Minggu, 22 Februari 2009

Oshin


Lebih dari lima belas tahun lalu, sebagian besar khalayak menyebut perempuan berkebangsaan Jepang sebagai Oshin. Terlebih jika mereka mengenakan kimono dengan sanggul ala Jepang, entah seperti apa wajah maupun siapa namanya, mereka tetap disebut dengan Oshin. Anak-anak sekarang mungkin akan bingung jika ditanya tentang Oshin. Siapakah Oshin ? Mengapa nama ini begitu populer di awal tahun sembilan puluhan ? Aku sendiri jika ditanya apa yang kuketahui tentang Oshin, hanya bisa menjawab sekedarnya. Maklum saat 'booming; Oshin, aku masih duduk di bangku SD. Kisah tentang Oshin hanya berupa ingatan samar di benakku. Oshin adalah nama dari karakter utama sebuah serial (dorama) Jepang, yang mengambil latar belakang Jepang era feodal. Dulu serial ini ditayangkandi televisi nasional yang bekerja sama dengan NHK Jepang. Begitu populernya serial ini, membuatku dan banyak orang yang menontonnya menstigma wanita Jepang sebagai Oshin. Baru-baru ini tanpa sengaja aku menemukan fakta bahwa serial ini diputar ulang di stasiun tv yang sama. Jika dulu serial ini diputar pada pukul delapan malam, saat ini serial yang tengah sampai pada episode 25 ini ditayangkan di siang hari. Jadilah aku setiap Senin-Jumat bernostalgia dengan Oshin. Tak ketinggalan orang tuaku yang dulu setia menyaksikan serial Oshin, kembali duduk manis di depan tv setiap setengah dua siang. Apa yang menjadikan Oshin begitu digemari ? Jika dulu aku belum bisa menemukan kelebihan serial ini, saat ini ketika aku menyaksikan ulang aku bisa sedikit menilai poin berharga dari Oshin. Meskipun berlatar belakang 'jadul', tidak hanya lokasi namun juga kostum dan tata riasnya, Oshin tetap sememikat dulu (setidaknya untukku). Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari serial ini, tak heran jika TVRI yang notabene televisi bergenre pendidikan tak segan-segan menayangkan acara yang sejenis dengan sinetron Indonesia. Kisah Oshin bermula dari Oshin kecil yang dikirim untuk bekerja di rumah seorang saudagar beras. Keluarga Oshin adalah seorang petani penyewa, mereka hidup dalam kekurangan meski sudah bekerja keras menanam padi setiap tahunnya. Hal ini karena sistem feodal yang masih berlaku di zaman itu. Untuk mengurangi beban orang tua, semua anggota keluarga Oshin bekerja di kota. Oshin yang bertugas mengasuh anak, berhasil menarik simpati majikan, sehingga Oshin yang cerdas namun kurang beruntung itu akhirnya dianggap sepeti anak sendiri. Meskipun tidak bisa megenyam bangku sekolah, Oshin menempuh pendidikan setara dengan perempuan-perempuan kelas menengah seperti merangkai bunga, menyeduh teh, bermain koto, dan sebagainya. Pelajaran berhitung dan menulis dikuasai Oshin secara otodidak dengan bantuan Nyonya besar dan nona muda yang menjadikan Oshin sebagai teman bermainnya. Oshin yang beranjak dewasa lambat laun menyadari ketidakadilan yang menimpa kaum petani penyewa. Oshin pun terus berjuang untuk memperbaiki hidupnya, hingga dia berhasil sebagai wanita yang sukses dalam karir. Kegigihan Oshin dalam menjalani hiduplah, yang membuatku terpesona dengan serial ini. Dalam ketiadaan, Oshin berhasil memperoleh impiannya. Walaupun jerih payahnya harus menunggu sekian lama untuk menghasilkan,Oshin selalu pantang menyerah. Dengan tegar ia menghadapi tantangan atas usahanya mendobrak sistem yang telah berlaku sejak dulu. Semangat juang Oshin ini, membuatku tersentuh dan tergerak untuk mengikutinya. Tidak pasrah dengan keadaan dan berusaha keluar dari lingkaran kemiskinan dengan usaha sendiri betul-betul melecut semangatku. Apa salahnya untuk berusaha, apapun hasil yang diperoleh setidaknya kita tidak akan menyesali kesempatan yang terlewat begitu saja. Oshin, adalah satu dari sekian dorama yang betul-betul bermutu. Tidak hanya sebuah kisah yang mengharu biru semata, namun di dalamnya terkandung hikmah yang luar biasa.

Tidak ada komentar: