Senin, 08 Agustus 2011

The Last Part


Setelah heboh tak beredarnya film asing di tanah air akibat peraturan bea cukai, akhirnya bertepatan dengan dirilisnya film paling dinanti tahun ini apalagi kalau bukan Harry Potter and The Deathly Hallow part Two alias bagian pamungkas saga Harry Potter, kesepakatan pun terjadi antara pihak importir dengan dirjen pajak. Meskipun tidak semua importir memenuhi kewajibannya mengenai cukai film asing, namun cukuplah bagiku dengan tayangnya bagian teakhir petualangan Harry Potter cs melawan penyihir hitam Voldemort beserta pengikutnya. Kerinduan akan film asing yang notabene lebih menarik dari film lokal komersil akhirnya terobati. Tak pelak lagi begitu muncul jadwal tayang Harry Potter secara serentak, antrian pun mengular apalagi bertepatan dengan libur awal puasa bagi umat muslim.
Demikian pula denganku yang tak ketinggalan antusias mengantri tiket di salah satu studio. Menyempatkan diri di tengah kesibukan dan waktu yang yang telah limit, aku pun bersabar menunggu giliran mendapatkan selembar tiket masuk, sesuatu yang di luar kebiasaanku ^^. Setelah berjalan-jalan sembari menunggu waktu tayang dimulai, akhirnya aku pun memasuki ruangan besar yang nampak nyaman dengan layar lebar terpampang di muka. Aku pun menuju nomor kursi yang tertera di tiket (sayang sekali mendapat kursi paling depan), dan menghempaskan diri, lelah dengan beban berat yang tersampir di punggung. Tak berapa lama, lampu dipadamkan, deretan iklan pun dimulai sebelum tayangan utama diputar.
Sepuluh menit kemudian, aku dan tentu saja semua yang ada disitu larut dalam ketegangan duel akhir antara Orde Phoenix dengan Harry sebagai pusat komando melawan Death Eater yang dipimpin oleh Voldemort sendiri. Berbeda dengan sekuel-sekuel sebelumnya, Harry Potter and The Deathly Hallows baik part one dan part two cukup memenuhi standar sebagai sekuel penutup. Jalinan cerita diadaptasi semirip mungkin dengan novel aslinya. Adegan spektakuler peperangan penyihir pun diolah dengan baik sehingga jadilah pemandangan memukau di layar lebar. Bangunan dan makhluk-makhluk gaib ala dunia penyihir seperti Gringots, Kementrian Sihir, Malfoy Manor, Naga, Aragog, Dementor hingga hantu-hantu Hogwarts digambarkan dengan detail sehingga penonton yang selama ini hanya membayangkan bentuk dan wujudnya sekarang bisa melihatnya secara visual. Adegan dramatis nan mengharukan antara Snape dengan Harry pun berhasil membuat penonton terenyuh, mengubah persepsi tentang Prosefor Snape sekaligus menjadikannya pahlawan sesungguhnya. Setting stasiun King Cross yang didominasi putih terang cukup baik mereprentasikan adegan percakapan antara Harry dan Dumbledore di alam lain. Aku pun gembira ketika di akhir film ditampilkan adegan 19 tahun kemudian, episode kecil namun penting bagi mereka yang penasaran dengan kehidupan Harry pasca kehancuran Voldemort.
Kisah yang berakhir bahagia ini membuatku cukup puas, tak sia-sia mengantri tiket, duduk di deret terdepan yang cukup membuat kepala pusing ^^. Namun sebagai pembaca setia serial Harry Potter mau tak mau aku menemukan satu dua dan banyak hal yang tak sesuai dengan yang tertulis di buku. Merupakan kewajaran bagi sebuah film adaptasi jika menyimpang dari cerita aslinya. Namun untuk kasus Harry Potter, ketidaksesuaian tersebut terasa mengganggu. Satu contoh adegan ketika Neville membunuh Nagini, di buku diceritakan Neville mendapat pedang Gryfindor dari topi seleksi ketika menghadapi Voldemort, di film digambarkan Neville memungut pedang yang muncul begitu saja dan menyelamatkan Hermione dan Ron yang diserang Nagini tanpa senjata. Sebuah hal yang mungkin prinsipnya sama namun disini menunjukkan kesalahan cukup mendasar. JK Rowling, dalam menulis setiap adegan selalu mengandung arti dan maksud tertentu. Demikian pula dengan kasus Neville ini, dengan memperoleh pedang dari topi seleksi, pada akhirnya Neville pun diakui sebagai seorang Gryfindor dengan karakter yang pemberani dan setia kawan, dimana sebelumnya Neville selalu ragu akan posisinya di asrama Gryfindor. Kelemahan film terakhir ini juga terletak pada tidak adanya penjelasan rinci tentang hubungan misterius antara Harry dan Voldemort. Mengapa Harry bisa hidup kembali ? Mengapa Dumbledore mati di tangan Snape ? Mengapa sihir Voldemort tak mempan ketika Harry hidup lagi ? Semua pertanyaan tersebut tak terjawab hingga film usai. Walhasil penonton yang tidak membaca bukunya pun kebingungan dengan adegan yang terkesan meloncat-loncat tanpa mengetahui mengapa demikian. Beruntung aku menyaksikan film ini berbekal cerita asli yang telah kurampungkan sekian kali ^^, sehingga aku pun menikmati sepanjang 2,5 jam dan meninggalkan gedung dengan hati senang dan berbagai hal untuk dibahas dengan seorang teman.

Tidak ada komentar: