Sabtu, 08 November 2008

Cerita dari Wonosobo

"Sudah diundur tiga kali lho !", tulis sahabatku melalui pesan singkat. Dengan susah payah aku mengingat-ingat kembali. Betul juga, apa ini menunjukkan suatu pertanda ?, entahlah, namun kenyataannya hal yang tidak mengenakkan terjadi untuk yang kedua kalinya. Terkejut, jengkel, kecewa dan akhirnya aku turut larut dalam kesedihan yang sedang menimpa salah seorang sahabat. Hari yang ditunggu-tunggu dengan sukacita berbalik menjadi hari yang suram. Kesuraman menjadi sempurna dengan tibanya saat yang sebisa mungkin kuhindari dalam hidup. Begitu kelamnya sampai-sampai mengosongkan pikiranku, menghentikan kebiasaan tempat pelampiasan unek-unekku. Setelah berdiskusi singkat dengan sahabat yang mengetahui duduk permasalahannya, beban pun sedikit terangkat. Mataku sedikit terbuka dengan pandangan baru dari sahabat yang memang sejak dulu pendapatnya selalu masuk akal bagiku. Persahabatan antar lawan jenis selalu lebih rumit daripada persahabatan sesama jenis. Jika persahabatan sesama pria atau wanita bisa pecah jika terjadi persaingan atau ketidaksinkronan dalam suatu hal, persahabatan antara pria dan wanita menjadi terganggu bahkan rusak jika salah satunya mempunyai pasangan baik itu barulah sekedar pacar maupun pasangan hidup. Kecemburuan karena sahabat tidak lagi sepenuhnya bergantung atau berkurangnya waktu untuk bercengkerama menjadi salah satu faktor pudarnya sebuah persahabatan. Apakah persahabatan murni di antara pria dan wanita bisa terjadi ? Setelah mengobrol lumayan lama, aku bisa menyimpulkan bahwa persahabatan murni bisa saja terjalin antara lawan jenis. Hanya saja selama ini garis yang membatasi antara sayang terhadap sahabat dengan kasih terhadap lawan jenis begitu samar. Sebagai seorang yang gemar membaca buku, dari berbagai cerita fiksi yang kubaca hampir semua plot yang bertema sahabat berakhir dengan berubahnya persahabatan menjadi sebuah hubungan asmara. Meskipun hanya cerita rekaan, kisah-kisah tersebut merepresentasikan hal-hal yang terjadi di dunia nyata. Perasaan sayang yang berubah maknanya sangatlah wajar dalam persahabatan yang berbeda jenis, dan biasanya perasaan ini baru muncul atau disadari kemudian. Seseorang dianggap sebagai sahabat jika kita merasa nyaman untuk berbagi, tak heran jika antara dua sahabat yang berbeda jenis salah satu atau keduanya merasakan sesuatu yang lebih dari sekedar teman.
Akhirnya dengan berbagai pertimbangan, kami pun menjalankan rencana yang sudah sekian lama tertunda. Meskipun tiga berkurang menjadi dua, dengan harapan bisa mencairkan ketegangan aku dan sahabatku bertolak menuju kediaman seorang teman yang baru saja menempuh hidup baru. Hujan lebat menyambut kedatangan kami di kota yang bersuhu rendah ini. Sedikit kebingungan karena mencari lokasi, akhirnya sampai juga kami ke rumah pasangan muda ini. Betapa herannya kami berdua dengan sambutan yang begitu ramah seolah tak terjadi apa-apa. Sambil beristirahat dan sedikit menghangatkan diri kami larut dalam cerita yang tak putus-putusnya. Kedatanganku kesana memang kurang tepat di tengah musim penghujan ini. Niat untuk menjelajah di ketinggian dataran Dieng, urung terlaksana gara-gara hujan, selain itu juga mempertimbangkan faktor kendaraan yang sulit diperoleh di tempat wisata itu. Memandang kota dari ketinggian sangatlah menyenangkan, meski langit tertutup awan kerlip lampu pemukiman di kejauhan begitu indah. Udara dingin tak menahan aku dan sahabatku menikmati suguhan pemandangan sambil berdiskusi seru mengenai persahabatan. Beruntung, keesokan paginya matahari bersinar cerah menghangatkan, saatnya untuk melakukan aktivitas di luar. Berhubung ini adalah kesempatan berkunjung yang langka, aku merelakan rutinitasku di hari Minggu di depan tv. Tiga sahabat plus pendamping seumur hidup memutuskan untuk mengunjungi alun-alun yang selalu ramai di hari Minggu. Walaupun masih dalam tahap renovasi, rupanya cukup banyak orang-orang yang ,melewatkan minggu paginya di sana. Asyik sekali mengamati lalu lalang orang yang sibuk berlari kecil, berjalan santai, duduk di bawah pohon sembari mengobrol ditemani aneka kudapan yang tersedia di sana. Rupanya hari minggu menjadi sarana penjaja makanan mengais rejeki. Terbawa suasana sehat di alun-alun, membuatku mengiyakan ajakan sahabatku untuk menjajal kemampuan kami dalam berlari. Wow, terobosan hebat buatku yang sejak dulu anti menggerakkan kaki untuk berlari. Aku memang tak berbakat olah raga, baru separo lapangan nafas sudah ngos-ngosan ^^. Aku pun menyerah, berjalan santai kemudian menggabrukan diri di bawah pohon beringin tua. Mengatur nafas sambil mengamati sahabatku mencari-cari 'best shoot' untuk diabadikan. Mengambil kesempatan saat berdua saja, kami pun mendiskusikan hasil pengamatan kami terhadap sahabat kami dan kehidupan barunya. Mencari pasangan seumur hidup memang tidak mudah. Kecocokan menjadi hal yang mutlak diperlukan agar sejalan. Aku pun paham mengapa sekian dari banyak kasus perceraian bersumber dari ketidakcocokan. Kecocokan tidak hanya dari segi fisik semata, yang terpenting justru kecocokan persepsi, cara pandang dalam berbagai hal. Untuk itulah muncul istilah 'pacaran' yang sejatinya upaya untuk saling menjajagi diri masing-masing sebagai persiapan untuk menempuh langkah selanjutnya. Hingga kini aku belum bisa menerima konsep perjodohan maupun pernikahan instant tanpa saling mengenal terlebih dulu. Usai membaca karya kang Abik yang berjudul Ayat-Ayat Cinta, meskipun aku mulai memahami pernikahan menurut Islam yang tak mengenal pacaran sebelum menikah, aku tetap tak habis pikir bagaimana dua orang yang belum saling mengenal mampu bersatu dalam sebuah ikatan. Jika sahabatku berpendapat justru lebih asyik menikah dengan orang yang belum terlalu kita kenal, karena kita bisa menemukan hal-hal baru sehingga tidak membosankan, maka bagiku sebaliknya. Pernikahan bisa diumpamakan sebagai sebuah buku menarik yang jika habis dibaca, maka akan dibaca ulang terus menerus hingga hafal setiap kata dan benar-benar memahami makna yang tersirat. Aku yang tergolong susah untuk berinteraksi dengan orang lain, cenderung lebih mempercayai seseorang yang sudah kukenal baik sehingga perumpamaan membeli kucing dalam karung sebisa mungkin kuhindari.
Cukup lama juga kami mengobrol sebelum sahabatku yang sedang berjalan-jalan tanpa alas kaki demi kesehatan jabang bayi datang bergabung. Matahari yang sudah naik cukup tinggi plus udara dingin membuat perut keroncongan kami yang hanya menyantap porsi kecil sarapan. Setelah memilih menu makan pagi, kami melanjutkan perjalanan menuju warung yang menyediakan soto daging lezat ala Wonosobo. Di tengah perjalanan kami melewati sebuah tempat ibadah bagi penganut Kong Hu Cu. Melihat pintu masuk terbuka, aku yang sejak dulu mengagumi arsitektur Cina kuno beserta kebudayaannya mendesak untuk mampir, sekedar melihat-lihat dan berfoto. Wah ternyata 'klenteng' yang saat itu sepi pengunjung sangat indah. Warna merah yang khas, lampion-lampion merah, lukisan-lukisan, kaligrafi, dan lilin-lilin berbagai ukuran yang menyala terang menambah kemisteriusan patung-patung dewa dewi yang tertata rapi di ruangan sembahyang. Sayang, belum puas kami mengambil gambar baterai kamera berkedip-kedip dan akhirnya habis ! Malangnya, tapi mungkin ini pertanda bahwa kami harus kembali lagi ke sana suatu saat nanti. Sekali lagi berhubung sekarang sedang musim penghujan, begitu tiba di rumah hujan deras mengguyur menunda keberangkatan aku dan sahabatku ke tujuan masing-masing. Untunglah lewat tengah hari hujan menjadi gerimis, aku dan sahabatku pun bersiap-siap pamit. Setelah berbasa-basi dan janji akan kembali lagi, aku pun meneruskan perjalanan sementara sahabatku menempuh jalan pulang yang berbeda. Brrrr...dingin dingin dan dingin. Itulah yang menimpaku selama empat malam di Wonosobo. Aku yang terbiasa hidup di daerah yang panas luar biasa, menggigil kedinginan di tempat yang bersuhu rendah ini. Bisa-bisa aku mengalami over weight jika harus lebih lama tinggal di sana, maklum udara dingin membuat nafsu makan semakin bertambah sementara tidak ada kegiatan yang bisa membakar kalori. Akhirnya tiba juga hari untukku harus pulang. Barang bawaan yang semakin berat dengan sedikit oleh-oleh yang telah kujanjikan pada seseorang, membebani perjalananku yang cukup panjang. Sudah lama kurasakan tidak enaknya jadi orang dari golongan menengah ke bawah. Setelah satu jam menunggu, barulah bis Semarang-Purwokerto lewat. Panas dan penat karena menunggu terlalu lama, membuatku nekat naik kendaraan yang dari luar tampak penuh itu. Inilah satu alasan yang selalu membutku 'ogah' membawa barang terlalu banyak. Bus tua yang mengepulkan asap tebal saat berjalan, penuh sesak dengan penumpang, aku pun harus berdesakan untuk dapat merangsek maju mencari tempat duduk. Bersyukur masih ada satu yang tersisa meskipun kurang nyaman. Bukan rahasia lagi jika transportasi umum di negara ini kurang layak dan tidak menawarkan kenyamanan dan keamanan terutama untuk kelas ekonomi. Kendaraan yang sudah tak laik pakai, banyaknya sampah di kolong tempat duduk, asap rokok bercampur bau muntahan penumpang yang tak peka dengan lingkungan sekitar, banyaknya pengamen dan pedagang asongan yang seringkali mengganggu kenyamanan dan lamanya perjalanan gara-gara harus menanti penumpang di tempat-tempat tertentu adalah gambaran umum rakyat kecil yang tidak mempunyai kendaraan pribadi. Belum lagi ongkos yang semakin hari semakin mahal akibat naiknya harga bahan bakar dan biaya perawatan kendaraan yang semakin tinggi. Seakan belum cukup, semua ketidaknyamanan tersebut masih ditambah faktor resiko jika menemui pengemudi ugal-ugalan dengan alasan berebut penumpang. Kapankah transportasi umum di Indonesia bisa menjadi layak ? Bahkan bus Trans Jakarta dengan fasilitas bagus meski harga murah masih kurang baik dengan antrian luar biasa di halte-haltenya. Penumpang mengeluh, pemilik angkutan pun mengeluh, apalagi jika bukan karena sulitnya mencari penumpang. Pendapatan harian tidak mampu menutup pengeluaran untuk bahan bakar dan perawatan kendaraan. Aku sangat terenyuh dengan perkataan seorang supir angkot, "mau bagaimana lagi mbak..." demikian komentarnya ketika kami mengobrol menanggapi langkanya penumpang. Semoga calon-calon pemimpin dan dewan legislatif kelak tidak hanya aktif mewawancarai rakyat kecil tapi juga mencari solusi untuk lebih mengangkat taraf hidup mereka.
Akhirnya aku sampai di rumah dengan selamat, dengan badan sedikit pegal dan pening di kepala gara-gara naik bus terlalu lama ^^. Kembali ke rutinitasku setelah berlibur sebentar, dan memperoleh hal baru yang bisa menjadi masukan untuk langkah yang kuambil dalam hidup.

Tidak ada komentar: