Rabu, 07 Oktober 2009

Pahit

Seperti hari-hari sebelumnya hari ini diawali dengan tanpa semangat. Tubuh terasa lesu akibat kurang tidur, bukan karena maraton nonton dorama , melainkan mata sulit terpejam terganggu batuk-batuk selama dua jam penuh di tengah malam. Tak pelak lagi aku menunaikan kewajiban dengan setengah hati, bagaimana tidak jika badan terasa penat di bagian tertentu akibat tekanan ketika menahan batuk, hidung mampet dan pusing kepala akibat kurangnya jatah tidur. Untunglah hari berlangsung dengan santai tanpa kesibukan dan kesulitan berarti. Ditemani musik penenang dan obrolan singkat di siang hari dengan teman di kejauhan sana, akhirnya sore pun menjelang. Namun kejadian pahit yang selama ini berusaha kuhindari terjadi juga. Di saat tubuh dan pikiran telah mencapai batas ketegaran, tak disangka pukulan yang lebih menohok ke batin datang juga. Ingin rasanya aku memaki-maki, melempar sesuatu ke wajah seseorang saat itu juga, namun dengan menahan marah aku tetap harus menampilkan wajah tersenyum.
"Pembeli adalah raja ", demikian ucap seseorang yang telah lama berkecimpung di bidang ini. Namun jika seorang raja menjadi raja lalim alias keterlaluan apa iya bawahan harus tetap tunduk dan melaksanakan perintah ? Bukankah banyak contoh pemimpin-pemimpin lalim yang tumbang oleh pemberontakan rakyat ? Ops, jangan disamakan antara raja yang ini dengan raja sesungguhnya. Aku tentu menyadari kelangsungan hidupku juga tergantung pada konsumen sebagai salah satu faktornya. Apalagi di tengah persaingan yang kian memanas, segala manuver mulai dari banting harga hingga servis habis-habisan diutamakan. Namun jika harus mendengar nada-nada menggurui sekaligus merendahkan itu lagi, mana mungkin aku bisa menahan diri seperti hari ini untuk kesekian kalinya. Dengan pribadiku yang cenderung emosional dan sensitif ini situasi demikian sungguh tak tertahankan !
Salahkah jika orang bertanya jika tidak tahu ? Haruskah seseorang menjadi segala tahu di waktu yang demikian singkat ? Memang benar jika seseorang memberitahu pada mereka yang tidak mengerti. Tapi apakah penjelasan itu harus dengan cara yang demikian kasarnya ? Itulah dalam hati aku benar-benar marah. "Baka, kuso, damn, sgarbato, pfuit..." seribu umpatan kukeluarkan dalam pikiran. Memangnya aku ini tuli, dungu sehingga harus diberitahu dengan suara lantang berkali-kali ? Kemarahanku pun merambat hingga titik tertinggi, sampai-sampi tak kuasa menahan air mata akibat emosi yang mencapai puncak. Radius kemasygulanku pun bertambah lebar menciprati mereka-mereka yang tidak bersalah. Akibatnya nada-nada ketus dan raut muka sangar pun menjadi pertanda emosiku sore ini. Ah, kenapa sih mereka tidak mau membantu ? Kenapa mereka tidak segera mengambil alih, meskipun tahu aku ini belum mengenal segalanya dengan baik ? Puih, beginilah rasanya mencari rejeki di bawah seorang juragan.
Rupanya sampai saat ini aku belum bisa beradaptasi dengan lingkunganku sekarang. Jika mengingat pekerjaanku dulu, ditambah kejadian hari ini aku semakin menyadari ini bukanlah tempatku. Jiwaku lebih tertarik untuk menyalurkan pengetahuanku kepada mereka yang membutuhkan bimbinganku. Di tengah kerumunan anak, dikelilingi dengan lembaran soal-soal terasa menyegarkan untukku. Mungkin karena aku terbiasa berada di posisi yang lebih tinggi, terbiasa dengan kata 'mengajar' menjadikanku sangat sulit untuk menerima semua ini. Kebiasaan menjadi yang lebih tua dan dihargai membuatku sulit menerima situasi yang penuh dengan suara lantang dan kalimat-kalimat kasar. Ah semoga kepahitan yang kutahan selama ini menjadi awal dari kehidupan yang lebih baik.

Tidak ada komentar: