Rabu, 09 September 2009

Parcel Lebaran


Dua minggu terakhir ini aku benar-benar berada di puncak kelelahan. Meskipun bersyukur di siang hari aku tak lagi bengong menghabiskan waktu menunggu jam kerja usai, sedikit banyak aku merasa berat. Baru beberapa waktu lalu aku berbincang-bincang dengan sahabatku mengenai jiwa konsumtif masyarakat Indonesia yang tak kenal resesi ekonomi. Ketika kondisi finasnsial sedang gonjang-ganjing pun tak menyurutkan hobi belanja masyarakat terutama di saat-saat istimewa seperi menjelang hari raya Idul Fitri sekarang ini. Menjelang lebaran, beberapa usaha mendapat kesempatan untuk meraup untung sebesar mungkin. Siapa sih yang tidak ingin hari istimewa umat Muslim dirayakan dengan lebih dari hari-hari biasa ? Demikianlah, imbas dari hari raya membawa efek samping kerja lembur untukku dan teman-temanku. Memang budaya pemberian parcel sudah dilarang di kalangan pejabat, namun tidak di kalangan pekerja dan majikan. Lebaran identik dengan THR beserta parcel pelengkap. Inilah yang menjadi pekerjaan tambahanku selama dua minggu ini. Tak kurang dari dua ratus bingkisan lebaran alias parcel menanti untuk ditata dengan apik. Tak ayal lagi, keluh kesah dan gerutu lirih bertebaran di antara aku dan teman-teman tim pembuat parcel. "Memang pikiran orang kaya dan tak berduit beda", kata seorang teman. Mengapa berbeda ? Ya, bagi sang bos keindahan lebih diutamakan dalam membuat parcel, sedangkan bagi golongan pekerja seperti kami-kami ini lebih memandang isinya ^^ Walau mengomel mau tak mau tangan-tangan kami bekerja cepat sembari mulut menyerocos, menggumam alangkah tak perlunya semua hiasan macam bunga ataupun keranjang hias itu.
Memang jika dipikir-pikir parcel lebih pada sekedar akal-akalan yang muncul dari ide kreatif pelaku pasar untuk menaikkan angka penjualan suatu barang. Seni dan keindahan hingga kini dianggap bernilai sehingga tatanan benda-benda yang sebenarnya biasa ditemui sehari-hari nampak unik dan menggiurkan. Tak heran jika beberapa tahun lalu, usaha parcel demikian merebak terutama pada waktu-waktu tertentu. Sayang, sejak parcel disalah gunakan oknum untuk mencari keuntungan pribadi yang cenderung negatif, menyebabkan usaha parcel mengalami kemunduran yang cukup berarti. Belum lagi ulah pelaku nakal yang mengisi parcel dengan barang-barang kadaluarsa yang tak layak saji demi meraih keuntungan besar. Kondisi demikian benar-benar menjatuhkan penggusaha parcel yang sebenar-benarnya.
Demikianlah lambat laun parcel sudah tidak menjadi tren di hari raya. Orang lebih memilih 'mentahnya' alias bingkisan berupa lembaran uang yang jelas lebih berguna untuk kebutuhan mendesak. Namun sekali lagi tidak demikian halnya dengan apa yang terjadi di tempat kerjaku. Sang bos hingga kini tetap yakin bahwa aneka makanan lebih cantik jika dibentuk dan ditata layaknya parcel komersil. Walhasil pekerja pun harus lembur menghias keranjang, membentuk mukena menjadi bunga cantik dan menata sembako dalam keranjang dengan rapi.

Tidak ada komentar: