Jumat, 04 Juli 2008

Kejar Ijazah


Sejak berlakunya UAN sebagai standar kelulusan siswa sekolah menengah dan sekolah dasar yang baru dimulai tahun ini, banyak sekali keluhan, kecemasan, dan tentangan dari kalangan sekolah baik siswa, guru maupun orang tua murid. Berawal dari banyaknya persentase siswa yang tidak lulus akibat nilai UAN di bawah batas kelulusan dan beberapa di antaranya bahkan tergolong siswa yang pandai, pemerintah melalui departemen terkait akhirnya mengambil solusi diadakannya ujian kesetaraan bagi mereka yang belum berhasil. Dengan jaminan bahwa pemegang ijazah dengan label Kejar Paket B maupun C berhak masuk di jenjang pendidikan lebih tinggi, para siswa gagal ini pun dapat bernafas lega. Saking leganya, jalan tengah yang beberapa tahun ini dilakukan oleh pemerintah malah menjadi senjata makan tuan.
Berdasarkan dari situasi yang aku alami, kebijakan ini menjadi titik lemah tujuan pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia. Kembali ke permasalahan semakin banyaknya sekolah swasta yang gulung tikar akibat kekurangan murid, dengan adanya Kejar Paket ini banyak sekolah-sekolah yang menuai untung dengan menerima murid yang belum lulus. Tindakan ini memang tidak bisa dibenarkan, tapi kondisi sekolah memaksa mereka untuk menampung siswa-siswa baru yang seharusnya belum bisa meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, demi kelangsungan sekolah. Dengan asumsi bahwa bila mengikuti ujian kesetaraan pasti lulus, maka siswa-siswa karbitan ini dengan 'pe-de'-nya menjadi siswa baru di sekolah yang mau menerima mereka.
"Bila tidak lulus UAN, bisa ikut ujian kesetaraan pasti lulus !" itulah yang tertanam di benak para siswa khususnya murid-muridku. Ya, ujian paket hanya sekedar jalan untuk mencari ijazah. Tanpa perlu bersusah payah belajar, siswa yang tidak lulus ini memperoleh selembar ijazah yang dapat mereka gunakan untuk mendaftar sekolah maupun melamar pekerjaan. Akhirnya, banyak siswa sekali lagi khususnya muridku tidak lagi berkonsentrasi dalam belajar. Mereka datang ke sekolah sekedar setor muka, memenuhi absensi minimal tanpa mengikuti pelajaran yang berlangsung dengan sungguh-sungguh. Belum lagi dengan adanya sekolah yang menampung siswa tak lulus. "Tidak lulus juga bisa sekolah", kilah muridku jika aku mendorong mereka untuk belajar mempersiapkan diri menghadapi UAN penentu kelulusan. Aku bukannya anti dengan program kejar paket ini. Aku justru sangat mendukung program ini, karena dengan adanya program kesetaraan ini banyak siswa yang tidak mampu dapat mengenyam pendidikan. Hanya saja, program pemerintah tentang ujian kesetaraan sebagai jalan keluar bagi siswa tak lulus, bukannya ujian ulang menurutku sangat tidak efektif. Tidak seperti zaman dulu, semua siswa mempersiapkan diri sungguh-sungguh, mempelajari apa yang diberikan para guru sehingga nilai yang mencerminkan hasil belajar selama tiga tahun benar-benar menjadi hasil jerih payah yang bisa dibanggakan. Sekarang, keadaan sudah berbalik, banyak siswa yang tidak takut atau malu tidak lulus sekolah. Aku bahkan menjumpai muridku yang tertawa saat mengetahui bahwa ia tidak lulus ! Jika kondisi ini terus berlangsung, kukira bukannya kualitas meningkat justru semakin menurun. Belum lagi dengan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat UAN yang dilakukan oknum sekolah demi menghasilkan persentase kelulusan yang tinggi. Bagaimana mungkin siswa yang tidak lulus ujian dengan nilai ujian jauh di bawah standar dapat lulus ujian kesetaraan yang mata pelajaran yang diujikan lebih banyak dan dengan nilai top ! Kalau siswa dengan nilai sempurna itu sedemikian pintarnya, bukankah seharusnya mereka mampu melewati UAN dengan baik ? TAk heran jika banyak pihak yang meragukan kualitas pemegang ijazah kejar paket.

Tidak ada komentar: