Rabu, 25 Mei 2016

Menahan Emosi

"Jangan lagi menyuruhku untuk sabar !", tulisku saat itu. Sekilas,memang itu kalimat yang kasar bahkan terkesan saya bukan seorang muslim yang baik. Saya tidak akan menjelaskan dalil-dalil atau apa pun tentang sabar dari segi religi,karena saya sadar ilmu saya masih 'cethek'. Saya sekedar mengungkapkan istilah sabar dari sudut pandang saya.
Mengapa saya melontarkan kalimat itu? Selama ini terus terang saya jenuh ketika orang lain berkomentar sabar untuk setiap status saya (bbm) yang menggambarkan betapa jengkelnya saya menghadapi kelakuan siswa,suami dan anak. Bukan tanpa alasan, saya berteriak lewat tulisan dan memandang sinis mereka yang serta merta berkomentar sabar tanpa tahu duduk permasalahannya. Untuk saya, sabar adalah pegangan ketika saya telah bekerja keras,berusaha semampu saya namun takdir tak seperti harapan saya. Sabar adalah kunci keberanian saya dalam menghadapi masalah, ujian dan tantangan. Sabar adalah kalimat sakti ketika saya merasa rendah diri melihat keberhasilan orang lain. Untuk saya, sabar tidak berlaku ketika mengajarkan disiplin dan perilaku terpuji. Peringatan pertama tak didengar,peringatan kedua tak diindahkan,peringatan ketiga ditertawakan...apakah saya harus bersabar dengan kondisi itu? Ada kalanya marah untuk menanamkan kebaikan itu perlu. Kalau sejak dini tidak ditanamkan kebiasaan baik mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Percuma saja segala kecerdasan otak kalau tidak dibarengi perilaku yang santun dengan hati yang bersih. Sekali lagi, itu hanyalah sabar dari kacamata saya.

Tidak ada komentar: