Sabtu, 29 Oktober 2011

Semoga

Kesan pertama selalu menjadi tolak ukurku dalam menilai sesuatu. Mungkin hal itu tidak bisa selalu dijadikan pegangan, pepatah mengatakan "tak kenal maka tak sayang", jadi bukan tidak mungkin kesan pertama yang buruk dikarenakan kita belum  mengenal dengan lebih mendalam. Sayangnya penilaian saat kesan pertama selalu mempengaruhiku dalam menilai sesuatu meskipun penilaian pertamaku seringkali salah. Subyektif, mungkin adalah istilah yang tepat untuk kasusku ini. Demikian pula dengan saat ini, ketika kesan pertama sudah tak mengena di hati, kenyamanan di lingkungan baru yang kutunggu-tunggu tak jua datang. Diperparah dengan satu, dua dan banyak fakta negatif semakin membuatku apatis untuk berkarya di tempat baru ini. 
Setiap orang membutuhkan pengakuan akan keberadaannya. Demikian juga dengan diriku yang menjadi satu di antara setiap orang itu. Dan ketika pengakuan itu tak kunjung ada, lambat laun semangatku di awal mula menipis dan terus menipis ketika mengetahui alasan di balik perlakuan tak menyenangkan itu. Setiap orang di dunia ini bergelut dengan perjuangannya masing-masing. Berhasil atau tidak semuanya patut dihargai atau lebih tepatnya ingin dihargai atas usaha yang telah dilakukan. Berasal dari golongan prestisius bukan jaminan akan kinerja yang diharapakan. Sayang, mata penilai telah tertutup dengan tirai yang dijalinnya sendiri. Patokan-patokan sebagai standar penilaian pun telah bergeser, dengan penambahan atau pengurangan sesuai kacamata subyektifitas.
Seberapa pagi aku tiba di tempat memenuhi kewajibanku, seberapa ringannya tanganku kuulurkan di berbagai tugas, seberapa lengkapnya berkas-berkas yang senantiasa kusiapkan, seberapa perhatiannya aku dengan asuhanku, semua tenggelam di tengah gelombang nama besar akademis, dan tingginya jabatan saudara dekat. Hingga akhirnya kata percuma pun terbentuk di pikiran. Di saat inilah aku teringat kembali akan masa lalu, merindukan semua yang dulu dengan antusias kutinggalkan, Manusia....memang tak pernah puas ^^ Inilah cermin buruk sebuah sistem di Indonesia. Entah kapan sistem ini akan berubah menjadi lebih baik, tak dikotori dengan campur tangan 'dewa' uang. Ataukah sistem ini harus dihancurkan dahulu, dicabut hingga ke akar-akarnya agar bibit sistem yang sama tak tumbuh lagi ? Sudahlah, bukan kapasitasku untuk membahas semua itu, yang bisa kusampaikan hanya sekelumit 'unek-unek' dari perlakuan tak adil yang kuterima hanya karena berasal dari jenjang yang kurang punya nama. Kapankan semua ini akan berakhir ? Betapa aku merindukan kenyamanan di wilayah baru sehingga aku bisa lebih dalam membaktikan diri di tengah masyarakat. Bersyukur, hanya itu yang kupegang saat ini, bersyukur atas takdir yang menjadi jawaban atas doa-doaku. Berharap terus diberi kekuatan dan kesabaran dalam perjuangan yang masih panjang ini.

Tidak ada komentar: