Selasa, 16 Februari 2010

Buram

Akibat terlalu sering bermandikan air hujan di malam hari membuatku memiliki cukup waktu luang untuk bermalas-malasan di rumah. Meskipun kepala terasa pening, tak membuatku surut untuk memanfaatkan waktu untuk membaca setumpuk buku yang menanti untuk kulahap satu demi satu. Tubuh lemas, tenggorokan kering dan rasa pahit di mulut membuatku tak punya pilihan selain membaringkan diri di kursi favoritku. Bosan dengan acara televisi yang monoton, aku pun memutuskan meneruskan aktivitasku sebelum virus menyerang, apalagi kalau bukan membaca maraton novel-novel yang belum sempat kuselesaikan. Usai membaca petualangan terbaru Robert Langdon, aku pun mengambil sebuah judul dari sekian banyak novel dari tiga macam genre yang menumpuk di tepi ranjangku. Berbeda dengan bacaan sebelumnya yang benar-benar mewakili kesukaanku akan pengarang luar negeri, kali ini aku kembali mengulang membaca kisah hidup seorang anak melayu Belitong yang terkenal berkat tetralogi Laskar Pelanginya.
Sebenarnya ketiga buku yang ditulis oleh Andrea Hirata ini sudah kubaca setahun lalu. Berhubung seri pamungkas tetralogi ini diterbitkan dengan jarak waktu yang cukup lama, aku pun memutuskan untuk mengulang dari awal sebelum membaca Maryamah Karpov , judul terakhir petualangan Andrea, anak melayu yang sukses menggapai mimpi-mimpinya. Ya keempat buku ini rupanya mampu menembus idealismeku akan menarik atau tidaknya sebuah bacaan. Aku yang lebih menggemari fiksi terjemahan, untuk kedua kalinya aku mengakui kemampuan penulis dalam negeri. Setelah sempat kecewa dengan karya-karya Kang Abik yang menurutku tidak seindah Ayat-Ayat Cinta, baru kali ini aku menemui penulis tanah air yang mampu mempertahankan ketertarikanku akan karyanya. Andrea dengan gayanya yang sedikit aneh dalam memadankan sebuah perumpamaan, sukses membuatku terus menekuri kata demi kata hingga mencapai halaman akhir tanpa rasa bosan. Kisahnya mulai dari masa kecil yang mengingatkanku akan peliknya dunia pendidikan di Indonesia, hingga kegigihannya sehingga mampu menginjakkan kaki di tanah Eropa (benua yang sangat kukagumi) hingga pencariannya akan cinta pertama (meskipun agak sedikit absurd menurutku) membuatku terpana dan mau tak mau semangat untuk terus dan berani mewujudkan impian. Kisah menarik yang mampu menimbulkan inspirasi bagi pembaca, itulah pendapatku akan tetralogi Laskar Pelangi ini. Meskipun si pengarang menyatakan bahwa dia bukan penulis, bagiku dia adalah penulis hebat yang membuat kejutan dan terobosan baru dengan ciri khasnya di tengah gempuran buku-buku bermuatan ringan yang menyebabkanku enggan untuk berurusan dengan buku karya anak negeri ^^.
Itulah aku, begitu cintanya aku akan membaca buku-buku fiksi, membuatku tak menghiraukan apapun selagi asyik larut dalam petualangan yang tertuang dalam kata. Walhasil beberapa hari ini, mataku merasakan akibatnya. Buram dan pedih selalu menghampiri ketika aku meraih sebuah bacaan dan mulai membaca ^^. Mungkin aku harus sedikit mengerem kecepatan membacaku, mengistirahatkan indera penglihatanku untuk sementara. Namun lagi-lagi aku terbentur akan kesukaanku yang satu ini. Karena dengan membacalah aku bisa mengalihkan perhatian dari kejenuhan, berada di duniaku sendiri yang demikian kunikmati. Ah, mengingatkanku akan sebuah kalimat di Maryamah Karpov. : " Penyakit gila No. 16. Berada di dunia sendiri, menciptakan masalah sendiri dan menyelesaikannya sendiri", demikian kira-kira ^^

Tidak ada komentar: