Jumat, 12 Maret 2010

Forever Princess


"Teenlit ?!", sebagian teman pastinya tak percaya jika aku mau membaca bahkan membeli buku fiksi yang termasuk kategori remaja alias teenlit. Aku memang jarang membaca buku bergenre remaja ringan bahkan cenderung lebih menyukai buku-buku cerita anak-anak macam Mrs Witz, Malcolm In The Middle, Because of Winn Dixie atau buku anak-anak karangan Roald Dahl, Eva Ibbotson dan pengarang buku sejenis ternama lainnya. Tak heran ketika aku dengan setia mengikuti kisah Putri Mia yang dituangkan dalam bentuk buku harian, ada beberapa dari mereka yang mengenalku tak mempercayainya.
Pada kenyataannya sudah cukup lama aku mengoleksi buku-buku harian yang ditulis oleh Meg Cabot dari sudut pandang orang pertama ini. Ketika aku masih duduk di semester lima bangku kuliah, waktu itu aku iseng melihat-lihat toko buku baru yang terletak di tepi jalan utama menuju kampus biru (kangennya aku akan sebutan ini ^^). Berhubung aku lebih tertarik ke buku-buku fiksi, aku pun segera memilah sederet judul yang terpampang di rak. Ketika tak menemukan judul yang membuatku tertarik untuk membeli, akhirnya aku iseng mencomot sebuah buku berjudul Princess In The Spotlight (Menjadi Pusat Perhatian). Tanpa alasan khusus hanya karena merasa sungkan jika keluar tanpa membawa apa-apa, aku memilih buku itu hanya karena harga lumayan murah, dan menilik dari sinopsis yang tercetak di cover belakang buku tersebut yang kurasa cukup menarik dalam arti bisa memancing tawa sehingga cocok untuk bacaan ringan yang menghibur. Setibanya di kamar kos PD 79 (ruangan tempatku bergelung di dunia ku semasa kuliah ^^),tanpa menunggu lama aku segera membuka halaman pertama buku itu. Sebutan aneh untuk sebuah buku serta merta meloncat dari pikiranku ketika membaca lembar pertama cerita bangsawan New York tersebut. Baru kali itu aku menjumpai pengarang menulis kisah dalam bentuk buku harian yang ditulis oleh si tokoh utama. Bagaimanakah cara pengarang untuk membuat pembaca memahami jalan cerita jika ditulis dengan gaya buku harian yang pada umumnya hanya sepenggal pengalaman yang dituang dalam bentuk kata-kata ?, demikian batinku saat itu. Namun lambat laun tanpa kesulitan aku mulai mengikuti alur cerita yang ternyata aku langsung membaca buku keduanya ^^. Sejam kemudian aku pun tersenyum puas, tak sia-sia aku merogoh kocek yang tak terduga hanya karena iseng. Dan sejak saat itu aku pun gencar menanti kelanjutan kisah rekaan pengarang asal Amerika itu.
Meg Cabot membuat terobosan baru dalam bidang tulis menulis yang belum pernah kujumpai sebelumnya (berhubung buku ini yang baru pertama kali kubaca). Menulis dengan sudut pandang orang pertama bukanlah hal yang jarang dilakukan, namun ketika dituangkan dalam bentuk buku harian, itu menjadi sesuatu yang spesial untukku yang baru pertama kali ini menjumpai gaya menulis seperti itu. Meskipun berbentuk buku harian, Meg Cabot bisa menceritakan liku-liku kisah Putri Mia, anak di luar perkawinan yang mendadak harus memegang tanggung jawab sebagai Putri Mahkota negara monarki absolut kecil di benua Eropa. Ditulis dengan gaya bahasa remaja yang ringan, Meg mampu membuat pembaca memahami isi hati sang Putri, mengikuti kegiatan sehari-hari Mia dan interaksinya dengan orang tua, kerabat dan sahabat-sahabatnya. Meg pun acapkali memasukkan berbagai hal yang digemari remaja Amerika masa kini lengkap dengan komentar maupun pendapatnya yang dikeluarkan melalui tokoh Mia dan beberapa tokoh sentral lainnya. Dengan lihai Meg menuliskan karakter-karakter Mia dan orang-orang disekelilingnya yang dituangkan dalam buku harian milik Mia. Layaknya sebuah buku harian, serial tentang Putri Mia ini tak lepas dari coretan-coretan ala remaja yang mencatat jadwal sekolah, caci maki terhadap hal yang tidak disukai, maupun curahan hati si pemilik buku harian. Akan tetapi coretan-coretan tersebut justru menjadi pemanis yang melengkapi inti cerita yang sebenarnya amat ringan dan mudah dicerna namun cukup menghibur. Tak heran aku yang terlanjur mengoleksi satu bukunya, memutuskan untuk mengikuti serial ini sekaligus penasaran dengan akhir kisah terutama hubungan cintanya dengan senior yang juga menjadi tokoh fiktif kesukaanku.
Jika kuingat lagi, waktu aku membeli buku kedua serial Putri Mia ini, aku terpengaruh dengan janji bahwa kisah Putri Mia akan berakhir di buku ketiga. Aku yang tidak terlalu suka untuk menunggu-nunggu rampungnya sebuah kisah, berani memutuskan untuk membeli karena waktu itupun buku ketiga serial ini sudah terbit. Dan memang benar adanya bahwa kisah Mia dalam menggapai cintanya berakhir dengan sukses di buku ketiga. Betapa terkejutnya aku ketika beberapa bulan kemudian aku menemukan buku keempat serial Putri Mia terpampang di gerai buku swalayan Moro (swalayan tempatku dulu berbelanja kebutuhan bulanan ^^). Mau tak mau aku pun merogoh kocek untuk membeli buku itu. Maklum sudah menjadi sifatku untuk tidak berhenti di tengah jalan ketika mengumpulkan sesuatu. Aku tidak suka jika melihat buku-buku koleksiku tidak lengkap dalam artian kekurangan satu judul dari sekian seri. Jadilah aku dengan setia mengoleksi buku harian Putri Mia. Dan tahun ini (sudah berapa tahun sejak aku pertama membeli ya ?^^) akhirnya buku terakhir kisah Putri Mia pun muncul. Kuhitung dari awal, tak terasa sudah menginjak buku ke-10 ! Wow sebuah rekor untuk kisah ringan bergenre remaja yang mampu bertahan hingga sepuluh seri. Buku yang pernah diangkat ke layar lebar dengan judul sama dengan buku pertamanya ini akhirnya benar-benar mengisyaratkan akhir kisah Putri Mia. Bukan saja mengenai perubahan Genovia menjadi monarki demokratis yang berarti membebaskan Mia dari kewajibannya memimpin negara itu, namun juga menceritakan akhir kisah cinta Mia, keputusannya dalam menempuh pendidikan dan hubungannya dengan sahabat sejak kecilnya yang sempat merenggang. Membaca kisah yang berakhir bahagia tersebut, aku pun kembali merasakan lega berkepanjangan. Bukan hanya karena gembira dengan kebahagiaan Michael (tokoh favoritku) namun lebih kepada akhir beraliran 'happy end' pada serial ini. Dengan akhir yang membuatku tersenyum gembira, membuatku tak sia-sia mengoleksi serial ini yang ternyata kelebihan tujuh seri dari targetku sebenarnya ketika membeli buku kedua dulu. Akhir yang bahagia membuatku tak bosan untuk membaca dan membaca ulang serial ini. Lain dengan koleksiku yang berakhir tak seperti harapanku, kini terbengkalai begitu saja. Demikianlah meskipun hanya sebuah cerita ringan ala remaja, kisah milik Meg Cabot ini menjadi selingan di antara buku-buku yang membuatku harus berpikir lebih keras untuk memahami sebuah cerita.

2 komentar:

bibi mengatakan...

aq cari buku ini kemana2 tapi uda abiz,, tau ga dimana atau siapa yg jual forever princess nya meg cabot? pengen bangeett.. pliz hubungi aq di facebook Shelbi Asrianti

tezuka_in mengatakan...

Coba pesen lewat online. or ntar kalo aku nemu di gramedia tak hubungi. Salam kenal y ^^