Senin, 15 Oktober 2012

Inheritance : Warisan terakhir

Trilogi yang berubah menjadi tetralogi ini sebenarnya sudah lama diterbitkan dan terjemahannya pun sudah lama beredar di toko buku terbesar yang cabangnya tersebar di seluruh Indonesia. Meskipun demikian baru sebulan lalu aku sempat merampungkan membaca sekuel terakhir petualangan Eragon tersebut. Keterlambatan yang disebabkan lebih karena faktor dana, maklumlah harga buku-buku best seller tak bisa dikatakan murah, ditambah peredaran buku yang agak di luar biasanya.
Tak butuh waktu lama, segera setelah aku mendapat hibah buku ini dari seorang teman, buku yang sudah agak lecek tersebut mulai kuserbu halaman dei halaman. Meskipun di tengah-tengah tak jarang aku meloncat ke lembar-lembar terakhir, saking penasarannya akan akhir cerita^_^. Tak bisa dipungkiri, antusiasmeku akan buku ini sedikit berkurang gara-gara membaca spoiler yang banyak ditemukan di media internet. 
Seperti cerita berseri yang pernah kubaca, tetralogi Inheritance pun tak lepas dari akhir cerita yang kurang menggigit jika mengingat jejak petualangan tokoh utama yang demikian seru dan mendebarkan, mengundang penasaran akan peristiwa selanjutnya. Maka alih-alih membaca dengan cepat agar segera mengetahui ending cerita, aku lebih memfokuskan perhatian pada bab-bab awal hingga menengah. Berlama-lama menekuri perjuangan Eragon, Arya dan Roran dalam membantu kaum Varden menumbangkan kekuasaan Galbatorix. Penaklukan kota-kota demi kota, dan kebenaran dari rahasia kekuatan galbatorix, dan jawaban dari teka-teki Werecat menjawab semua pertanyaan yang belum terjawab di tiga buku sebelumnya. Sayangnya, geliat perjuangan yang demikian seru dan melelahkan tidak tereksekusi dengan baik oleh Paolini. Akhir cerita seolah dipaksakan agar sesuai dengan ramalan penyihir Angela yang muncul di buku pertama. Duel Eragon dan Galbatorix kurang menggigit, mengingatkanku akan duel Harry Potter melawan Voldemort. Keduanya sama-sama mengalahkan musuh dengan kekuatan hati kalau tak bisa dikatakan kekuatan cinta ^_^. Yah, selama ini aku memang merasa tetralogi Inheritance ini merupakan perpaduan antara Harry Potter dan Lord of The Ring. Kepergian Eragon dan Saphira meninggalkan Alaegesia untuk selamanya demi menjaga eldunari dan telur-telur naga yang selamat, menimbulkan sedikit kekecewaan akan kisah asmara Eragon dan Arya yang berakhir tak bahagia (kalau yang ini mungkin subyektif dariku sebagai pribadi yang melankolis ^_^). Memang jika harus mengikuti keinginan pembaca yang umumnya menuntut akhir cerita yang indah, cerita-cerita yang ada akan menjadi monoton. So, Christopher Paolini patut diacungi jempol, di usianya yang demikian muda mampu membuat sebuah petualangan dengan begitu detail dan mengesankan di saat remaja lain seusianya masih berkutat dengan kegelisahan khas masa puber masing-masing.

Tidak ada komentar: