Minggu, 13 Juni 2010

Time to Africa

Euforia perhelatan akbar empat tahunan kembali mencuat. Penggila bola sejati maupun kambuhan spontan larut dalam kemeriahan pesta sepakbola sedunia yang kali ini diselenggarakan di bumi Afrika. Prediksi dan analisa peta kekuatan sontak menjadi artikel utama di harian olah raga. Tak ketinggalan berita-berita seputar bintang-bintang lapangan hijau yang akan saling bersaing membela negara masing-masing terus diburu para penggemar.
Tak ketinggalan dengan diriku. Meskipun bukan termasuk golongan penggemar berat sepakbola, sejak lebih dari sepuluh tahun lalu, aku tak pernah absen menyaksikan ajang bergengsi dunia sepak bola sedunia ini. Tak heran jauh-jauh hari aku sudah merasa panik dengan kondisiku sekarang yang tidak memungkinkan untuk mengikuti partai demi partai yang digelar secara langsung di dua stasiun televisi swasta tersebut. Satu dua rencana demi menyaksikan secara live di televisi pun disusun dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dan tepat di hari pesta pembukaan, aku dengan percaya diri memutuskan untuk tidak pulang dengan pertimbangan laga kurang menarik di partai pembuka, dan berdasarkan pengalaman Piala Dunia sebelumnya, kemeriahan upacara pembukaan jarang sekali direlay oleh stasiun televisi yang memperoleh hak siar.
Tak dinyana aku yang sedang asyik tenggelam dalam bacaan terusik dengan datangnya pesan singkat berisi kegirangan teman-teman yang menyaksikan berbagai atraksi khas Afrika di pesta pembukaan. Spontan aku terkejut, sekaligus jengkel gara-gara tidak bisa ikut bergembira. Walhasil adat jelekku alias ngambek dan marah-marah pun tak bisa dibendung (buat my best friend maaf ya !). Saking inginnya menyaksikan opening party World Cup 2010 aku pun nekat keluar dari rumah sementara dan menghabiskan waktu semalam suntuk nongkrong di warung langganan (buat Ibu n Bapak trims atas tumpangannya ^^).
Lagi-lagi kekecewaan kembali terjadi di setiap perhelatan akbar ini. Bukan karena pembukaan beserta partai pembuka yang kurang meriah namun lebih karena sajian yang diberikan oleh stasiun televisi yang bersangkutan ! Kegirangan di awal karena kali ini penggemar sepak bola di Indonesia bisa mengikuti pesta pembukaan menguap dalam satu jam ke depan. Yah, entah karena alasan apa pesta pembukaan hanya disiarkan selama satu jam, dan selebihnya penonton disuguhi dengan musik anak band sembari menunggu jadwal partai pembuka dimulai. Walhasil berbagai umpatan dan cela pun menjadi topik utama status di Facebook. "Mana Shakira ? Mana Waka waka nya ? Kok cuma satu jam ? Ngapain liat band lokal ? ", demikian sedikit dari sekian banyak keuh kesah akibat ketidakpuasan penggemar bola akan kebijaksanaan yang diterapkan televisi pemegang hak siar.
Bagaimanapun, masih untung para penggemar bola bisa menyaksikan satu demi satu pertandingan secara langsung. Dan kekecewaan akibat hanya menyaksikan separuh grand opening terobati dengan sajian pertandingan masing-masing grup yang menjanjikan. Spanyol, Argentina, Brasil atau Belanda kah yang menjadi kandidat kuat juara dunia ? Munculnya kuda hitam dari Asia yang semakin menyemarakkan kompetisi sekaligus meningkatkan rasa kebersamaan sesama Asia. World Cup atawa Piala Dunia menjadi satu momen yang ditunggu-tunggu penggemar bola di seluruh dunia. Dengan sepakbola, segala masalah untuk sementara terpinggirkan, larut dalam euforia kulit bundar. Lihat saja dua negara Korea Selatan dan Korea Utara yang sedang berseteru, keakraban antar pemain masing-masing negara justru terjalin di ruang ganti tanpa memandang suhu politik yang memanas di kedua negara. Demikianlah aku yang notabene tidak termasuk maniak sepakbola, rela memforsir tenaga menempuh perjalanan jauh setiap harinya demi bisa menyaksikan setiap pertandingan hingga mencapai puncaknya pada tanggal 11 Juli mendatang. Meskipun bintang favoritku Il Capitano Alessandro Nesta pensiun dari tim Azzuri, aku tak sedikitpun merasa enggan untuk memasang mata dengan secangkir kopi sebagai penyangga.

Tidak ada komentar: