Jumat, 15 Oktober 2010

Indah Pada Waktunya

Sebagai orang yang sejak kecil terperangkap dalam kumpulan cerita khayalan, tak pelak lagi aku pun tumbuh menjadi seorang yang pemimpi. Bukan berarti aku hidup dalam impian dan berusaha mengejarnya melainkan aku mempunyai bagian diriku yang tinggal dalam dunia yang kubentuk sedemikian rupa indahnya layaknya sebuah cerita , dan tentu saja dunia itu berada dalam pikiranku. Tiap kali aku merasa ingin menjauh dari kenyataan, aku akan masuk ke dunia impianku, dimana aku bisa bermanja-manja dengan segala sesuatu yang pastinya membuatku bahagia. Namun ada kalanya aku berharap impianku itu menjadi nyata, kalaupun tidak aku tak pernah melepas keinginan untuk sekedar merasakan sesuatu yang mendekati impianku. Beberapa lama waktu berlalu, meskipun usia semakin menuntut untuk berubah menjadi lebih bijak, impian masa kecil remaja hingga dewasa yang terus menerus bertambah selalu menunggu untuk terwujud. Dan ketika saat itu memungkinkan untuk datang, emosi mendalam pun berkecamuk, tak sabar untuk merasakan kebahagiaan seperti yang kudapatkan ketika mata ini terpejam dan aku berkelana ke dunia semuku. Dan ketika impianku tak terwujud sepenuhnya, gurat kesedihan tak bisa kuhindarkan. Kekecewaan yang lebih dikarenakan karena impian yang kandas memenuhi pikiranku dan semakin membuncah menyulut emosiku yang selalu meledak-ledak. Luapan amarah yang tak jarang menyakiti orang lain pun tak kuasa kutahan. Layaknya anak kecil yang merengek-rengek menginginkan sesuatu yang tak terpenuhi, aku pun memuntahkan segalanya mencoba mencari pembenaran diri tak peduli dengan dampak emosional yang melibas sekelilingku. Dan ketika semuanya usai, barulah aku menghela nafas dalam, mulai berpikir jernih, membuka mata mengamati sekeliling dan timbullah penyesalan yang dalam. Dan aku pun berusaha untuk memperbaiki keadaan. Karena ketika emosi telah terlepas, aku menyadari betapa konyolnya diriku. Sesungguhnya aku pun tahu, impian hanyalah sebuah angan-angan yang memang dibuat untuk selalu indah. Namun salahkah aku jika ingin mengecap sedikit saja impian itu untuk menjadi nyata ? Tak bolehkan aku berharap bisa mewujudkan impianku bersama-sama ? Meskipun aku tahu semua takkan bisa menjadi seperti yang aku minta. Tapi setidaknya aku ingin semua bisa diusahakan, meskipun perlahan dan sedikit mencoba-coba hingga memerlukan waktu cukup lama, walau tak menjamin hasil akhirnya, aku yakin pada akhirnya aku lebih bahagia dengan kenyataan yang ada.

Jumat, 08 Oktober 2010

Sehari Penuh Makanan


"Jalan-jalan yukk !", tak biasanya sahabat kecilku tiba-tiba menyapa di siang hari. Namanya juga aku yang hobi banget jalan-jalan terutama belakangan ini gara-gara suntuk di kerjaan, tanpa berpikir dua kali aku langsung mengiyakan ajakan itu dengan antusias. Berhubung waktu yang terbatas, maka kami pun memutuskan untuk menghabiskan waktu seharian di kota terdekat, apalagi kalau bukan Purwokerto, kota tempatku bermukim empat tahun lamanya sekian tahun lalu. Setelah mundur satu minggu dari rencana semula, akhirnya jadilah aku dan sobat kecilku bertolak ke Purwokerto. Bukan hanya sekedar memuaskan keinginan untuk berkaraoke ria, melemaskan kaki dan tak ketinggalan berburu makanan favorit, kepergian kali ini lebih bersemangat berkat rencana dadakan dari Kyon-chan yang rupanya juga antusias untuk melepas penat di kota yang sama.
Pagi-pagi, aku sudah mempersiapkan diri dengan semangat. Tak lama kemudian, sobatku pun datang dan kami pun dengan sedikit tak sabar menunggu datangnya bus umum jurusan Purwokerto. Menit demi menit berlalu hingga setengah jam lamanya bus yang dinanti tak kunjung datang. Weitsss ada apa ini ? Semakin tak sabar aku melongok ke arah timur, masih tak kelihatan juga bus yang biasanya. Ketika matahari mulai beranjak tinggi, akhirnya datang juga bus yang dinanti. Berhubung waktu sudah semakin siang, aku dan sobatku pun memutuskan untuk naik, meskipun harus berdesakan di kendaraan yang penuh sesak. Beruntung aku mendapat tempat di dekat pintu. Meskipun harus berdiri selama kurang lebih satu setengah jam, aku bebas dari pusing dan mual yang biasanya selalu menyerang jika harus berdesakan dan kepanasan di dalam bus. Alih-alih pusing kepala, aku dan sobat kecilku asyik cekikikan melihat tingkah olah penumpang yang unik-unik. Pegal-pegal akibat harus bertahan dalam posisi yang sama dalam waktu lama nyaris tak terasa akibat kelakuan aneh penumpang lain yang mengundang tawa. "Oh andaikan bisa update status ", komentar sobatku sambil bergelayut di tepi jendela.
Akhirnya sampai juga aku di Purwokerto. Sesuai rencana kami pun langsung bertolak ke tempat tujuan utama. Menikmati dinginnya ruangan sembari menunggu kedatangan Kyon-chan, aku dan sobatku pun larut dalam keasyikan bernyanyi, tak peduli dengan suara fals ataupun salah nada^^. Setelah satu dua lagu, akhirnya yang ditunggu pun datang. Jadilah suara bernada berganti menjadi teriakan dan tawa histeris. Hmmm lama juga aku tidak tertawa lepas seperti ini. Dua jam penuh aku asyik dalam canda ditambah bonus pijatan gratis dari si 'dia' untuk sekedar mengurangi pegl-pegal di bahu akibat bergelantungan di bus. Puas menghabiskan eneg untuk berteriak dalam lagu, aku tentu bersama yang lainnya memulai tujuan lain di kota ini. Ya, apalagi kalau bukan berburu makanan favorit kami dulu ^^. Didahului dengan makanan pembuka ala barat yang murah namun enak, kami pun melanjutkan mengisi perut denganmaka siang favorit ala mahasiswa. Yup, nasi padang jalan kampus, warung makan yang sudah ada sejak aku kuliah dulu menjadi menu wajibku kini tiap kali aku bertandang ke Purwokerto. Seolah belum penuh juga, aku melanjutkan rencana awalku dengan sobat kecilku. Setelah sebentar membakar lemak dengan berjalan kaki, aku pun dengan riang menyantap seporsi es krim nan lezat. Berlama-lama memanjakan lidah dengan setiap suapan es krim yang lembut. Tak terasa haripun cepat berlalu, tiba saatnya untuk pulang. Kendati belum puas berbagi cerita dengan Kyon, meskipun masih ada tempat yang sebenarnya ingin kujelajahi, masih banyak hidangan yang ingin kucicipi lagi dan keenggananku untuk berpisah lagi dengannya ^^, mau tak mau aku harus segera pulang. Di tengah hujan deras, aku dan sobat kecilku pun kembali berdesakan di dalam bus, menempuh perjalanan pulang ke rumah masing-masing.

Jumat, 01 Oktober 2010

Borobudur



Aku masih ingat sewaktu di bangku sekolah dasar dulu, tiap kali aku melakukan perjalanan menuju kota Semarang, ketika bis sampai di lokasi tertentu aku akan dibangunkan dari tidur lelapku akibat pusing kepala tiada henti loleh ibuku. Sembari menahan mual danpening, dengan antusias aku membuka mata lebar-lebar, menempelkan wajah di jendela bis yang buram, berusaha melihat dengan jelas apa yang tersaji di kejauhan. Dengan takjub aku mengamati tumpukan batu-batu tua yang menjulang, membentuk bangunan megah nan bersejarah dan sakral bagi umat budha yang diakui sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia "Candi Borobudur". Pemandangan puncak Borobudur yang dulu terlihat sekilas, tak lebih dari satu dua menit saja demikian membekas dalam ingatan. Keinginan untuk mengunjungi candi terbesar yang terletak di wilayah kabuaten Magelang tersebut terus tersimpan, menunggu saat yang tepat untuk mewujudkannya.
Dan akhirnya, keinginan untuk menapaki lorong demi lorong di setiap tingkat Borobudur pun tercapai juga. Masih dalam suasana hari raya, sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan meskipun sedikit ogah-ogahan aku memenuhi kewajibanku untuk kembali bekerja. Hujan yang mengguyur sedari pagi semakin membuatku enggan untuk bertolak ke wilayah kabupaten sebelah. Namun keenggananku sedikit berkurang bahkan menjadi antusias dengan kehadiran seorang sahabat yang kini telah berubah 'status', siap menemaniku selama beberapa hari ke depan ^^. Perjalanan pun terasa menyenangkan, pemandangan yang yang sudah berulang kali kulihat terasa berbeda, udara dingin sehabis hujan terasa sejuk membuatku tak merasakan kepenatan yang sama seperti biasanya. Benar saja, ketika tiba di lokasi kerja dugaanku di awal libur pun terjadi. Meskipun sudah diumumkan dengan jelas, pada kenyataannya tak seorang pun yang hadir kembali untuk bekerja. Rupanya mereka masih sibuk dengan segla urusan di hari raya ! Bosan dengan kondisi yang tak ada kesibukan, aku pun membuat rencana mendadak untuk memenuhi keinginanku sejak lama, yang tak lain adalah mengunjungi candi Borobudur.
Sedikit cemas dengan cuaca yang telah memasuki musim penghujan, aku tentu saja berdua dengan teman setiaku memutuskan untuk berkendara menuju lokasi pariwisata yang terkenal itu. Jarak yang cukup dekat dari tempat kerja menjadi salah satu alasan penguat keputusanku untuk menghabiskan waktu sebelum mulai beraktivitas penuh. Tengah hari, sampailah aku di area candi Borobudur. Berhubung baru pertama kali, ritual rutinku pun terjadi lagi ^^. Berbekal petunjuk arah dan sedikit rasa sok tahu, aku pun akhirnya mengambil jalan memutar untuk menuju candi. Tawa renyah yang sempat terlepas sontak menjadi senyum masam ketika aku membeli tiket masuk candi. "Tak masuk di akal alias keterlaluan !", demikian pikirku. Bagaimana tidak terkejut jika aku harus mengeluarkan lembaran biru dan merah untuk membeli dua tiket masuk candi ! Gumam dan gerutu terutama dari mulutku terus mengikuti perjalanan kami sepanjang kurang lebih satu kilometer menuju candi. Yah, memang Brbudur adalah warisan budaya yang perlu dijaga dan dilestarikan, aku pun tak sayang untuk ikut menyumbang biaya perawatan melalui tiket masuk, tapi tidak setuju dengan nominal yang demikian tinggi ! Bagaimana bisa menarik keinginan wisatawan lokal untuk ikut mengagumi dan menumbuhkan rasa memiliki jika untuk melihatnya saja mesti merogoh kocek lumayan besar ! Tak heran jika sekali berkunjung menjadi yang terakhir kalinya, jika kondisi seperti itu tetap dipertahankan.
Niat refreshing sembari mengagumi kemegahan peninggalan wangsa Syailendra itu pun menjadi terganggu. Terlebih dengan banyaknya pengunjung di hari itu, semakin membuatku tak jenak menikmati keindahan candi. Pelataran candi yang luas membuatku terengah-engah sebelum mulai menapakan kaki di tangga batu pertama candi. Untunglah cuaca yang mendung membuat udara cukup dingin, demikian segar ketika aku menarik nafas dalam, mengisi paru-paru dengan udara baru untuk membentuk energi. Segala kejengkelan pun sedikit terobati ketika aku mulai masuk ke area candi. Berbeda dengan pengunjung lain yang langsung menuju tingkat paling atas candi dimana deretan stupa berjajar rapi mengelilingi stupa utama, aku memutuskan untuk berjalan memutar, mengelilingi candi pada setiap lantainya. Dengan segera aku terpesona dengan relief yang terpahat di dinding batu candi. Meskipun tak mengerti sedikitpun kisah yang tertuang dalam relief, dengan seksama kuperhatikan ukiran berbentuk tokoh-tokoh yang ada dalam kisah kuno. Kutempelkan telapak tanganku, merasakan dinginnya batu tua itu. Dan tak ketinggalan mencari tempat yang lengang namun indah untuk mengabadikan keberadaanku di sana. Ya, Borobudur memang ajaib, tak bisa kubayangkan bagaimana sulitnya untuk membuat dan mendirikan candi yang demikian besar disertai dengan ornamen yang rumit. Sayang, tangan-tangan jail merusak kesakralan candi Budha itu. Tak terhitung kepala-kepala patung yang hilang, membuat figur candi rusak dengan banyaknya patung tanpa kepala. Kapankah kesadaran untuk ikut menjaga warisan budaya akan terpatri di benak setiap orang ? Tak bisakah setia orang menahan keinginan mereka untuk berbuat hal yang bisa merusak peninggalan sejarah ? Mampukah kita untuk ikut berpartisipasi meskipun sedikit dalam melestarikan benda bersejarah ?
Puas berjalan-jalan hingga sampai di puncak Borobudur, aku pun beristirahat sejenak menghempaskan diri di bangku buatan di pelataran candi. Sembari menikmati satu-satunya bekal yang kubawa, aku pun asyik mengamati sekeliling. Tersenyum melihat tingkah 'narsis' pengunjung dengan gayanya yang aneh namun memikat dan mengundang ceria. Dan terpaku pada sosok tinggi besar berkulit putih dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya ^^. Tak lama kemudian, awan gelap semakin menyebar, membuatku harus beranjak, bersiap untuk menempuh perjalanan pulang. Meskipun lelah, meskipun dongkol pada akhirnya aku sampai juga di Borobudur.