Sabtu, 06 Februari 2010

Koleksi Terbaru


Akhirnya tiba juga saat mendebarkan untukku sebagai seorang kutu buku. Sebuah judul novel best seller yang telah lama digadang-gadang bakal menjadi penghuni tetap rak bukuku pun kelar diterbitkan dalam versi Indonesia. Beruntung buku ini diluncurkan menjelang hari 'isi ulang' membuatku tak perlu menunggu terlalu lama untuk segera larut dalam petualangan terbaru simbolog fiksi yang dua buku sebelumnya telah berhasil memikat kekagumanku. Ya, semenjak aku mendengar info akurat akan kehadiran tokoh Robert Langdon dalam karya teranyar novelis Dan Brown, jauh-jauh hari aku sudah mempersiapkan dana tersendiri untuk membeli buku yang pastinya mengalami lonjakan harga setelah kesuksesan buku-buku seri Langdon sebelumnya. Sembari menunggu terjemahan buku yang berjudul The Lost Symbol ini, aku yang demikian antusias dan penasaran sibuk mencari informasi di berbagai situs, sekedar membaca sinopsis maupun testimoni yang dilampirkan di cover belakang buku tersebut ini. Kata kunci Freemason yang menjadi dasar petualangan Langdon kali ini semakin menggelitik antusiasmeku. Ditambah dengan secuil informasi bocoran yang menyinggung masalah kitab suci semakin meyakinkanku untuk segera membaca buku ini. Jadilah kali ini aku berlaku di luar kebiasaaanku, tanpa pikir panjang lagi tak menghiraukan isi kantung yang dengan cepat menipis aku yang biasanya pantang membeli buku sebelum membaca terlebih dahulu tergiur untuk membeli novel dengan harga di luar jangkauanku tanpa embel-embel potongan 50% ^^. Seingatku hanya serial Harry Potter yang mampu membuatku dengan segera memburu seri terbaru tanpa menunggu buku ini dipajang di 'bookfair'. Itupun berlaku mulai buku kelima Harry Potter and The Order Of Phoenix, dimana aku sudah demikian keranjiangan dan penasaran dengan perjalanan nasib penyihir cilik itu. Bisa dibayangkan resiko apa yang kuambil dengan membeli buku terbaru Dan Brown ini tak lama setelah hari pertama beredar.
Meskipun lelah dan mata tak mau diajak kompromi, aku tetap menguatkan diri menelusuri 150 halaman pertama dari buku yang baru sehari di tangan dan telah kudata serta kusampuli dengan rapi ini. Namun entah mengapa halaman demi halaman terlewati, ketegangan dan keterkejutan yang selalu muncul di dua buku sebelumnya tidak kurasakan. Aku bahkan harus menahan kuap dan beratnya kelopak mata yang selalu ingin mengatup. Wah, pertanda kurang baik, demikian pikirku yang akhirnya menyerah dan mengistirahatkan diriku ketika waktu menunjukkan tepat tengah malam. Malam berikutnya aku kembali membuka halaman terakhir yang kubaca, kembali diam dan berkonsentrasi di antara untaian kata dan simbol-simbol yang sebagian sudah kukenal. Memasuki setengah bagian buku, aku pun menambah sedikit pengetahuan akan Washington, DC dan sesuai ciri seri petualangan Langdon aku memperoleh sedikit tambahan informasi mengenai korelasi antara agama modern dengan kisah kuno tentang dewa-dewi. Menjelang dua pertiga bagian aku merasakan sebuah kekecewaan. Bagian yang seharusnya berada pada titik ketegangan jika menilik dua buku sebelumnya, aku tidak menemukannya pada buku ini. Walhasil kisah tentang Robert Langdon yang berusaha menyelamatkan mentornya, master dari perkumpulan rahasia Freemason yang terkenal itu terkesan biasa-biasa saja. Pengungkapan ritual inisiasi Mason, ataupun perjalanan Langdon dalam memecahkan kode berlapis Mason untuk menemukan Misteri Kuno yang secara mitos adalah Kata yang Hilang yang dapat mencerahkan atau disitu dikatakan mengubah manusia menjadi Tuhan atau dewa kurang menunjukkan greget tersendiri. Meskipun Dan Brown menunjukkan kejutan di akhir cerita seperti biasanya, ketika aku menyelesaikan kalimat terakhir buku ini, tak ada keheningan yang selalu muncul ketika aku menyelesaikan sebuah buku yang menurutku sangat menarik. Tujuh ratus sekian halaman yang semula menjanjikan petualangan seru, pada akhirnya menjadi satu hiburan ringan di sela rutinitasku.
Walaupun aku tak menyesali keputusanku untuk menjadikan buku ini salah satu koleksiku, tak urung sedikit ketidakpuasan menyelip ketika usai membaca buku ini. Kegairahan yang terpupuk mulai dari tahun lalu tidak terbayar dengan lunas. Entah karena topik yang tidakbegitu kontroversial seperti dua buku sebelumnya, atau aku yang tanpa sadar mulai jenuh dengan tulisan Brown, atau memang intrik yang kurang berliku dan informasi yang tidak begitu mendetail pada kenyataannya aku kurang setuju dengan berbagai testimoni yang memunji-muji buku ini. Tentu ini hanya sebatas pendapatku yang notabene hanya seorang kutu buku yang tidak bisa menelaah sebuah isi buku dengan benar dan hanya sekedar untuk hiburan dan menambah pengetahuan di kepalaku namun pada kenyataannya di luar sana ada yang sepakat dengan pendapatku.

Tidak ada komentar: