Sabtu, 25 Juli 2009

Tamu Dari Bali

Penat yang melanda sekujur tubuh setelah seharian beraktivitas membuatku jatuh tertidur di tengah kebimbangan akan kepastian kedatangan seorang sahabat. Begitu terbangun waktu sudah menunjukkan pukul setengah tujuh lewat, dengan heran aku menyambar handphoneku siapa tahu ada kabar terbaru. Ternyata tidak ada, akhirnya aku pun menekuri baris-baris kalimat dalam novel New Moon yang tengah kubaca. Saking asyiknya mengikuti petualangan Bella Swan bersama werewolf membuatku tak menyadari kedatangan sosok yang telah ditunggu sejak tadi. Terganggu bayangan yang membuat tulisan dalam novel menjadi buram membuatku mendongak dan olala ternyata si tamu dari Bali sudah sampai.
Setelah berbasa-basi sebentar alias menodong oleh-oleh ^^ kami pun memutuskan untuk berjalan-jalan. Maklum kondisi tidak memungkinkan untuk mengobrol di rumah sementara bahan obrolan sudah tidak bisa ditahan dan menyerempet ke hal-hal krusial yang akhir-akhir ini selalu diperbincangkan lewat telepon. Kebetulan aku belum menyantap jatah makan malam, tak lama kemudian kami pun berjalan pelan menyusuri satu-satunya jalan utama yang membelah melintasi kota. Meskipun tergolong kecil dan belum bisa dikategorikan sebagai kota, jalan-jalan di malam hari menjadi kesenangan tersendiri. Sinar lampu jalan menerangi lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang sibuk dengan aktivitas masing-masing. Harum aneka masakan dari warung-warung tenda yang berderet di sepanjang jalan menggugah selera, membuatku sulit menentukan pilihan untuk menyambangi salah satunya.
Perjalanan pun tiba di penghujung deretan kaki lima, akhirnya aku mantap untuk mencicipi lezatnya mie rebus yang terkenal enak dengan harga terjangkau di sini. Sahabat yang semula enggan pun tergoda untuk ikut bergoyang lidah, tak tahan mencium aroma yang menguar dari penggorengan ^^. Perbincangan pun terus mengalir di sela-sela nikmatnya sajian serba hangat nan menggoda.
Ah, lega rasanya ketika berhadapan langsung, saling membagi cerita dan meminta pendapat. Keraguan dan kekhawatiran akan suatu hal sedikit berkurang setelah saling berkomentar tentang perjalanan hidup. "Tidak ada kata terlambat", katanya. Yah, waktu memang terus berjalan, namun suatu saat pasti akan tiba masa seseorang menemukan jalan hidupnya. Tak terasa malam pun semakin larut. Malam pun berakhir dalam gelak tawa ketika berbagi cerita lucu diriku yang ketiban sial ^^, menjajal oleh-oleh khas Bali yang membuatku kecanduan dan waktu menunjukkan pukul duabelas malam ketika aku sudah tak bisa menahan kantuk yang menyerang.

Selasa, 21 Juli 2009

Indonesia Berduka Lagi

"Teroris harus dihukum mati dua kali. Pertama sudah membunuh orang tak berdosa. Kedua MU jadi batal ke Jakarta !!!!!!"
Sebaris pesan singkat dari seorang sahabat membuatku semakin miris. Ketenangan selama beberapa waktu sejak teror bom terakhir terusik dengan meledaknya bom bunuh diri di dua tempat dalam waktu yang hampir bersamaan. Di tengah kegelisahan menantikan laga antara MU dengan timnas Indonesia All Star, di antara hiruk pikuk hasil Pilpres yang penuh masalah tak dinyana guncangan teror bom kembali terjadi. Kaget dan tak percaya kurasakan ketika seorang teman memberi kabar berita duka tersebut. Benar saja, hingga hari ini headline di berbagai media menampilkan kronologis, imbas dan perkiraan motif di balik pengebomam tersebut. Kutukan yang pernah terlontar ketika teror serupa terjadi di Bali kembali mencuat dari kubuk hatiku. Empati akan banyaknya korban yang berjatuhan membuat kemarahanku akan si pelaku semakin berkobar.
Ya aku tak pernah mengerti mengapa seseorang demikian tega untuk melakukan perbuatan terkutuk itu. Menorehkan luka di hati orang-orang tak berdosa, memperkeruh dan merusak ketenangan di tengah kondisi damai. Menyimak sekelumit keterangan mengenai pelaku yang diduga terlibat dalam jaringan JI, mengingatkanku akan tiga gembong teroris yang telah dieksekusi. Muak selalu kurasakan jika teringat kalimat-kalimat nyinyir yang keluar dari mulut tiga terdakwa mati tersebut. Ya, menurutku tidak pada tempatnya mereka mengatasnamakan Tuhan ketika membantai orang-orang yang tak bersalah. Sungguh, aku tak mengerti jalan pikiran pelaku ketika mereka membenarkan diri dalam keyakinan untuk mati syahid. Aku semakin tak mengerti ketika mengetahui pelaku bom bunuh diri justru berasal dari kalangan yang dikenal beriman oleh masyarakat sekitar. Mungkin aku belum bisa berada di posisi menilai dari sudut religi, namun jika menyimak pernyataan-pernyataan pemuka-pemuka agama aku merasa lega karena pada dasarnya pendapat mereka sama, mengutuk dan tidak ada pembenaran atas keyakinan pelaku yang mengharapkan surga. Bukankah membunuh diri sendiri adalah dosa yang tak termaafkan ? Ditambah menghilangkan nyawa orang lain yang tak berkaitan, meninggalkan penderitaan bagi keluarga yang bergantung pada mereka, apanya dari semua itu yang dinilai benar di mata Tuhan ?
Ah, mengapa harus terjadi di tanah air tercinta ini ? Di tengah kemerosotan dan upaya untuk mengembalikan citra bangsa di mata dunia justru terjadi hal yang kembali mencoreng nama Indonesia. Jangan heran jika peringatan untuk tidak berkunjung ke Indonesia digalakkan kembali. Amatlah wajar jika tim sebesar Manchester United mengurungkan niat untuk bertandang ke Senayan, apalagi mengingat hotel yang sedianya menjadi tempat mereka menginap menjadi sasaran bom. Inikah yang diinginkan para pelaku ? Menghancurkan kepercayaan dunia terhadap stabilitas Indonesia ? Tidakkah mereka berpikir jauh ke depan imbas perbuatan mereka yang lebih merugikan rakyat biasa ? Lihatlah kekecewaan penggemar MU yang jauh-jauh hari memimpikan melihat tim kesayangannya secara langsung. Lihatlah tampang kalah pedagang souvernir yang tak jadi menangguk untung di tengah sulitnya mengais rupiah. Dan yang paling menyakitkan, lihatlah tangis dan pandangan khawatir akan masa depan para korban baik yang selamat atau yang ditinggalkan anggota keluarga. Semoga tidak pernah ada lagi kejadian tragis ini. Semoga tidak ada lagi korban yang tertipu kalimat indah kelompok makar yang bertujuan merusak kedamaian. Ingatlah akan keluarga, ingatlah akan sesama dan ingatlah akan keyakinan yang tak mungkin menyesatkan jika dijalankan dengan benar.

Sabtu, 18 Juli 2009

Eksotisme Vampir


Sebetulnya sudah sedari tahun lalu seorang teman merekomendasikanku untuk membaca novel roman berjudul Twilight. Namun berhubung keuangan masih terbatas, waktu itu aku tidak serta merta mengiyakan untuk menambah koleksi dengan novel bergenre roman tersebut. Apalagi setelah bertanya kepada 'master' novel yang selalu menjadi acuanku untuk membaca ataupun mengoleksi sebuah buku, semakin mantap pula aku memutuskan untuk menempatkan Twilight ke nomor buntut dari sekian daftar tunggu bacaan yang bakal menjadi penghuni rak bukuku. Sejujurnya waktu itu aku sempat merasakan dorongan kuat untuk segera membawa buku itu ke meja kasir. Ya, aku yang saat itu sedang gemar dengan fiksi tentang vampir berkat serial Darren Shan, tertarik ketika membaca ringkasan yang tertera di cover belakang buku terjemahan Twilight tersebut. Namun akhirnya aku urung membeli ketika sang master menggambarkan tipe novel tersebut. Maklum, akhir-akhir ini aku sedang bosan menambah koleksi buku-buku love strory yang termasuk kategori ringan. Tentu itu akibat pengaruh master yang doyan fiksi dengan tema cerita yang di luar kebiasaan namun pada kenyataannya banyak disukai pembaca buku di mana pun.
Pada akhirnya aku berhasil membujuk temanku yang keranjingan novel ala Harlequin untuk membeli seri lengkap buku karangan Stephany Meyer tersebut. Tersenyum puas akhirnya keinginanku untuk membaca karya asli yang telah difilmkan ini terkabul dengan gratis pula ^^. Bab-bab pembuka kulalui dengan cepat, dan dengan cepat pula aku kesengsem dengan figur Edward Cullen, tokoh utama buku ini yang diceritakan adalah seorang Vampir. Baru kali ini aku benar-benar memahami kekaguman sahabatku akan tokoh vampir. Tak dipungkiri jika keterpesonaaanku akan sosok Edward dipengaruhi oleh versi film yang diperankan dengan baik oleh aktor ganteng jebolan Harry Potter ^^. Ketika membayangkan sosok Edward yang dideskripsikan sebagai cowok nan sempurna otomatis di benakku terbayang wajah Robert Pattinson. Semakin jauh membaca aku semakin tepesona dengan karakter Edward (baca : vampir) yang demikian elegan, kuat dan misterius. Aku jadi ingat ucapan sahabat yang mengatakan bahwa vampir itu seksi ^^. Ya, kini aku paham akan jalan pikiriannya. Kemisteriusan vampir yang telah melegenda dengan mitos-mitosnya memak menarik untuk disimak. Sebuah fiksi yang terasa benar menghidupkan karakter penghisap darah itu menarik utnutk diolah dalam berbagai versi. Uniknya sosok vampir yang pada kenyataanya adalah makhluk malam yang hidup di gua tersebut digambarkan nyaris serupa dalam berbagai kisah. Perbedaan mengenai vampir hanya berkisar seputar sifat dan karakter tentang vampir. Sedangkan mengenai penggambaran fisik vampir nyaris sama. Vampir dikatakan sebagai sosok manusia yang kuat, berkulit pucat, dengan lingkaran gelap di mata dan kehausan akan darah sebagai menu santapan utama. Hampir di setiap kisah tentang vampir yang kubaca, tokoh yang tergolong dalam kategori makhluk penghisap darah ini selalu menjadi pusat perhatian dengan penampilannya yang misterius. Hanya saja di buku tetralogi milik Meyer ini tokoh vampir digambarkan dengan berlebihan. Luar biasa tampan dan cantik dengan tubuh sempurna semakin mengukuhkan daya tarik vampir yang sebenarnya berbahaya bagi manusia tersebut. Tak heran jika Twilight begitu 'booming' baik buku maupun filmnya meskipun jalan cerita tergolong datar dan biasa-biasa saja. Bagaimanapun saat ini aku layaknya Bella Swan, mabuk dengan pesona Edward Cullen sang vampir baik. Dan beberapa hari ini pun kulalui dengan menyimak kata demi kata dari novel yang berakhir pada buku keempat Breaking Dawn.

Selasa, 14 Juli 2009

Back To School

Liburan sekolah akhirnya usai. Anak-anak sekolah dari berbagai tingkatan terlebih orang tua mereka sibuk mencari perlengkapan dan mendaftarkan putra-putri mereka di sekolah-sekolah terbaik. Program pemerintah yang mencanangkan sekolah gratis hingga tingkat SMP menjadi isu paling santer di dunia pendidikan. Orang tua yang mempunyai anak-anak usia SD-SMP pun bersuka cita dengan keputusan tersebut. Beban pendidikan akhirnya bisa berkurang dengan bentuk realisasi 20% anggaran pendidikan tersebut. Namun lagi-lagi indikasi terjadinya pelanggaran mengenai aturan gratis tersebut mulai tercium. Satu persatu laporan mengenai pelanggaran biaya pendidikan masuk ke tangan dinas. Mulai dari ditolaknya seorang anak di daerah Jatim karena tidak sanggup membayar uang masuk hingga sistem 'sogok' agar bisa masuk ke sekolah unggulan.
Tanpa bermaksud membela salah satu pihak sebagai seseorang yang pernah berkecimpung di dunia pendidikan kiranya cukup pada tempatnya jika aku mencoba membedah program sekolah gratis ini. Jika dipikir lebih jauh guna merealisasikan sekolah yang benar-benar gratis itu sangatlah sulit. Terlebih bagi sekolah swasta, masih jauh dari harapan untuk menggratiskan biaya pendidikan. Pemerintah memang mengucurkan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) namun jika dihitung secara rinci dana yang hanya sekian puluh ribu per kepala tersebut tidak cukup untuk biaya operasional bulanan sekolah. Meski dihitung secara hemat dan cermat BOS tida mencukupi untuk kebutuhan harian macam alat tulis, buku pelajaran, alat peraga biaya perawatan komputer, bahan-bahan laboratorium, honor guru tidak tetap dan biaya pelatihan baik untuk guru maupun siswa. Belum lagi pencairan dana BOS yang harus menunggu setiap tiga bulan sekali. Maka tak heran jika sekolah menarik pungutan yang acapkali disamarkan sebagai sumbangan ini itu. Tanpa berpikir negatif terlebih dulu, berdasarkan pengalamanku dulu sumbangan tersebut digunakan untuk menutup kekurangan biaya yang mau tidak mau harus dilakukan. Meskipun kadang terasa berat mengingat kondisi ekonomi orang tua yang pas-pasan, langkah tersebut tetap diambil tentu dengan pertimbangan dan memberi keringanan pada mereka yang benar-benar tidak mampu. Pada sekolah yang multi latar belakang ekonomi, masih bisa dilakukan sistem subsidi silang sehingga bisa meringankan beban ekonomi lemah. Namun bagi sekolah yang sebagian muridnya berasal dari menengah ke bawah, perangkat sekolah harus putar otak agar kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung dan mampu menghasilkan siswa-siswa berprestasi. Kadang guru honorer pun harus menerima gaji di bawah standar dan tidak dibayarkan tepat pada waktunya.
Demikianlah situasi pendidikan di tanah air. Di satu pihak banyak sekolah yang sekarat karena kekurangan murid. Di lain pihak sekolah kebanjiran peminat hingga rela melakukan suap demi mendapatkan satu kursi di sekolah tersebut. Terlebih dengan dilakukannya UU BHP yang seolah melegalkan institusi pendidikan menarik sumbangan dengan dalih demi kelangsungan sekolah. Rasanya anggaran 20% tidak menjamin semua anak Indonesia bisa mengenyam bangku sekolah hingga perguruan tinggi. Lihat saja kondisi sekarang, meskipun ada embel-embel sekolah gratis tetap saja mereka yang tidak mampu sulit untuk bisa menjadi siswa. Biaya pendidikan terutama di perguruan tinggi semakin meningkat dari tahun ke tahun. Mulai dari kurikulum yang selalu berganti yang berimbas pada bergantinya buku-buku materi pelajaran, hingga dana khusus yang tak sedikit jika ingin bersekolah di tempat bonafid dan bertaraf nasional hingga internasional. Bagaimana mungkin mutu pendidikan kita bisa lebih baik jika bibit-bibit unggul di daerah terhalang oleh biaya ketika ingin menimba ilmu. Agaknya pendidikan perlu dibenahi lagi bagi pemerintahan yang baru kelak. Bukan hanya sekedar gratis, namun memastikan bahwa semua anak bisa menuntaskan wajib belajar dengan layak dan memuaskan demi meningkatkan kualitas SDM kita.

Sabtu, 11 Juli 2009

Satu Putaran

Akhirnya tiba juga saatnya Indonesia menjalankan Pilpres secara langsung untuk kedua kalinya. Hari pencontrengan Pilpres ini pun menjadi hari yang kutunggu, bukan saja karena ingin menyalurkan aspirasi melainkan juga hari itu sekaligus merupakan hari libur nasional. Sayangnya rencana libur yang telah kususun berantakan sebelum waktunya gara-gara keputusan atasan untuk tetap menjalankan aktivitas seperti biasa. Jadilah hari itu pagi-pagi benar aku berangkat ke TPS, antisipasi antrian panjang supaya tidak terlambat masuk kerja. Sayangnya, meskipun aku datang tepat waktu, tetap saja aku harus menunggu setengah jam untuk menggunakan hak pilihku yang hanya berlangsung kurang dari lima menit.
Meskipun KPU belum mengumumkan secara resmi pemenang Pilpres kedua ini, berdasarkan hasil hitung cepat dari berbagai lembaga survei telah menunjukkan kesamaan hasil akhir yang merujuk kemenangan telak salah satu capres. Mengingat pileg lalu, hasil quick count tidak berbeda jauh dengan hasil perhitungan manual KPU, maka hampir bisa dipastikan capres incumbent melanjutkan pemerintahannya untuk lima tahun ke depan. Rupanya anjuran untuk Pilpres sekali putaran berhasil juga yang berarti menghemat dana sekian triliun yang notabene bisa digunakan untuk kepentingan mendesak lainnya.
Sebuah kemajuan yang menguntungkan bagiku di tempat kerja membuatku lebih kerasan menghabiskan waktu delapan jam setiap harinya di sana. Sehari lalu, di antara aktivitas rutin membaca harian yang baru dua bulan ini berlangganan, aku menemukan sebuah artikel menarik mengenai jalannya pilpres di Indonesia. Tulisan berupa hasil wawancara dengan seorang dosen psikologi UI ini membedah jalannya pilpres dan menganalisa penyebab suksesnya pilpres satu putaran. Menurut beliau tidak ada tantangan dalam pilpres kali ini. Hal ini dibuktikan dengan hasil survei sebelum dan sesudah pilpres yang tidak berbeda jauh. Artinya upaya tim sukses dalam berkampanye baik melalui media iklan, terjun ke lapangan dan penampilan dalam debat tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan memilih. Sejak awal masyarakat telah menetapkan pilihan, dan publikasi visi misi serta taburan janji hanya mempertegas pilihan mereka terhadap satu pasangan calon. Sebagian pemilih lebih menggunakan kriteria personal dalam menentukan pilihan. Hanya sekitar 20 % dari mereka yang mendedah visi misi calon sebelum memilih. Maklumlah menurut survey yang telah dilakukan persentase pemilih adalah ibu rumah tangga dan putra putri yang dianggap kurang mengerti ranah politik. Tak heran jika mereka memilih berdasarkan pribadi yang sesuai dengan kriteria pemimpin ideal.
Beliau menyatakan bahwa di Indonesia belum sepenuhnya bisa menilai calon pemimpin berdasarkan kinerja mereka. Walhasil dari muka-muka lama yang mencalonkan diri mereka lebih memilih pada pasangan calon yang dirasa paling bisa menciptakan kondisi yang nyaman.
Yah, apapun hasilnya ini adalah hasil pilihan rakyat. Sebaiknya pihak yang menang tidak merendahkan yang kalah, sebaliknya pihak yang kalah musti bersikap 'legawa'. Pada akhirnya sebuah tugas besar menanti pemerintahan yang baru untuk segera memulihkan situasi yang belakangan ini semakin memburuk. Tentunya rakyat menjatuhkan pilihan mereka dengan harapan pemerintah baru merealisasikan janji-janji mereka tidak hanya sekedar bagi-bagi kursi di pemerintahan.

Rabu, 08 Juli 2009

You're Not Alone


Kesepian menjadi musuh alami yang timbul dari diri sendiri. Kesuksesan, kepopuleran tak menjamin seseorang untuk tidak mengalami sepi meski hanya sekali. Kira-kira seperti itulah yang dirasakan oleh King of Pop menurut biografi yang dilansir dari berbagai media. Yah, setelah dua pekan kontroversial akhirnya sang legenda MJ diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya. Begitulah meski harus melawan kantuk dan penat, aku dengan setia mengikuti MJ Funeral yang digadang-gadang bakal melebihi prosesi pemakaman Lady Di. Benar juga, acara yang ditayangkan hampir oleh seluruh stasiun televisi swasta ini berlangsung begitu megah layaknya penghormatan terakhir bagi sang raja. Artis-artis ternama bergantian membawakan elegi dan menyanyikan lagu-lagu almarhum sebagai kenangan akan kisah sukses sang legendaris. Puluhan ribu penggemar dengan semangat mengelu-elukan nama idola mereka. Aku pun tak kuasa menahan tangis ketika melihat dan mendengar kata perpisahan dari putri tercinta MJ. "I love him so much", kalimat ini menyadarkan kembali bahwa MJ adalah seorang manusia pada umumnya.
Meskipun aku bukan fans fanatik seorang MJ, seperti sebagian pecinta musik di dunia pastilah mengenal setidaknya satu lagu yang dipopulerkan olehnya. Lebih dari sepuluh tahun lalu aku terpesona dengan keunikan lagu Black Or White. Lagu yang dibawakan setelah MJ menuai kontroversi dengan perubahan warna kulitnya itu menurutku sangat unik dan begitu mendalam di tengah isu rasis yang tetap ada hingga kini. Dimulai dari situlah aku mengenal seorang MJ sebagai penyanyi bertalenta yang selalu mencetak hits. Aku pun pada akhirnya mengenal dan menyukai hits-hitsnya yang kebanyakan bertema 'save the world'. Siapa yang tidak mengenal Heal The World yang menjadi lagu wajib di setiap acara berbau 'charity' ?
'You are not alone", sebuah lagu penyemangat nan manis pun tak luput dari perhatianku. Lirik demi lirik di lagu ini begitu menyentuh, mengobati sepi yang kadang kurasakan di saat-saat penuh beban. Menelusuri kisah hidup MJ, kiranya lagu ini mencerminkan keinginannya untuk mengobati kesepian yang acapkali dirasakan olehnya. Yah, seperti kisah nama besar lainnya yang berakhir dengan tragedi, demikian pula dengan akhir hidup MJ. Menutup mata di tengah semangat untuk 'come back' semakin menimbulkan kerinduan khususnya bagi fans setianya. Sungguh ironis melihat kebangkitan King of Pop di dunia entertainment justru berawal dari kematiannya. Bagaimanapun Michael Jakson adalah legenda. Meskipun raganya tiada, meskipun noda kehidupan mewarnai hidupnya, karyanya akan selalu dikenang dan tetap melekat di hati penggemar. Karena dia adalah pelopor bagi karya kharismatik nan legendaris.

