Rabu, 11 November 2009

Semakin Tidak Jelas

"Ayo gabung dengan Facebooker dukung Candra & Bibit ", demikian sebuah kalimat ajakan dari sahabatku. Wah ada apa ini ? Yah akhir-akhir ini aku memang tak berkesempatan mencermati berita terhangat seputar tanah air. Akibat sulitnya mengatur waktu di sela-sela kesibukan monoton yang terjadi nyaris setiap harinya membuatku buta akan peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri. Nah mumpung beberapa hari ini aku mendapat kesempatan untuk sedikit bersantai, tanpa membuang-buang waktu dengan cermat aku melahap informasi yang kini sedang ramai diberitakan di media massa. Hari pertama ku lewati dengan menyimak tayangan berbau demonstrasi yang marak digelar di seluruh tanah air dengan tujuan mendukung KPK. Hari kedua kebingungan melingkupi pikiranku ketika mendengar dan menyaksikan perseteruan yang digambarkan demikian sengit oleh sejumlah media antara pihak KPK dan Polri beserta pendukung masing-masing. Pertarungan yang disebut sebagai 'Cicak vs Buaya' semakin memanas dengan berbagai klarifikasi yang diajukan masing-masing pihak.
Wah rupanya apa yang disebut dengan pelemahan KPK oleh para mahasiswa ini merupakan buntut dari penangkapan mantan pemimpin KPK Antasari yang dituduh sebagai dalang pembunuhan pengusaha Nasrudin. Jika aku tidak salah menangkap, semua kekisruhan yang membuat pusing presiden terpilih ini berawal dari munculnya testimoni Antasari yang berisi tentang suap yang terjadi di dalam tubuh KPK. Testimoni yang menggegerkan ini meskipun segera mendapat bantahan dari pelaku tertuduh, mau tak mau menggerakkan pihak berwajib untuk menyelidiki secara tuntas. Bagaikan memancing di air keruh, rupanya ada pihak yang memanfaatkan upaya usut-mengusut ini untuk melemahkan sekaligus meruntuhkan KPK yang notabene sebagai pilar pemberantasan korupsi di tanah air. Penyelidikan Polri yang berujung penonaktifan pimpinan KPK Bibit dan Candra ini oleh sebagian pihak dianggap sebagai usaha untuk melemahkan KPK. Anggapan ini semakin diperkuat dengan munculnya bukti rekaman rekayasa kronologis untuk mendiskreditkan dua pemimpin KPK tersebut. Inilah yang menjadi pangkal permasalahan yang hingga kini semakin berlarut-larut tersebut. Adalah Anggodo sebagai pihak yang dituduh menjadi otak pelaku rekayasa kronologis dengan segera menuju puncak popularitas pemberitaan. Perang klarifikasi dan pernyataan pun dimulai. Situasi semakin panas dengan adanya massa pendukung dari kedua pihak yaitu KPK dan POLRI. Presiden yang namanya ikut tersangkut dalam rekaman pun akhirnya turun tangan dengan membentuk Tim Pencari Fakta untuk menyelidiki benar tidaknya rekayasa pada kasus Bibit dan Candra ini. Pembentukan TPF membuktikan betapa krusialnya masalah seteru antar reptil ini. DPR pun ikut beraksi dengan memanggil satu persatu pihak yang terkait dalam masalah ini. Terhitung dua hari berturut-turut aku layaknya seorang pemerhati situasi tanah air ^^ mengikuti jalannya acara tanya jawab DPR dengan POLRI dan Kejaksaan.
Meskipun sebisa mungkin aku mencermati kemajuan masalah KPK, POLRI, Kejagung dan si fenomenal Anggodo pada akhirnya tidak menemukan kesimpulan apa pun. Harapan untuk menentukan sikap kemana harus memihak nyaris tidak ada. Mendengarkan uraian dari masing-masing pihak justru membuatku semakin bingung untuk memilih. Disini mengatakan begini, disana berargumen demikian, sementara yang lain dengan berapi-api menyatakan diri sebagai korban. Beberapa nama berseliweran berganti-ganti menjadi tertuduh dan korban seolah-olah bunglon yang berubah warna menyesuaikan dengan lingkungannya. Demikianlah apa yang terjadi dengan diriku. Manggut-manggut membenarkan ketika Kapolri menjelaskan alasan mengapa si adik yang sayang kakak belum juga ditangkap. Mengernyit ketika Kejagung curhat masalah makelar peradilan di Indonesia. Membelalak ketika mendengar Anggodo demikian berapi-api menuntut perlindungan dan keadilan akan dirinya dan kakaknya yang memposisikan diri sebagai korban.
Meskipun TPF pada akhirnya menemukan kejanggalan yang sedikit membuktikan kebenaran akan rekayasa kasus Bibit- Candra dan memberi lampu hijau untuk pemeriksaan lebih lanjut terhadap orang-orang yang terlibat, hal itu tidak menjadikan kasus selesai begitu saja. Pertarungan justru semakin sengit dengan munculnya reaksi pembubaran terhadap TPF. Nah loh, ada apa lagi ini ? Pada akhirnya aku sebagai orang awan dalam dunia politik hukum dan HAM ini hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala tanda tidak mengerti. Satu yang jelas kupahami bahwa orang-orang semakin pintar dalam berbicara dan berakting sehingga tidak kelihatan mana yang berkata jujur dan mana yang tidak. Andaikan rekayasa tersebut benar adanya tentu hal ini merupakan langkah mundur bagi semua yang mengharapkan negara bersih dari tangan-tangan jail penjarah kekayaan rakyat. Pelemahan KPK menjadi bukti bahwa orang-orang tidak siap untuk mengabdi dengan jujur kepada negara, untuk menjawab kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Praktek-praktek berbau egois yang jelas-jelas merugikan negara demikian mengakar hingga ketakutan akan sebuah institusi bernama KPK berbuah menjadi jalinan kronologis kotor demi membungkam dan menutupi jejak hitam mereka. Misalkan kasus suap benar-benar terjadi dalam diri KPK, tentu ini menjadi hal yang sangat memalukan. Namun yang harus diadili bukanlah institusinya namun oknum-oknum yang terlibat di dalamnya. Bagaimanapun KPK adalah sebuah lembaga yang menjadi ujung tombak pemulihan kebobrokan moral 'tikus-tikus' yang menggerogoti negara. Dan tidak pada tempatnya jika karena segelintir penyelewengan meruntuhkan pilar utama.
Di tengah ketidakjelasan yang membingungkan ini, mau tak mau aku hanya bisa menunggu apa yang akan terjadi kemudian. Menanti kebenaran terungkap dan berharap bahwa kebenaran itu bukanlah sesuatu yang direkayasa. Yah sebagai penggemar dunia manga, melihat situasi demikian sambil menyeringai aku berpikir andai sosok Shinichi Kudo, Hajime Kindaichi, Kengo Akechi, Heiji Hattori benar-benar ada, gabungan dari detektif hebat macam mereka niscaya bisa membongkar kenyataan yang sebenarnya ^_^

Tidak ada komentar: