengusaha. Pada episode tersebut, ditayangkan penderitaan yang dialami pengusaha yang beralih fungsi menjadi tukang bakso. Nah di sinilah ketidakwajaran terjadi. Jika dipikir secara logis, rasanya tak mungkin ada pembeli yang marah-marah, enggan membayar bahkan membuang bakso yang dibelinya tepat di hadapan penjual dengan alasan tidak enak. Kebiasaan yang terjadi di masyarakat jika membeli sesuatu yang tidak pas dengan selera, ujung-ujungnya hanya menggerutu di belakang dan tidak akan mengulangi transaksi untuk kedua kalinya. Ketidakwajaran lain terjadi di episode tukang pos yang bertukar dengan tukang odong-odong. Si tukang pos dadakan terlihat kebingungan ketika seorang yang kurang waras mengambil surat-suratnya dan mengajak bermain-main. Berdasarkan pengamatanku yang namanya orang 'kurang waras' memang ada yang suka iseng, namun jarang sekali dari mereka yang menggoda orang lain apalagi sampai bermain-main cukup lama. 'Orang gila' biasanya hanya peduli pada diri sendiri. Terkadang memfokuskan diri pada sesuatu yang menarik perhatiannya, namun tidak sebegitu atraktif hingga harus berkejaran berebut surat dengan tukang pos.
Ketidakrealistisan tersebut kiranya bisa dimaklumi jika tujuan utama dari tayangan-tayangan tersebut hanya sekedar untuk hiburan bagi pemirsa. Yang lebih memiriskan hati adalah ada beberapa relaity show yang tidak sesuai dengan jam tayangnya. Ketidaksesuaian ini bersumber pada isi dari tayangan tersebut. Sebut saja Curhat bersama Anjasmara yang dijadwalkan tayang pada pukul 4.30 sore. Acara tersebut benar-benar tidak cocok untuk hiburan sore hari mengingat sepanjang acara penuh dengan tingkah laku dan kata-kata tidak sopan dan cenderung kasar. Bagaimana jika anak-anak yang notabene mesin peniru luar biasa melihat tayangan tersebut ? Sungguh tidak senonoh tingkah orang-orang dewasa di acara tersebut, demikian pula dengan segala ucapan yang terlontar meskipun sudah kena sensor tetap saja masih bisa dicerna oleh pemirsa. Yang menjadi pertanyaan, mengapa para pelaku acara tersebut dengan sukarela tampil ? Padahal bisa dikatakan mereka membuka aib pribadi di depan umum yang disaksikan jutaan pemirsa di seluruh Indonesia. Belum lagi tingkah memalukan yang secara tidak sadar mengungkapkan watak dan kepribadian sesungguhnya dari pelaku. Apakah rasa malu sudah demikian pudar pada pribadi mereka hingga tak segan mengumbar caci maki tak patut ? Atau ada alasan lain di balik kesukarelaan dan tingkah di luar adab yang dilakukan ? Sekali lagi pertanyaan yang muncul adalah benarkah reality show benar-benar tanpa rekayasa ? Namun yang lebih penting lagi, hendaknya pihak yang berwenang lebih ketat dalam meloloskan sebuah acara televisi. Bukankah masih banyak kreatifitas bermutu lain yang mengedepankan pendidikan dan moral ? Agaknya pemirsa membutuhkan filter pribadi untuk menyortir tayangan televisi mana yang berkualitas mengingat maraknya tayangan 'ecek-ecek' dan membodohi pemirsa.

Sabtu, 16 Mei 2009

Kangen

Setelah enam hari menunggu, akhirnya tibalah saat untuk beristirahat. Tanpa ragu aku pun bertolak menuju ke suatu tempat dimana aku menghabiskan beberapa jam untuk relaks. Semikian pula dengan malam ini, tanpa mempedulikan lapar yang mulai menyerang, penuh semangat aku mulai berselancar di dunia maya. Ya, nyaris setiap orang begitu keranjingan dengan dunia maya, tak terkecuali dengan diriku. Nongkrong di warnet menjadi kebiasaan rutinku yang tiga bulan ini menjadi terjadwal gara-gara kesibukan di hari kerja. Berjalan-jalan di dunia maya, menjadi tempat bagiku untuk melepas semua beban. Ketika tak ada tempat untuk berbagi, dunia maya pun menjadi pilihan utama untuk menumpahkan semua kegalauan dan kegembiraan hati. Malam ini pun tak jauh berbeda dengan malam-malam minggu lainnya. Membuka inbox e-mail, melongok ke facebook menjadi hal yang pertama kali kulakukan. Setelah selesai mengecek keduanya, aku pun beralih ke situs favoritku. Inilah alasan utama aku menghabiskan waktu di dunia maya pada malam minggu. Tak sabar aku membuka halaman-demi halaman beberapa judul komik kesukaannku. Mataku tak lepas dari coretan gambar-gambar para mangaka, dalam hati membaca atau lebih tepatnya menterjemahkan dialog-dialog yang semakin lama semakin mendebarkan. Puas membaca kelanjutan serial Detective Conan, Naruto dan One Piece, aku pun lantas beralih ke serial komik Jepang lainnya.
Beberapa hari ini, aku tenggelam dalam kenangan masa lalu. Hal ini berawal ketika aku iseng mengetikkan sebuah nama di situs tertentu. Alhasil, jadilah malam ini dan malam-malam yang lalu, petualanganku di dunia maya diiringi dengan lantunan lagu-lagu khas oriental yang menyejukkan. Seketika benakku pun melayang ke beberapa tahun lalu. Masa ketika aku begitu terpesona dengan keindahan negeri tirai bambu. Tak pelak lagi, deretan nama pemilik wajah manis dan imut berkelebatan di benakku. Suara yang sebenarnya standar-standar saja terdengan begitu lembut membawakan lagu bernada mellow. Ingatan akan keeksotisan negeri seberang membuatku tergerak kembali untuk membuka berbagai hal yang selama ini terlupakan. Ternyata, meskipun aku selalu menemukan hal baru yang lebih indah dan berkesan pada akhirnya aku tak bisa lari dari pesona yang demikian mendarah daging pada diriku.

Deklarasi

Akhirnya, setelah sekian lama berita seputar ketua KPK non aktif Antasari Azhar lengser dari posisi 'headline'. Gembar-gembor tentang motif maupun pembelaan tersangka Antasari kalah saing dengan hiruk pikuk dan kemeriahan deklarasi capres dan cawapres yang telah lama ditunggu.
Demikianlah, hari Jumat lalu berlokasi di gedung Sabuga Paris van Java alias Bandung, capres yang diusung oleh Partai pemenang Pemilu 2009 yakni bapak SBY mendeklarasikan secara resmi pasangan capres sekaligus mengumumkan nama cawapres yang selama ini dikantungi beliau. Tentu semua tahu, bahwasanya beberapa hari ini dunia politik dibuat gempar dengan rumor yang ternyata benar adanya mengenai nama yang digandeng oleh SBY untuk bekerja sama dalam memimpin negara dengan catatan menang dalam Pilpres Juli mendatang. Munculnya nama Boediono sebagai bakal cawapres beberapa waktu lalu mengakibatkan badai di kalangan elit politik. Keberanian SBY dengan memilih nama ini mempertaruhkan dukungan parpol yang telah menyatakan siap berkoalisi dengan Partai Demokrat. Partai macam PKS, PAN, dan PPP merasa kecolongan dengan gagalnya tokoh partai mereka dalam mendampingi SBY. Walhasil ancaman untuk mengundurkan dari koalisi pun terlontar disertai dengan berbagai alasan. Menilik berbagai komentar mengenai pengajuan nama Boediono sebagai cawapres mencerminkan betapa pelaku politik di Indonesia masih belum dewasa, rasional dan logis. Tingkah laku yang bisa disetarakan dengan 'ngambek' ala bocah yang permintaannya tak dipenuhi pun satu demi satu terpeta pada beberapa tokoh ternama. Berbagai alasan macam Boediono bukan politisi yang tak berkapasitas memimpin sebuah negara, tidak mewakili golongan muslim nasionalis hingga tidak memenuhi unsur Jawa dan non Jawa memang nampak meyakinkan dan bijak. Meskipun demikian bukankah keputusan telah diberikan secara mutlak kepada SBY ? Lantas mengapa mereka harus memuntahkan ketidakcocokannya dengan cara yang demikian ekstrim sebelum meminta penjelasan dari yang bersangkutan ? Apakah rakyat Indonesia demikian piciknya hingga harus mempermasalahkan faktor kesukuan dan religi sementara semboyan kita adalah Bhineka Tunggal Ika ? Demonstrasi menolak nama Boediono yang dilakukan oleh massa pun terasa menggelikan. Bukankah Pemilu berasaskan LUBER yang berarti jika tidak cocok tidak perlu untuk memilih nama tersebut ? Mengapa harus repot-repot berunjuk rasa yang tidak ada ujung pangkalnya ?
Demikianlah meskipun mendapat tentangan dari sana-sini SBY tetep 'kekeh' pada pilihannya yang memang diambil berdasarkan berbagai pertimbangan matang. Acara deklarasi SBY pun berjalan meriah, simpel dan sangat mengesankan kesiapan SBY-Boediono dalam mencalonkan diri sebagai pasangan capres dan cawapres.
LAntas bagaimana dengan pasangan capres-cawapres lainnya ? Jika menelaah pemberitaan seputar pilpres ini, menunjukkan ada kecenderungan 'sharing power' alias bagi-bagi kekuasaan. Ya, para elit politik demikian sibuk melobi sana-sini, membentuk koalisi di dewan, membuat kesepakatan bersama yang bertajuk demi kepentingan rakyat dan negara. Agaknya para politisi sibuk mengokohkan posisi di pemerintahan yang akan terbentuk nanti. Sayangnya, sementara mereka sibuk menggalang persatuan di tingkat atas, nyaris tidak ada yang memperhatikan situasi yang terjadi di masyarakat. Ya, seperti gonjang-ganjing di tingkat atas, kondisi perekonomian rakyat ikut terguncang dengan merangkaknya beberapa harga kebutuhan pokok. Mengingat ekonomi merupakan sektor vital bagi rakyat, kiranya pemerintahan yang terbentuk nantinya tidak hanya sekedar ajang bagi-bagi kekuasaan semata melainkan benar-benar menjalankan pemerintahan demokratif yang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Kamis, 14 Mei 2009

Usai

Akhirnya selesai juga kewajibanku membimbing mereka yang berada di akhir jenjang, siap melangkah ke tingkatan yang lebih tinggi lagi. Memang di setiap pertemuan selalu ada perpisahan, namun untuk ke sekian kalinya aku merasa berat melepas keakraban yang sudah terjalin sekian lama. Bagaimanapun dengan setulus hati aku berdoa akan keberhasilan mereka.
Omong-omong soal dunia pendidikan yang hingga kini masih kugeluti walau dengan porsi jauh berbeda dengan dulu, kuperhatikan kualitas anak didik sekarang sedikit merosot. Tentu penilaianku ini tidak merepresentasikan keseluruhan anak didik. Hanya saja, hasil pengamatanku selama lebih dari tiga tahun ini menunjukkan gejala kemerosotan kualitas hasil pendidikan pada peserta didik. Kemerosotan tersebut dari kacamataku lebih berada pada sisi mental dan kepribadian. Rasa hormat terhadap guru kurasakan semakin berkurang dari tahun ke tahun. Contoh nyatanya anak didik menggunakan bahasa pergaulan ketika sedang berbicara dengan guru ketika berada di lingkungan formal. Padahal dalam tata bahasa Jawa, jelas ditekankan penggunaan tingkat bahasa sesuai dengan usia lawan bicara. Anak didik tak segan-segan melawan perintah guru yang jelas-jelas berhubungan dengan hak dan kewajiban mereka sebagai guru dan murid. Belum lagi berbagai kasak-kusuk yang di luar jangkauan pendengaran guru. Yah, contoh-contoh tersebut memang tak bisa dipandang dari satu sisi saja. Ada kemungkinan faktor negatif dari guru itu sendiri yang memicu sikap kurang hormat tersebut. Kemerosotan yang paling kurasakan selama ini adalah kurangnya sikap juang anak didik. Di zaman modern yang serba instan ini mendorong keinginan anak didik untuk memperoleh segala sesuatu dengan mudah. Aku sendiri hingga kini masih kesulitan menemukan terapi yang pas untuk memunculkan semangat belajar anak didik. Dari yang kulihat dan kuperhatikan, sebagian dari mereka cenderung malas untuk belajar lebih-lebih pada materi sulit yang semestinya membutuhkan waktu ekstra untuk memahami. Seperti yang kualami baru-baru ini, anak-anak didikku demikian susah untuk belajar. Berbagai macam alasan mereka keluarkan demi menghindari sebaris soal-soal hitungan ^^. Ya, mereka maunya meraih nilai bagus tanpa perlu bersusah payah alias belajar tekun rutin tiap hari. Aku samapi bosan mengajukan saran yang sama tanpa tindak lanjut, bosan mengulang penjelasan yang dengan cepat akan dilupakan.
Itulah cermin dunia pendidikan di Indonesia. Sistem mungkin tidak salah hanya belum bisa diterapkan pada dunia pendidikan yang masih dalam tahap belajar. Pemakaian UAN sebagai tolak ukur kelulusan justru menjadi bumerang bagi pendidikan. UAN yang dulu menjadi ajang evaluasi belajar berubah menjadi momok bagi anak didik dan personal yang berkecimpung di dalamnya. Walhasil, berbagai kecurangan demi memenuhi standar kelulusan minimal pun ditempuh, tidak hanya demi masa depan anak didik namun lebih ke nama baik sekolah. Kenaikan nilai minimal setiap tahunnya seolah dipaksakan demi mengejar target, tanpa memikirkan kualitas jebolan pendidikan itu sendiri. Pendidikan lama kelamaan terorientasi pada ilmu pengetahuan tanpa diiringi pendewasaan mental. Lihatlah hasilnya, banyak orang-orang terpelajar yang belum dewasa dalam bertindak. Kisruh dalam berbagai bidang nyaris terjadi setiap hari di tanah air tercinta ini. Tidak hanya di kalangan bawah namun merambah hingga kaum elit yang notabene tokoh panutan. Tak heran jika sekolah-sekolah berbasis religi menjadi pilihan utama mengingat rentannya mental dan moral akibat tuntutan zaman. Hmm...semoga kebijakan 20 % anggaran pendidikan digunakan untuk meningkatkan kembali kualitas pendidikan Indonesia. Bukan hanya dari segi sains semata melainkan pemupukan moral dan mental anak didik agar kelak mereka mampu menjadi tiang penyangga kekukuhan negara.

