Kamis, 17 Juli 2008

Kembali Ke Masa Lalu



Hari Senin selalu menjadi hari penuh harapan. Senin adalah hari dimulainya petualangan baru untuk enam hari ke depan. Senin juga hari yang berat, setelah cukup bersantai di hari Minggu tubuh dan pikiran harus kembali ke aktivitas rutin. Biarpun demikian hari Senin selalu kumulai dengan semangat baru, khususnya Senin, 14 Juli yang lalu. Setelah bingung dan gundah karena belum punya tempat bernaung, akhirnya kutemukan juga secercah harapan meski hanya untuk sementara. Udara dingin nan mengigit di pagi hari tak mematahkan semangatku, dengan riang dan sedikit berdebar aku menapakkan langkah menuju tempat yang sudah lama tak kujamah. Sejak dulu aku sangat menyukai tempat ini. Tiga tahun lamanya aku menghabiskan masa remajaku di gedung tua megah bersama teman-teman sepermainanku dulu. Sepuluh tahun berlalu, sekolahku ternyata masih seperti dulu. Ruang-ruang kelas yang lapang, kantin yang kecil tapi bersih juga toilet yang selalu kusambangi tiap jam istirahat. Sebuah gedung baru segera menarik perhatianku. Betapa senangnya aku melihat gedung itu berisi buku-buku yang selama ini menjadi hobiku. Dengan agak malu aku memasuki ruangan di ujung halaman yang sekarang menjadi tempatku menghabiskan waktu di siang hari. Aku terkejut bercampur girang ketika disambut oleh beberapa muka lama yang selalu kuhormati. Wajah dan penampilan bapak dan ibu guruku tak jauh berbeda dari saat beliau-beliau ini memberi pelajaran padaku dulu. Senyum lebar menghiasi wajah-wajah yang sedikit menua tapi tetap menunjukkan tekad berjuang. "Selamat bergabung, Nak !", kalimat itu membuatku terharu saat mereka mengucapkannya dengan tulus. Melihat beliau para guru yang bersemangat memulai tahun ajaran baru, mau tak mau aku ikut tertular tekad berkarya mereka. Hari pertama aku masuk ke kelas, aku sungguh dibuat tertegun. Setelah tiga tahun aku berkutat menahan emosi di tengah murid-murid yang sulit untuk dibimbing, sekarang aku betul-betul dibuat takjub. Bagaimana tidak ? Anak-anak usia 12-15 tahun yang sedang masa puber dan biasanya sulit diatur, begitu mereka memasuki ruang kelas semua tingkah serampangan di luar sekolah berubah drastis. Dengan penuh hormat mereka menyapa bapak dan ibu guru, mendengarkan pelajaran dan nasehat dari orang yang lebih tua dan dengan senang hati bahkan berebut mengerjakan perintah guru. Saat ini aku merasa bangga bahwa aku alumni dari sekolah ini. Banyak orang tak memahami mengapa aku dulu menuntut ilmu di tempat yang tidak sesuai dengan keyakinanku. Tak sedikit pula yang mencemooh dan melecehkan sekolahku yang memang bukanlah sekolah favorit yang beranggotakan anak-anak teladan. Ketika kini aku kembali ke sekolah ini dengan posisi yang berbeda, aku mulai memahami alasan dulu aku merasa betah di sini. Disiplin adalah sumber dari semua keteraturan yang ada di sekolahku ini. Disiplin menyebabkan komitmen semua penghuni sekolah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Cinta kasih dalam persaudaraan merupakan akar dari keakraban yang terjalin di sekolahku. Walaupun di dalam kelas kami adalah guru dan murid, di luar kelas berubah menjadi orang tua kedua, teman, dan partner yang saling mengasihi. Tak heran jika suasana kelas sangat kondusif, lingkungan bersih dan rapi, sangat nyaman untuk menghabiskan enam jam di pagi hingga siang hari. Aku serasa bernostalgia ke masa lalu saat ini. Kenangan-kenangan indah dan yang menyedihkan kembali berkelebat dalam benakku. Murid yang baik, penurut meski sedikit nakal dan berisik itulah murid impianku selama ini. Tidak penting lagi bahwa mereka kurang pintar atau sedikit lambat dalam berpikir. Sudah banyak bukti terpapar bahwa dengan disiplin dan keuletan siapapun bisa berhasil. Alagkah bahagianya jika aku dapat terus berkarya di sini, berjuang bersama pendahuluku untuk mencerdaskan dan mengantarkan murid-murid di sini menuju masa depan mereka.

Tidak ada komentar: