Sabtu, 21 Maret 2009

Obrolan di tengah hari

Dua hari belakangan, udara teramat sangat panas !!!! Benar-benar pengaruh global warming nih, suhu kamar di tempat tinggalku tidak lagi sesuai dengan referensi melainkan bertambah nyaris empat derajat celcius lebih tinggi. Namanya juga lagi kepanasan, memanfaatkan sepinya pengunjung saat jam istirahat, sambil melihat jalanan yang tetap saja padat aku dan rekan-rekan mengobrol santai di bawah semilir kipas yang dinyalakan dengan putaran penuh. Namanya juga mengobrol, topik percakapan berganti-ganti sesuai arus dan mood masing-masing. Tak mau ketinggalan dengan berita hangat seputar Pemilu, obrolan antar teman yang berbeda latar belakang pendidikan, usia dan karakter pun mengalir lancar. Masing-masing beropini mengomentari peliknya masalah Pemilu di Indonesia. Uniknya meski berbeda karakter dan kepribadian, nyaris semua berpendapat sama tentang Pemilu. Jangankan mengetahui dengan pasti cara mencontreng yang benar dan bisa dianggap sah, masing-masing sudah berancang-ancang untuk tidak mengunakan hak pilihnya pada hari H. Situasi menarik ini membuatku tergelitik untuk menelusuri lebih lanjut. Usut punya usut ternyata keputusan mereka didasari oleh rasa anti pati pada persona yang mengajukan diri sebagai wakil di kursi legislatif. Masih bermula dari alasan klasik yaitu pudarnya kepercayaan pada pemimpin yang selama ini belum juga mewujudkan janji-janji manisnya ketika sedang berkampanye agar dipilih rakyat. Tak bisa dipungkiri, hingga kini belum ada bukti nyata realisasi wakil rakyat dalam memperjuangkan aspirasi rakyat. Justru sebaliknya, kebobrokan moral dan mental satu persatu terbongkar hingga mencemarkan keelitan legislatif. Tak salah jika banyak yang beranggapan "bolehlah bermanis-manis saat menjaring popularitas, namun setelah duduk di kursi legislatif segera berlaku prinsip 'siapa sih kamu ?!'". Berhubung saat asyik mengobrol berbarengan dengan jadwal kampanye salah satu partai kuat, pembicaraan tentang Pemilu dan pernak-perniknya semakin hangat. Lagi-lagu semua berpendapat sama, "lebih baik uang yang digunakan untuk biaya pasang iklan dan sebagainya dibagi-bagi ke rakyat miskin. Bukankah lebih bermanfaat daripada dihamburkan untuk membuat poster yang nantinya jelas berakhir di tong sampah ?!". Ya, saat ini uang memang segalanya. Tanpa uang, keinginan sudah untuk terwujud. Tak heran jika banyak orang menjadi gelap mata jika beruurusan dengan yang namanya "uang". Pendapat yang lumayan masuk akal menurutku, sayangnya jika hal itu dilakukan maka akan terjadi pelanggaran protokol pada poin 'money politik'. Jika diperhatikan, suasana kampanye kali ini lain dengan kampanye sebelumnya. Jumlah simpatisan minim (apa karena partai gurem ya ?) menjadikan munculnya dugaan praktek suap untuk mengikuti sebuah kampanye terbuka. Dipikir-pikir siapa sih, yang betah berpanas-panas, dengan resiko motor rusak tanpa jaminan.
Puas bicara seputar pemilu mendatang, obrolan berpindah ke ranah misteri. Tema horor yang kini menjadi tren sekaligus mesin pencetak uang bagi para sineas memang asyik untuk dibicarakan. Meskipun sedikit merinding dan tak jarang jerit kaget terlontar, aku tetap asyik menyimak pengalaman mistis rekan-rekanku. Percaya atau tidak yang namanya hantu alias setan dengan berbagai bentuk dan versi sering dijumpai pada kehidupan nyata. Memang rasanya tidak rasional, tapi begitulah adanya. Penampakan makhluk tak kasat mata dipercaya terjadi pada lokasi-lokasi khusus yang biasa disebut dengan istilah angker. Demikian pula dengan kisah mistis di tempatku sekarang. Mendengar cerita non rekaan dari teman-teman yang mengalami sendiri, sukses membuat bulu kuduku berdiri hingga bermimpi buruk. Siapa sih yang tidak merasa seram, mendengar keberadaan makhluk seperti kuntilanak, tuyul, gendruwo serta Mr. P di tempat kita berada ? Belum lagi jejak kaki berdarah yang muncul di pagi hari, padahal rumah selalu kosong dan terkunci rapat di malam hari. Penjaga malam yang tergolong berani pun 'kabur' setelah dua tahun penuh diganggu oleh makhluk halus. Aku pun akan kabur tanpa menunggu dua tahun jika tiap malam harus bertegur sapa dengan hantu, mendengar tawa seram, poltergeist, dan gempa lokal seolah bangunan runtuh yang anehnya hanya berlaku di satu tempat. Hiiii.......Lagi seru-serunya mengobrol dalam suasana mencekam tak terasa waktu bergeser menjelang sore hari. Berhubung 'breaktime' sudah usai, tak lama kemudian aku dan rekan-rekan kembali berinteraksi dengan pelanggan yang datang silih berganti.

Tidak ada komentar: