Senin, 19 Juli 2010

Back

Kabar gembira menghampiriku lagi. Selain mendapati status terbarunya muncul di akun FB ku, akhirnya setelah satu bulan dua minggu The Doctor absen dari race setelah kecelakaan fatal di Mugello, lebih awal dari vonis tim medis Rossi bisa kembali tampil balapan. Meskipun cedera masih belum sembuh benar, jalan pun masih terpincang-pincang The Doctor memuai balapan pertamanya di sirkuit Jerman. Meskipun dari awal aku tak mengharapkan performa yang istimewa mengingat kondisinya, aku sangat menantikan race kai ini. Sempat khawatir tak bisa melihat penampilan pertama The Doctor setelah absen lama karena ada urusan yang tak bisa ditinggalkan, akhirnya jadi juga aku mendampingi (ceileeehhh.... ) The Doctor sejak start. Dan pekik kekaguman tak henti-hentinya mengalir dariku. Mulai dari posisi lima, The Doctor menunjukkan kepiawaiannya sebagai pembalap dengan mempecundangi lawan-lawannya. Jiwa pembalap yang agaknya demikian mendarah daging tidak menyurutkannya untuk bersaing memperebutkan podium dengan kondisi yang bisa tampil seluruh race pun sudah amat sangat bagus. Meskipun akhirnya harus kalah di tikungan terakhir, salut dan pujian terus menghujani The Doctor. Perjuangannya untuk terus menampilkan performa terbaik demikian sulit ditandingi pembalap lainnya. Tak bisa diungkiri "Race tanpa The Doctor tidaklah menarik"

Minggu, 18 Juli 2010

Weird

"Menurut sahabat I, cinta adalah guna-guna tanpa akhir, yang tidak berbanding lurus dengan waktu. Mungkin karena itulah, guna-guna nyata yang menghampiri di depan mata tak pernah disadarinya ehehe"

Petikan kalimat dari tulisan sahabat yang aktif menulis itu sontak membuatku tertawa. Sebuah kesimpulan dari ceritaku yang baru-baru kutulis di blog pribadiku ini. Benarkah bagiku cinta ibarat guna-guna tanpa akhir, dalam artian tak lekang oleh waktu ? Jika kugali kembali kenanganku selama ini, mungkin sebaris kalimat itu benar adanya. Meskipun berkali-kali aku terpesona pada lawan jenis, jika dipikir lebih lanjut semua itu tak lebih dari kekaguman sesaat saja. Buah dari kebersamaan yang dengan mudah menyesatkan rasa nyaman menjadi sesuatu yang lebih. Namun jika waktu berlalu ataupun frekuensi kedekatan semakin menurun, simpati yang salah arti pun memudar dan kadang hilang begitu saja. Dan ketika aku berjumpa lagi dengan orang itu yang sempat kukira istimewa, getaran aneh yang dulu ada saat dekat dengannya tak lagi muncul. Hanya kasih sayang antar teman dan saudaralah yang keluar dariku. Mata dan pikiran yang dulu tertutup kabut cinta semu akhirnya terbuka lebar sehingga aku bisa memandang seseorang sesuai porsinya.
Pengalaman yang tak hanya datang sekali itu mungkin menunjukkan betapa mudahnya aku mengagumi seseorang, bersimpati dengan segala kelebihannya dan merangkai gambaran ideal dalam pikiran yang tentu dibumbui sendiri oleh khayalanku yang sedikit banyak terpengaruh oleh jenis bacaanku ^^. Namun pada kenyataannya hingga kini hanya satu nama yang tak pernah hilang dan selalu kucari keberadaannya. Sosok impian yang tak pernah pudar dengan berlalunya waktu, membutakanku akan keberadaan satu yang baru. "Karena kau tidak mengenalnya, jadi kau masih penasaran ", demikian kata sahabat S. Benarkah ? yah untuk yang terakhir mungkin karena aku tak pernah mengenal dirinya, sehingga yang terbayang di mataku hanya sosoknya dengan pribadi yang disesuaikan dengan keinginanku. Tapi bagaimana dengan yang pertama ? Bertahun-tahun aku mengenalnya, tahu semua kebaikan dan keburukannya. Dan itu semua makin membuatku terjerat olehnya dan sosoknya masih bercokol di hatiku. " Just open your heart ", demikian nasehat dari sahabatku yang lain (K) ketika aku bercerita betapa bodohnya diriku yang selalu menunggunya.
"Kau mungkin lebih edan dariku ", tulis sahabatku dan tak lupa menyertakan ikon smile. Hmm...gilakah jika aku terus memikirkan orang itu ? Entahlah, yang jelas aku tak merasakah itu sebuah kesalahan karena aku tak menyakiti siapapun kecuali diriku sendiri dan aku pun menikmatinya. Meskipun tak jarang aku terpuruk, perasaan itu selalu mendampingku setiap harinya dan selalu membuatku tersenyum dalam mimpi sekalipun. Bagaimanapun benar kata sahabatku, aku tak bisa terus setia pada dia yang tak ada. Dan mulai harus menyadari guna-guna yang ada di depan mata ^^. Uhmm kapankah guna-guna itu datang ? Aku tak sabar untuk menghilangkan kebodohan ini.

Rabu, 14 Juli 2010

Broken

"Dia OL tuh !", sebaris kalimat di luar topik muncul ketika aku dan seorang teman tengah berbagi saran. Spontan aku mencari nama yang terdiri dari dua kata tersebut di antara sekian nama yang tengah online di situs jejaring Facebook. Dan betapa terkejutnya aku ketika tidak menemukan nama itu. "Mana ?!!!", teriakku dalam kata. " Itu.....!!!", jawab teman yang kutanya. Sekali lagi kutelusuri deretan nama-nama dan sekali lagi aku tak bisa menemukan nama itu. Detik itu juga beribu tanya muncul dalam benakku mengikuti sekilas perih yang menusuk hatiku. Mengapa dan mengapa hanya itu yang kutanyakan, dan hingga kini pun aku tak bisa menemukan jawaban. Kegembiraanku ketika membaca status terbarunya saat itu harus menguap digantikan dengan kekecewaan atau lebih tepatnya sakit hati ketika mengetahui namaku telah hilang.
Kilasan beberapa tahun yang lalu pun terbayang satu persatu, membuatku tak bisa memejamkan mata malam itu. Pertemuan pertama yang biasa saja bahkan nyaris tak berkesan, hingga suatu ketika getaran aneh merasukiku ketika menyadari tatapan matanya yang terarah padaku. Dan sejak itu, perasaan yang istimewa tentang dia semakin bertambah di hatiku seiring dengan semakin seringnya beradu pandang yang ternyata baru ku sadari sekarang bahwa itu bukanlah suatu kebetulan. Aneh memang, bahkan aku sendiri tak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Yang kutahu hanyalah setiap kali aku menyadari kehadirannya, detak jantungku semakin cepat. Rona merah yang dengan lihai kusembunyikan dari teman-temanku muncul dari wajahku ketika kami saling memandang meski dari kejauhan. Kebahagiaan absurd ketika hari itu aku mengenakan baju dengan warna yang sama dengannya dan menganggapnya sebagai suatu kebetulan romantis. Kegilaanku untuk menggali informasi tentang dirinya yang untunglah didukung sepenuhnya oleh sahabatku. Kekecewaan berujung tangisanku ketika mendapatkannya tengah merajut kasih dengan yang lain. Sungguh suatu kejadian di luar logika mengingat aku dan dia tak pernah saling mengenal apalagi bertegur sapa, namun jalinan berlatar simpati berujung kasih mengikatku dengan erat. Tak heran ketika aku membaca namanya di daftar mahasiswa yang kan segera meninggalkan kampus, seketika air mataku meleleh, menyadari bahwa tak lama lagi aku tak bisa melihatnya lagi. Tak kan lagi menunggu kedatangannya dengan gelisah, tak ada lagi pandangan-pandangan singkat ketika kami berpapasan, tak bisa lagi menantikan sosoknya yang anggun berjalan dengan menenteng tas di pundak menaiki tangga, menyusuri jalan sempit menuju gedung tua yang sejuk.
Dan kini setelah sekian lama berlalu, dan aku menemukan kembali sosoknya meski hanya sebatas dunia maya, perasaan itu kembali datang. Masih kuingat jemariku bergetar ketika memutuskan untuk mengirimkan permintaan pertemanan. Kehangatan mengingat kenangan indah masa lalu tak berkurang meskipun aku tahu dia sudah terikat dengan orang lain. Harapanku hanyalah aku bisa menjalin pertemanan dengannya sekarang, setelah dulu aku dan dia tak pernah saling mengenal. Dan kini harapan itu harus kandas,hanya dengan sebuah gerakan kecil tangan menekan tombol. Mengapa dia melakukan itu padaku ? Bukankah aku tak pernah menyapanya ? Bukankah aku tak pernah mengenalnya ? Apa alasannya mengacuhkanku dan menerima yang lain ? Siapakah yang bisa memberi jawaban ?
"Mungkin dia tahu ",demikian kata temanku. Benarkah dia tahu ? Andaikan dia tahu mengapa tidak sejak awal mengacuhkanku. " Yah karena kau menusuk hatinya ", jawab temanku. Oh andaikan dari dulu aku tahu, bahwa aku menusuk hatinya bukanlah hanya khayalanku semata, pasti aku akan berusaha mengejarnya. Seandainya aku mempercayai firasatku, andai aku berani untuk memulai mungkin cerita akan lain. Namun rupanya aku dan dia tidak tersurat untuk cerita yang lain. Meskipun demikian aku tak menyesal telah mengenalnya, karena jika boleh mengutip sebuah syair lagu bahwa cinta tak akan pernah salah. Fiuhhhh....penyesalan memang selalu datang terlambat. Saat ini aku tak ingin lagi mengulang kesalahanku untuk yang kesekian kalinya. Andaikan suatu hari nanti aku menemukan kembali sosok seperti dirinya, beranikah aku untuk mengejarnya ? Adakah seseorang yang akan datang untuk mengisi ruang hatiku yang kini kosong? Yang jelas aku tak mau lagi memenuhi anganku dengan harapan semu, betapa aku menginginkan sebuah jawaban yang pasti.


Selasa, 13 Juli 2010

Touring Tahap Satu






"Ada tanggal merah hari Sabtu", satu kalimat dari ketikan tangan berlabel "gkwee" mencetuskan ide spontan untuk berlibur bersama. Tak dinyana gagasan yang semula terlihat mentah dan sulit dilakukan itu semakin serius dibahas anggota kelompok yang menamakan diri "Bala Kurawa" (alasan di balik nama tersebut bisa dikonfirmasi ke ''Si Mbah" ^^). Beberapa kali mengadakan konferensi via aplikasi YM, lahirlah sebuah keputusan bertajuk bertemu kembali sobat lama dengan efek samping wisata kuliner yang mengambil lokasi kota di Jawa Barat tersebut. Berhubung saat ini personel Bala Kurawa terpencar-pencar cukup jauh, jadilah Cirebon, kota kelahiran sekaligus kediaman personel Puri Diajeng yang demikian menggemari 'manga' seperti dedengkot Bala Kurawa dan turut bergabung dengan kelompok ini sejak menemukan hobby sama, yang notabene berada di titik tengah posisi anggota kelompok lainnya dipilih sebagai tempat untuk reuni kecil-kecilan ini. Kebetulan pula tak seorang pun dari kami pernah lebih dari mampir di stasiun Cirebon jika menggunakan jasa kereta api untuk berpergian melintasi batas propinsi. Ajakan untuk bergabung dalam acara wisata kuliner di Cirebon inipun segera disebar, sebisa mungkin mengumpulkan kesediaan teman-teman lama untuk ikut berkumpul selama dua hari dua malam di Cirebon.
Mendekati hari H, konferensi pun semakin sering digelar. Dipandu oleh sang tuan rumah 'Kyonkichi_soma", agenda selama dua hari di Cirebon pun dirancang. Sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang hanya sebentar untuk bisa berkeliling Cirebon, mengunjungi loksi wisata dan kebudayaan setempat dan tak lupa mencicipi kuliner khas Cirebon yang santer terdengar. Rencana yang demikian matang mulai dari transport, daftar kunjungan lokasi yang tak boleh dilewatkan hingga item buah tangan yang wajib dibawa nyaris saja berantakan seminggu sebelum tanggal keberangkatan. Lampu hijau di akhir bulan Juni sempat berubah kuning menjelang detik-detik tanggal sepuluh Juli. Beruntung satu dua hal yang riskan membatalkan keikutsertaan masing-masing personel berhasil diatasi. Dan meskipun terjegal masalah transportasi yang demikian padat gara-gara bertepatan dengan berakhirnya masa liburan, kami bertujuh tiba sesuai jadwal urutan keberangkatan dari lokasi masing-masing.
Hari Senin, empat hari sebelum tanggal 9, aku yang semula ragu untuk ikut gara-gara masalah teknis di pekerjaan akhirnya nekat untuk berangkat dengan segala resiko. Sayang, kepastian dari yang lain tak datang bersamaan dengan keputusanku. Wahasil tiket kereta pun melayang, membuat aku dan teman-temanku pontang-panting membuat rencana B untuk mencapai Cirebon. Kamis, sehari sebelum waktu dimulainya petualangan bersama membuatku gelisah sepanjang waktu. Membaca historical romance, mendengarkan musik klasik tak mampu membuatku terlelap, kegiatan mengumpukan tenaga yang wajib dilakukan agar siap menempuh perjalanan jauh dan berkeliling di kota yang lumayan besar itu. Hari Jumat yang serasa lama datangnya pun membuatku tak jenak mengerjakan tugas rutin sebelum absen sehari dari pekerjaan. Dan akhirnya tiba saatnya untuk berangkat. Bersama sobat lama semenjak ABG, aku merangsek ke kereta Sawunggalih malam, rela membayar lebih demi mendapatkan dua bangku kosong di gerbong restorasi. Keterlambatan jadwal kereta yang menjadi agenda wajib di Indonesia membuatku 'bad mood', kelelahan harus duduk dua jam lebih lama di bangku tak bersandaran dari yang seharusnya. Untunglah dua jam pertama kami habiskan dengan bercanda dengan petugas kereta api tambun yang ramah dan lucu itu. Sisanya kami habiskan dengan menyandarkan punggung di dinding kereta, menikmati alunan lagu dari perangkat masing-masing tak henti-hentinya melirik hp yang menunjukkan lokasi yang sedang dilalui. Dini hari kereta pun sampai juga di stasiun Cirebon. Kantuk yang semula ganas menyerang seketika lenyap, digantikan tawa lebar melihat Kyon dan Sasuke yang duduk meringkuk dengan tampang lelah menunggu kedatangan kereta kami ^^. Tanpa menunggu lebih lama, kami berempat pun berjalan kaki menuju tempat menginap selama dua hari di Cirebon. Jalanan yang sepi membuatku leluasa untuk menikmati pemandangan malam pertama di kota ini. Antusiasme akan dua hari yang menyenangkan pun mengusir kelelahanku. Berjumpa lagi dengan Gkwee setelah setahun tidak bertemu muka, bisa mencubit langsung pipi tembem si Kyon menjadi puncak kegembiraanku di kota ini. "Kamu jadi manja waktu ketemu Gus Dur", demikian komentar Desi sahabatku sejak sekolah dasar. Yah, Gus Dur panggilan unik ala Bala Kurawa kepada seorang anggotanya yang terkenal ramai memang menjadi sasaran utamaku untuk ikut travelling kali ini. Geregetan gara-gara lebaran kemarin tidak sempat ketemu, membuatku nekat untuk mangkir dari pekerjaan dengan sederet alasan klasik yang bisa diterima ^^. Betapa kangennya aku mendengar gelak tawanya yang menggelegar, dan kami pun tak peduli mengganggu tidur anggota lain yang sudah tiba lebih dulu dengan cekikikan dan celotehan tak jelas alurnya.

Keesokan harinya, meski mata masih belum bisa terbuka lebar, aku menyiapkan diri untuk berkeliling kota Cirebon. Klenteng menjadi tujuan pertama kami atau lebih tepatnya tujuan khusus ku dan Si Mbah Kaka yang entah kenapa begitu menggandrungi arsitektur klenteng, tempat beribadah warga keturunan itu. Sayang, seseorang yang agak tidak waras menjadi penjaga gerbang yang dengan entengnya meminta sedekah untuk membeli lintingan tembakau. Dengan hati dongkol kami pun mengalihkan tujuan pertama ke bangunan tua yang menurut Kyon adalah sebuah pabrik rokok zaman dulu. Bangunan cukup besar itu pun menjadi sasaran pertama untuk memuaskan narsis yang selalu muncul jika mengunjungi tempat asing yang menarik. Usai mengabadikan beberapa gambar sebagai tanda bahwa kami pernah disana, kami bertujuh melanjutkan perjalanan menuju keraton Kanoman. Ya Cirebon merupakan wilayah tepat Sunan Gunung Jati menyebarkan ajarannya sekaligus membangun dinasti kerajaan Islam yang kini terbagi menjadi tiga kasultanan yaitu Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan.
Menempuh perjalanan menuju keraton, memberi kesan tersendiri di pikiranku. Membelah kerumunan orang di pasar Kanoman yang terletak di depan keraton yang kami tuju, tak terhitung berapa kali kami didekati oleh kaum peminta-minta. Ternyata benar juga kata Ibuku " Disana banyak pengemis". Semula aku kurang begitu percaya, masa iya sebuah kota yang baru saja mendapat gelar Adipura itu dipenuhi peminta sedekah yang mengganggu kenyamanan wisatawan. Dan kini setelah mengalami sendiri, barulah aku bisa berkomentar. Betapa sayangnya sebuah kota bersejarah harus dinodai oleh sekelompok kaum papa yang demikin gigih mengejar sekeping koin atawa selembar uang kertas untuk menyambung hidup. Dimanakah peran pemerintah setempat yang seharusnya melaksanakan pasal 34 ayat 1 UUD 45 ? Gambaran akan keraton yang kubayangkan selama ini ternyata jauh berbeda dengan apa yang terpapar disana. Keraton yang notabene istana para raja dalam bayanganku adalah sebuah bangunan tua nan megah. Lebih-lebih karena aku pernah mengunjungi keraton lain di wilayah istimewa yang kental dengan aroma darah biru nan agung, membuatku tercengang ketika menapaki gerbang keraton Kanoman. Bangunan yang kurang terawat, tembok yang meninggalkan lubang bekas artefak kuno yang hilang dicungkil oknum tak bertanggung jawab, koleksi pusaka yang berdebu dan terlihat tak tersentuh alat kebersihan membuatku miris. Betapa masyarakat setempat kurang menghargai sejarah yang menjadi akar budaya salah satu wilayah Indonesia ini. Keadaan menjadi lebih baik, ketika kami berpindah ke keraton Kasepuhan. Keraton terbesar yang ditandai dengan bangunan bata merah tersebut lumayan terawat baik. Adanya abdi dalem keraton yang bertugas sebagai 'guide' membawa pengunjung berkeliling keraton, menjelaskan riwayat setiap bangunan dan benda-benda peninggalan yang ada. Namun sekali lagi, kami harus terganggu dengan banyaknya kotak-kotak amal yang disediakan di setiap bangunan yang kami kunjungi ! Bahkan ada lebih dari dua kotak amal dalam satu bangunan. Bukannya kami tidak mau untuk sekedar memberikan sumbangan untuk membantu biya perawatan, namun desakan oleh penjaga gedung untuk meninggalkan 'saweran' seikhlasnya membuat kenyamanan kami dengan pelajaran singkat tentang Cirebon terganggu. Siapakah yang berhak melakukan pembenahan di bidang ini ? Mengapa tidak segera diambil tindakan bijak untuk meningkatkan pengunjung di lokasi wisata sejarah potensia ini ?
Tak terasa hari pun berlalu dan dengan segera berganti malam. Kaki terasa pegal setelah seharian berjalan, dan perut kenyang usai mencicipi berbagai kuliner khas Cirebon nan menggugah selera. Malam pun dilalui dengan kembali bercengkerama di kamar hotel yang ditempati bersama. Bangun di tengah malam untuk menyaksikan perebutan tempat ketiga. Mendengar dengkur lelah mereka yang tidur dengan lelap, tak peduli akan teriakan 'goal' dari mulut Kyon. Walhasil, bangun kesiangan pun tak terhindarkan ^^. Minggu yang cerah kami habiskan untuk berburu buah tangan ala Cirebon. Menguras kantong dengan begitu cepatnya kalau tidak ingat untuk sedikit mengerem keinginan mengingat bulan ini masih panjang ^^. Dan waktu pun bergerak cepat, tiba saatnya kami harus berpisah,kembali ke rutinitas masing-masing. Meskipun masih kurang puas berkumpul lagi dengan Bala Kurawa, aku dan juga yang lain harus kembali ke kewajiban masing-masing. Dua hari menyenangkan itu akan selalu membekas di hatiku. Dan kami pun bersiap menyusun rencana touring berikutnya, menjadi penjelajah tanah air dengan sobat-sobat kental. Membahagiakan diri dengan berpetualang bersama. Sebuah gagasan indah dan bermanfaat untuk menyegarkan hati dan pikiran.