Senin, 06 Juli 2009

Cari Jodoh

Belakangan ini banyak bermunculan lagu-lagu nyleneh di industri musik tanah air. Meskipun terkesan nyleneh baik dari segi syair maupun nada, musik jenis itu justru digemari pendengar. Sebut saja band nyleneh Kuburan dengan lagu Lupa-Lupa Ingatnya, Mbah Surip yang beken dengan Tak Gendongnya, dan masih banyak lagi grup band maupun penyanyi solo dengan lagu-lagu bertipe unik kalau tidak bisa dikatakan nyleneh.
Nah dari sekian banyak lagu nyleneh tersebut ada satu lagu yang dibawakan oleh band bernama Wali yang cukup menarik perhatian. Ada banyak alasan yang menjadikan band ini dikenal masyarakat dengan singlenya Cari Jodoh. Penggarapan video klip yang atraktif dibarengi dengan frekuensi pemutaran yang tergolong sering baik di radio maupun televisi menjadikan anak-anak pun hafal dengan lirik lagu tersebut. Sesuai dengan judulnya lagu ini menceritakan tentang seseorang yang sibuk mencari jodoh. Hal yang menggelitik dari lagu ini yaitu inti cerita yang pas dengan realita yang terjadi di masyarakat saat ini. Seseorang yang sudah merasa mapan baik secara fisik maupun batin pada akhirnya akan mulai mencari tujuan tingkat lanjut yaitu berkeluarga. Stigma yang melekat di masyarakat yang berkaitan dengan umur dan status pun menjadi satu alasan kuat bagi seseorang untuk menempuh hidup bersama dengan pasangan. Kegelisahan akan usia yang sudah memasuki waktu untuk berkeluarga diiringi dengan label yang cenderung negatif bagi mereka yang belum juga memiliki pasangan maupun status 'pernah menikah' mendorong seseorang untuk mendaftarkan diri pada even-even yang bertema cari jodoh.
Nah baru-baru ini ada sebuah acara televisi dengan konteks serupa yang merupakan saduran dari acara asing berjudul sama. Program yang tergolong reality show berjudul Take Me Out Indonesia ini berisi tentang sekumpulan wanita yang berkompetisi mencari pasangan. Acara yang terhitung telah tayang sebanyak tiga kali ini dengan setia kuikuti. Mengapa ? Ya acara ini mampu membuatku terbahak. Adapun penampilan nyentrik peserta pria yang acapkali membuatku mulas akibat kebanyakan tertawa. Kadang aku merasa heran mengapa pria-pria yang akan diperebutkan memilih berdandan di luar wajar yang justru mengakibatkan tak ada satupun wanita yang memilih mereka. Aku pun semakin terpingkal ketika melihat aksi emosional mereka yang gagal mendapat pasangan. Acara yang dipandu Chokky Sitohang ini pun berhasil menampilkan area kontak jodoh dalam versi yang lebih segar. Tak masalah apakah pasangan yang terbentuk bisa bertahan atau tidak. Pada intinya kecocokan dalam memilih pasangan memang tidak bisa ditentukan hanya dalam waktu sesaat. Dari acara ini kita dapat belajar bagaimana mengenal watak seseorang dalam waktu singkat yang menjadi dasar seorang wanita memilih pria atau sebaliknya.
Akhir-akhir ini aku merasa jenuh dihujani dengan pertanyaan yang sama. Maklum menginjak usia yang pas untuk membina sebuah rumah tangga, mau tak mau setiap orang yang kukenal pasti menanyakan hal yang sama. Anaknya berapa ? Kapan mau nikah ? Calonnya orang mana ? Adalah pertanyaan wajib dari mereka yang kukenal ketika bertemu. Aku nyaris merasa lelah untuk menjawab pertanyaan tersebut hingga saking jenuhnya aku pun memberikan jawaban ngawur ^^. Tak jarang aku melontarkan sederet alasan seputar hal tersebut. Sayangnya sedikit dari mereka yang alih-alih memahami akhirnya memberikan nasehat dan dorongan untuk segera. Waduh, kenapa sih mereka terus mengungkit-ungkit hal tersebut sementara aku sendiri masih santai dan merasa ini belum waktunya karena masih banyak hal-hal yang ingin kulakukan dan tujuan yang belum terlaksana. Demikian pula dengan hari ini. Berondongan olok-olok yang menjurus semakin membuatku jengah sekaligus terperangah saking bingungnya mau menjawab apa lagi. Walhasil aku pun hanya tersenyum kecut sembari berlalu diiringi gelak tawa ledekan teman. Yah, mau orang bilang apa aku percaya bahwa semua ada waktunya.