Kamis, 07 Mei 2009

Rehat Sejenak

Panasnya kompetisi antar parpol dalam memperebutkan jatah kursi di senayan memang berakhir setelah Pemilu legislatif lalu. Namun hiruk pikuk seputar pesta demikrasi tidak berhenti begitu saja. Situasi justru semakin panas dengan banyaknya kisruh seputar Pemilu yang dilontarkan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan hasil Pemilu kemarin. Berita hangat pun bergulir ke arah koalisi parpol untuk menggalang kekuatan di pemerintahan kelak. Setiap hari berbagai media cetakd dan elektronik sibuk mengulas parpol-parpol yang saling berkomitmen, dan mereka-reka nama-nama capres dan cawapres yang akan maju di Pemilu Pilpres bulan Juli nanti. Hasil perhitungan suara pun lama-lama dinomorduakan, kalah saing dengan rumor tokoh-tokoh elit yang mengadakan pertemuan tertutup. Nah, seminggu terakhir ini serba-serbi seputar parpol tergeser dari tajuk utama berita. Apalagi kalau bukan karena berita kontroversial tentang tertangkapnya tersangka pembunuhan Nasrudin. Masyarakat Indonesia dibuat kaget dengan munculnya nama ketua KPK Antasari yang dicurigai sebagai otak pembunuhan bos besar itu. Siapa mengira sosok Antasari yang selama ini gigih membongkar kasus-kasus korupsi pejabat tersangkut bahkan dinyatakan sebagai tersangka kuat dalang pembunuhan Nasrudin ? Apalagi jika berita yang dilansir dari berbagai media itu benar, rasanya hal mustahil jika alasan di balik pembunuhan terencana tersebut adalah 'wanita'. Opini masyarakat yang timbul pun beragam. Sebagian menyatakan ragu akan keterlibatan ketua KPK tersebut. Dugaan skenario untuk menyingkirkan tokoh yang sukses menjebloskan nama-nam besar ke balik jeruji pun tak urung mencuat ke permukaan. Benar tidaknya, masyarakat hanya bisa menunggu hasil penyelidikan yang berwenang dan berharap proses pencarian keadilan ini berjalan dengan lurus dan transparan, tidak disusupi niat tertentu yang mampu membalikkan keadaan menjadi tidak sesuai dengan fakta sebenarnya. Ya, kasus Antasari ini demikian panasnya hingga pemberitaan seputar meluasnya wabah flu babi (swine flu) meredup. Padahal merebaknya virus flu ( A H5N1) jenis baru ini mengancam nyawa manusia. Flu yang disebabkan oleh virus flu yang bermutasi di tubuh babi ini dapat dengan cepat menginfeksi manusia karena adanya kesamaan genetik antara manusia dan babi. WHO bahkan sudah menetapkan level lima yang berarti selangkah lagi flu babi menjadi pandemi. Sementara WHO sedang bekerja keras untu menemukan vaksinnya, masyarakat diharapkan waspada dan melakukan pencegahan untuk menghindari terjangkitnya virus ini.
Demikianlah situasi pemberitaan di tanah air, setiap kali muncul info yang menggemparkan langsung saja diekspos habis-habisan. Kadang bosan juga menyaksikan berita yang sama meskipun dari media yang berbeda. Belakangan ini ada tren baru di dunia siaran berita tanah air. Entah berniat mempromosikan kekayaan nusantara atau upaya menghilangkan kejenuhan pemirsa akan berita monoton serius, ada program berita yang menyisipkan informasi kuliner, wisata dan informasi ringan lainnya di akhir acara. Sebuah terobosan baru yang meruntuhkan image program berita yang dulu terkesan serius, elegan dan berbobot. Ya. masyarakat perlu rehat sejenak dengan pemberitaan yang cenderung membuat resah.

Sabtu, 02 Mei 2009

Akhir Seorang Darren Shan


Sebetulnya sudah lama aku ingin menulis tentang tokoh fiksi ini. Akibat pengaruh seorang sahabat, aku pun mulai membaca jilid pertama cerita fiksi yang berjudul sama dengan nama pengarangnya. Darren Shan Cirque du Freak, demikian titel buku pertama serial yang mengambil tema sosok vampir tersebut. Usai membaca buku bercover warna hitam tersebut, pikiran yang terlintas dalam benakku adalah "buku ini fiksi atau nyata ?" Sahabatku pun tertawa ketika aku mengajukan pertanyaan tersebut. Ya, jika menyimak dengan seksama cerita yang diusung oleh Darren Shan ini seolah begitu nyata. Berkat keahlian si pengarang dalam menggubah alur, pembaca terhanyut akan kisah seorang Darren Shan yang harus menjalani takdir hidupnya.
Serial yang ditulis oleh Darren Shan ini berawal dari dua sahabat Darren dan Steve yang secara sembunyi-sembunyi menonton sirkus orang aneh. Sebuah pertunjukan yang mempertontonkan orang-orang abnormal seperti bocah ular, wanita berjenggot, manusia tulang, dll. Segera saja Darren dan Steve tertarik pada sosok Mr Crepsley walaupun dengan alasan berbeda. Bencana dimulai ketika Darren nekat mencuri laba-laba beracun Mr Crepsley. Tak sengaja ia menyebabkan Steve sekarat. Demi menolong sahabatnya Darren rela menukar kehidupannya selama ini dengan kesembuhan Steve. Atas syarat yang diajukan Mr Crepsley yang ternyata seorang vampir, Darren memulai kehidupan barunya sebagai manusia setengah vampir. Bertahun-tahun kemudian Darren kembali berhadapan dengan Steve. Sayang, Steve yang sejak dulu mencurigai 'kematian ' Darren menganggap Darren sebagai musuh yang harus dibantai. Dengan segala akal licik, Steve akhirnya memimpin kaum Vampaneze, saudara sedarah kaum Vampir untuk memerangi kaum vampir untuk menguasai dunia. Darren yang pada dasarnya berhati baik pun memutuskan untuk memenuhi takdirnya. Memimpin kaum Vampir dengan tujuan utama melenyapkan Steve agar sang penguasa malam tidak bangkit.
Si akhir serial ini yakni di buku ke-13, pembaca pun mau tak mau terkejut dengan kisah dibalik perseteruan mantan sahabat ini. Dengan lihai pengarang pun memberikan penyelesaian apik meskipun tragis untuk Darren. Meskipun sedikit kecewa dengan akhir kisah Darren Shan, serial ini cukup memberi nuansa baru dalam dunia fiksi. Pengertian tentang vampir yang berbeda dengan karakter vampir selama ini, hubungan antar tokoh yang demikian pelik, ketegangan demi ketegangan yang muncul di setiap jilidnya menjadikan pembaca tak sabar menantikan kelanjutan kisahnya. Dalam bukunya Darren rupanya ingin menyampaikan pesan bahwa manusia tidak harus terpaku oleh keadaan. Takdir bisa diubah asal manusia mau berusaha untuk memperbaiki kehidupannya. Seperti Darren yang memutuskan mengakhiri hidupnya demi masa depan umat manusia, tak mau tunduk pada keinginan Mr Tiny yang ingin menjadikan dirinya Penguasa Kegelapan. NAmun demikian, semua tindakan yang dilakukan seseorang harus dipikir masak-masak. Bagaimanapun waktu tidak akan kembali untuk memperbaiki kesalahan yang telah dibuat.

Samui


"Kita berdua telah pergi jauh, sebegitu jauhnya sampai-sampai tak bisa kembali lagi". Petikan dialog antara tokoh utama dalam sebuah shoujo manga karya Michiyo Akaishi tersebut spontan terbesit dalam benakku ketika membaca sebuah message di FB. Baru-baru ini, aku mendapat pesan berisi unek-unek yang rupanya juga pernah kualami. Kehilangan seorang sahabat karena terpisah jarak memang menyedihkan. Sahabat yang dulu setia berada di samping kita, berbagi cerita baik suka dan duka, semakin menjauh tidak hanya sebatas pandangan melainkan jauh secara emosi. Tentu setiap manusia pastinya mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Tapi apakah perubahan itu termasuk melupakan seseorang yang dulu dekat ? Kemana perginya persahabatan indah itu ? Mereka yang merasa dilupakan tentu merasa kesal yang lebih cenderung ke arah sakit hati. Pertanyaan demi pertanyaan yang tak terjawab muncul dan terus bergelayut dalam pikiran. Namun semakin dalam dipikir, semakin lelah pula batin seseorang. Satu-satunya jalan, berusaha merelakan kepergian sahabat dan berdoa yang terbaik untuknya. Mungkin semua itu terjadi agar yang ditinggalkan menjadi lebih mandiri. Saatnya untuk tidak bergantung dan merepotkan orang lain. Mencoba menghadapi kenyataan dan menyelesaikan masalah sendiri. Dan pada akhirnya akan menemukan sebuah ikatan dengan seseorang dalam perjalanan hidupnya. Meskipun demikian, ada kalanya orang membutuhkan uluran batin seorang sahabat. Ketika hati sedang riang maupun gundah, ingin rasanya berbagi gejolak hati dengan seseorang yang mau mengerti dan memahami diri ini. Lega rasanya jika bisa tertawa bersama dengan sahabat, saling memuntahkan unek-unek sehingga beban sedikit berkurang. Memang setiap orang pasti mempunyai permasalahan sendiri, namun sekali berbagi cerita bukan bermaksud untuk menambah beban pada seorang sahabat. Seseorang membutuhkan orang lain untuk mendengarkan. Sekedar melampiaskan emosi yang ada. Namun apa daya jika hubungan persahabatan itu harus mempunyai batas ataupun memudar seiring dengan berjalannya waktu. Alangkah indahnya jika pepatah jauh di mata dekat di hati itu benar.