Sabtu, 11 April 2009

Belanda, Kawan Lama di Benua Eropa



Sudah lama aku berkeinginan untuk bisa menjelajahi dunia. Sebuah niat yang rasanya muskil terwujud jika menilik kondisi yang ada. Impian untuk melihat tempat-tempat eksotis di seluruh dunia ini tak lepas dari ketertarikanku akan seluk beluk budaya dan sejarah masa lalu yang demikian beragam. Ketika membaca sebuah artikel di blog sahabatku, serta merta semangatku tergugah. Artikel yang memuat informasi tentang sebuah kompetisi blog dengan hadiah utama 'summer course' di Belanda tersebut membuka peluang untuk mewujudkan impian terpendam.
Belanda, nama salah satu negara di benua Eropa ini demikian lekat di benak masyarakat Indonesia. Hingga kini masih ada orang asli Indonesia terutama mereka yang berusia lanjut menyebut orang asing berkulit putih, rambut pirang dan bermata biru dengan sebutan Landa (Belanda versi lidah Jawa). Istilah rancu tersebut sangatlah wajar jika menilik hubungan antara Indonesia dan Belanda sejak lebih dari tiga abad yang lalu. Setelah mendapat kemerdekaan dari Philip II pada 1648, Belanda yang kemudian menjadi Republik mencapai masa keemasan dengan memiliki beberapa koloni. Salah satu koloni ternama Belanda pada abad 17 tersebut adalah Hindia Belanda alias Indonesia.Meskipun dalam sejarah Belanda tercatat sebagai bangsa penjajah di Indonesia, sisi positif kedatangan Belanda di Indonesia harus diakui keberadaannya. Adalah humanis C Van Deventer yang menjadi awal kebangkitan nasional. Melalui tulisan-tulisannya, beliau menggugah pemerintah kolonial Belanda hingga memberlakukan Trias Politika (Politik Etis) yang salah satunya mencakup bidang pendidikan. Poin ketiga Politik Etis inilah yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh kebangkitan bangsa . Menilik hubungan historis tersebut, wajar jika di era globalisasi ini Belanda menjadi tujuan menimba ilmu sebagian pelajar Indonesia.
Indonesia dengan segudang permasalahan layaknya negara berkembang agaknya perlu belajar dari sejarah perjuangan Belanda yang kini menjadi negara terkemuka di benua Eropa dan dunia. Andaikata kita, Indonesia mau mencontoh cara negeri Belanda dalam mengatasi keganasan laut mungkin hilangnya 24 pulau kecil di Indonesia dapat dicegah. Ditinjau secara geografis, posisi Belanda tidak menguntungkan dengan kondisi permukaan tanahnya yang rata bahkan lebih rendah dari permukaan laut. Bagaimana mungkin Belanda dapat bertahan dari ancaman laut hingga berpuluh-puluh tahun ? Adalah Cornelis Lely yang berhasil menemukan cara untuk mempertahankan lahan dengan membangun 'dijk' (tanggul) yang membatasi laut dengan daratan. Belanda juga berhasil memperluas wilayah daratan dengan menambak kawasan laut membentuk 'polder' yang digunakan sebagai lahan pertanian dan pemukiman. Upaya reklamasi
www.internasinalsos.com
lahan inilah yang menjadikan Belanda terkenal dengan sebutan negara Kincir Angin. Lantas bagaimana dengan negeri kita ? Daratan justru semakin menyempit dengan tenggelamnya beberapa pulau yang ironisnya lebih diakibatkan oleh ulah manusia yaitu dengan penambangan pasir di luar kendali. Bencana tsunami, banjir rob, dan yang teranyar yaitu jebolnya tanggul Situ Gintung yang menelan lebih dari 100 jiwa mencerminkan buruknya pengelolaan lingkungan di Indonesia.
Di tengah situasi negara yang masih labil sekarang ini, ada benarnya jika
masyarakat sedikit banyak berharap akan munculnya figur pemimpin. Berharap sejarah akan terulang dengan hadirnya sosok-sosok berkarakter tokoh penting masa lalu yang mampu mengubah arah bangsa seperti Bung Hatta. Mengapa Bung Hatta ? Siapa yang tidak kenal Bung Hatta. Salah satu proklamator kemerdekaan Indonesia yang juga dikenal sebagai Bapak Koperasi Indonesia ini dalam biografinya tertulis sebagai alumni Handels Hoge School di Rotterdam. Dengan semakin banyaknya pelajar yang menempuh studi di
http://farm4.static.flickr.com/3011/2292027336_c234654396.jpg
Belanda mengikuti jejak beliau diharapkan di antara mereka akan muncul sosok Bung Hatta masa kini yang mampu memberikan kontribusinya kepada negara. Belanda selain terkenal sebagai negeri kincir juga populer sebagai pelopor ilmu pengetahuan. Sebut saja Anthony Van Leeweunhoek si penemu mikroskop, Christiaan Eijkman penemu vitamin B yang pernah tinggal di Indonesia, Didier Erasmus seorang sarjana terkenal, Huygens si penemu cincin Saturnus, Hugo de Groot yang disebut Bapak Hukum Internasional, mereka adalah sedikit dari putra-putra Belanda yang sukses di bidangnya masing-masing. Belanda menerapkan wajib belajar hingga tingkat menengah bagi warganya. Demikian pentingnya pendidikan sejak dini bagi Belanda menjadikan banyak cendekia bermunculan di negeri tempat Universitas Leiden ini. Bersyukur, kini negeri kita mulai menempatkan pendidikan di urutan atas program pemerintah. Andaikata anggaran pendidikan sebesar 20 % diterapkan sejak dulu dan yang paling penting anggaran tersebut benar-benar digunakan sebagaimana mestinya niscaya persentase anak putus sekolah bisa ditekan. Betapa miris dan nelangsanya ketika harus menyaksikan anak-anak dari keluarga kurang mampu mempunyai kewajiban utama lain di luar belajar. Ah, semoga dengan dilaksanakannya program sekolah gratis hingga bangku SMP ini, tidak ada lagi anak Indonesia yang bernasib seperti Lintang, seorang anak jenius asal Belitung yang harus merelakan bangku sekolah demi menjadi tulang punggung keluarga.
Negeri Belanda yang telah ada sebelum abad keenambelas ini tentu menyimpan sejarah berliku layaknya negara-negara tua lainnya. Sebuah sejarah yang melahirkan seniman-seniman terkemuka di dunia. Tentunya pecinta seni di dunia mengenal karya-karya Rembrandt van Ritj dengan lukisannya Night Watch yang kini dipajang di Rijksmuseum, Vincent van Gogh maupun Piet Mondriaan. Dengan gayanya tersendiri seniman-seniman Belanda mampu menangkap esensi budaya Belanda dalam sebuah lukisan. Penghargaan Belanda terhadap seni dan budaya warisan leluhur kiranya perlu ditiru oleh kita. Indonesia, tidak kalah dari negara lain dalam hal kekayaan budaya. Dengan beragam suku, tradisi dan adat istiadat masing-masing, Indonesia adalah sumber budaya yang tak ada habisnya untuk dipelajari. Sayangnya, masih ada masyarakat yang belum paham dengan arti penting budaya dan warisan leluhur. Bukannya melestarikan kebudayaan dalam negeri, oknum-oknum tertentu justru memanfaatkan warisan untuk kepentingan pribadi. Lihat saja skandal Museum Radya Pustaka, betapa teganya mereka menjual benda-benda yang jelas-jelas terdaftar sebagai cagar budaya ! Agaknya pemahaman akan pentingnya menjaga budaya nasional perlu digalakkan. Penanaman rasa cinta akan budaya dalam negeri perlu ditanamkan sejak dini. Suatu hal yang sangat penting untuk segera dilaksanakan mengingat telah terjadinya pergeseran budaya pada generasi muda Indonesia. Tanpa menghakimi siapapun, pada kenyataannya remaja-remaja Indonesia mulai menjalankan hidup ala 'kebarat-baratan'. Cobalah mengecek, berapa persen di antara anak muda sekarang yang mengenal dunia pewayangan ? Berapa banyak yang tertarik untuk mempelajari tari-tarian daerah ? Bahkan bahasa Jawa yang demikian indah dilantunkan mulai jarang digunakan sebagai bahasa sehari-hari di keluarga Jawa. Mestinya meskipun zaman telah berubah ke era digital, tidak seharusnya tradisi dan kepribadian leluhur dibiarkan hilang begitu saja.
Walaupun hubungan antara Indonesia dengan Belanda tidak selamanya manis, Belanda tetap menjadi tujuan pelajar dan pelancong asal Indonesia. Belanda tidak hanya terkenal dengan karena kincir belaka. Sebagai kota wisata, Belanda tidak kalah menarik dengan tempat-tempat eksotis lainnya di dunia. Belanda terkenal dengan keindahan bunga tulipnya, sampai-sampai mendiang ibu negara Tien Soeharto membawa pulang umbi bunga Tulip untuk

http://www.bigfoto.com/europe/netherlands/amsterdam/003-amsterdam.jpg
dikembangbiakan di Indonesia agar rakyat Indonesia bisa menikmati cerahnya warna-warni mahkota tulip tanpa harus ke Belanda. Ah rasanya, keinginan untuk menginjakkan kaki ke negeri Belanda semakin meluap saja. Tidak hanya sekedar menyusuri kanal-kanal yang melintasi kota Amsterdam, mencermati keagungan lukisan-lukisan Rembrandt, mencium wangi bunga Tulip, menggoyang lidah dengan lezatnya keju Edam melainkan menemukan makna sesunggunhya negeri Belanda. Dengan belajar dari Belanda, pandangan dan wawasan akan semakin terbuka. Jalan untuk merambah dunia pun semakin mudah untuk dilewati.




5 komentar:

siwi mars mengatakan...

uhmm..kita memang harus banyak belajar dari Belanda yah...

Anonim mengatakan...

belanda??
dulu emang penjajah,
tp sekarang saatnya menimba ilmu.. kpn y cu'u bs ambil kuliah disana?

Anonim mengatakan...

waduw..waduh.. keren, bagaimana kau menulisnya?? kapan belajarnya?? ya c Sebagai bangsa Indonesia, kita memang sulit melupakan kenangan pahitnya, tapi mungkin bisa dianggap menolong negara tetangga meski tetangga jau...h
Nun_ce

Gufy mengatakan...

Belanda?mendengar negara ini,jadi inget Kincir angin,Bunga Tulip Dan Bendungan.Belanda memang terkenal dengan bangunan dan Bendungannya yang bisa tahan lama,coba bandingkan dengan buatan Indonesia,belum ada satu tahun pasti dah rusak.Ke Belanda?saiapa saja pasti mau,apalagi kalau dapat beasiswa!

Anonim mengatakan...

kok dadi kayak cerita bae sih..pelajaran sejarah donk. that'great, sis....
so...tujuanmu dapat beasiswa di belanda apa?gkwee