Kamis, 16 Maret 2017

Curahan Hati Seorang Egois

       Selamat malam, sebelum membaca lebih lanjut, perlu saya ingatkan bahwa tulisan ini hanya sekedar curahan unek-unek dari seorang yang egois, keras kepala, angkuh dan entah apa lagi karakter yang telah melekat pada diri saya. Jadi, sebelum menghabiskan energi untuk membaca tulisan yang tidak bermanfaat, lebih baik lewati saja, sekian. 
       Sudah beberapa waktu ini saya terus menerus didera sakit kepala sebelah. Istilah kerennya sih migrain katanya, ini selalu terjadi kalau saya capek badan dan pikiran. Masalah pekerjaan baik di rumah atau di sekolah, masalah di kantor, masalah ekonomi campur aduk di kepala yang pada akhirnya membuat saya terus uring-uringan. Bersyukur, suami saya selalu mengerti kondisi saya dan tidak ikut uring-uringan juga ^_^. Ah, sudahlah tak perlu panjang lebar mempromosikan masalah yang pastinya masih banyak di luar sana yang bermasalah jauh lebih berat dari saya. 
       Dari dulu saya orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungan. Mungkin karena didikan masa kecil membuat saya kesulitan berkomunikasi aktif dengan orang lain. Saya sangat menyadari itu.Tak heran jika teman yang sukai bisa dihitung dengan jari. Meskipun demikian, jalinan pertemanan saya itu awet lho. Sejak duduk di bangku SD sampai berkeluarga, komunikasi masih sangat baik. Mungkin karena kami itu "koloni tipikal" alias memiliki karakter yang hampir sama. Adalah sifat saya juga yang begitu cocok dengan seseorang, maka orang itu akan mendapat limpahan kepedulian saya. Tapi sebaliknya, jika saya tidak cocok, maka sebisa mungkin saya menghindari komunikasi dengan orang tersebut (maafkan saya...). 
        Kerja sama bagi saya adalah saling mengisi, saling menguntungkan untuk mencapai tujuan. Sejak dulu seperti itu. Gampangnya bagi-bagi tugaslah. Dan saya pun tidak segan-segan membantu mereka yang benar-benar butuh bantuan saya. Nah, dengan sifat saya yang seperti itu, bisa dibayangkan saat saya harus bekerja sama dengan orang yang dengan entengnya berkata, " Kapan kita nggarap bareng ? Aku tak nurun ! (saya mau nyontek). Bagi sebagian orang, itu mungkin kalimat guyonan, atau main-main. Kalimat sebagai upaya untuk merendah dengan memposisikan diri sebagai orang yang kurang mampu. Saya tentu paham, karena saya pun sering berkata demikian. Nah masalahnya adalah orang itu berkata dengan maksud yang sebenarnya. Kok bisa tahu ? Iyalah, lha wong saya ini berkali-kali mengalami itu kok. 
        Entah, saya ini terlalu sensistif atau punya intuisi ngawur. Pertama kali kenalan, orang itu sudah membuat rekam jejak negatif di otak saya. Mana ada orang baru kenal dengan entengnya minta tugasnya 'digarapin'. Adanya mah, tolong dibantu ya..prok..pro..prok.. jadi apa. Dan kejadian itu terus berulang, dengan alasan sibuk ini itu, berkeluh kesah masalah rumah tangganya, ujung-ujungnya minta 'copas' hasil kerja saya. Ampun deh...!!! Belum lagi, perkataan yang keluar dari mulutnya yang merah 'mblingir-mblingir' (pengin punya gebetan baru) selalu bertolak belakang. Hei, tak tahukah kamu, biar saya ini galak, saya punya teman yang melaporkan ucapanmu tentang saya (walau saya nggak tau maksud laporan itu buat adu domba atau apalah). 
       Terus terang saya ini jengkel, saat kamu itu dengan entengnya bilang "kok saya nggak diajak ?" Padahal apa yang saya lakukan sudah sepengetahuanmu. Memang saya tidak mengajak kamu, karena saya ini lagi "tongpes". Sementara budaya disini itu, yang mengajak ya harus tanggung jawab segalanya (transport, makan, dll). Dan saya semakin jengkel, saat kamu menanamkan ke orang lain bahwa saya dan teman saya tidak kompak. Maaf ya, kita memang jarang mengikutsertakan kamu. Dan itu semua karena sikapmu yang kayak tukang fotocopy. Saya juga masih ingat kok, saat hebohnya bagi-bagi jam yang membuat saya terpojok. Waktu itu di depan semuanya kamu bilang, nggak apa-apa, eh ternyata di belakang saya mengatakan sebaliknya. 
         Aduh, saya ini jadi heran lho. Kok ya, orang-orang itu bisa dipengaruhi olehmu. Sampai-sampai orang yang kuhargai karena kebijaksanaannya pun terpengaruh. Hebat kamu ya, tepuk tangan plok plok plok. Beruntung saya ini masih waras, walau gampang tersulut amarah. Saat kamu berkeluh kesah karena dipojokkan orang banyak, saya hanya bisa tersenyum dan tak berkomentar. Karena dalam hati saya pun setuju dengan orang itu kok. Makanya saya diam saja kalau ngomong berarti saya munafik dong ?!. Tanpa perlu kalkulator pun, saya bisa menghitung dengan cepat lho (maklum mantan manajer keuangan). Jadi, omong kosong kalau dengan aset sebesar itu, kamu tidak mendapat keuntungan apa-apa.  Duh, orang yang baru kenal kamu sepuluh hari pun sudah bisa membaca karaktermu. Saya lumayan baik hati lho (atau jahat ?), tidak memberitahumu apa yang mereka katakan tentangmu. Anak-anak pun gerah lho, sampai-sampai mereka tanya kamu ada apa nggak, baru mau ikut kegiatan. Iya sih, memang katamu anak-anak itu terlalu lancang. Berkat jasamu yang punya koneksi luas mereka berprestasi. Tapi ya, jangan menafikkan kerja mereka. Sulit lho merangkul anak-anak agar mau bekerja keras. 
      Saya nggak bisa dan nggak mau membayangkan beberapa waktu berikutnya bekerja sama denganmu. Tiga hari yang lalu itu pun kamu sudah membuat saya dan teman saya tekanan darah tinggi. Saya mau nurut suami saya saja biar nggak dimarahi suami lagi (demi kebaikan saya). Jangan pedulikan omongan orang, toh mereka hanya tahu dari sudut pandang seorang kamu. Mereka tidak tahu cerita versi saya yang egois ini. Saya yang egois ini, memang tidak cocok dan sulit bekerja sama denganmu, hanya denganmu lho. Jadi, sampai nanti pun, saya tetap seperti ini. Saya hanya akan bekerja sama sekadarnya, yang penting tidak mengganggumu dan kamu tidak mengganggu saya. Saya hanya akan fokus pada tujuan saya, nggak peduli dengan persepsi orang yang telah termakan cerita memelasmu. Kata suami saya, ngapain dipikir, bikin emosi saja. Saya ini walau keras tapi sensitif,  sangat memikirkan persepsi orang tentang saya. jadi betapa sedihnya saya saat mendengar hal negatif tentang saya. Okelah, saya akan terus berusaha memperbaiki diri, agar tidak egois, keras kepala, cuek, nggak mau kerja sama, jadi doakan saya ya teman. Miss you, sohibku sejak kecil, teman gerombolan si berat saat kuliah. Kita bersama melewati bahagia dan duka, ada tertawa dan tak jarang bertengkar tapi selalu pada akhirnya kembali bersama. Karena kalian selalu berkata dan bersikap apa adanya. Itu saja, sederhana kan ?

Tidak ada komentar: