Minggu, 30 November 2008

Dua Hari di Jogja

Akhirnya kembali lagi ke Jogja, apalagi kalau bukan untuk ikut andil dalam perburuan masa depan terjamin. Berbekal sedikit informasi mengenai rute yang harus ditempuh, aku pun tiba dengan selamat walau sedikit dongkol dengan terjadinya hal yang di luar dugaan. Wajah Jogja yang kukenal telah berubah banyak, lebih padat, penuh dengan pemukiman dan deretan pertokoan yang menawarkan berbagai macam kebutuhan disajikan dalam tampilan menarik. Jogja, semakin mendekati kota metropolitan, pendidikan, hiburan, peluang usaha dan lapangan kerja semua bisa ditemukan di daerah istimewa ini. Layaknya kota-kota besar yang menjadi tujuan kaum urban, Jogja pun tak luput dari masalah macet. Mengikuti jejak pemerintah ibu kota yang meluncurkan program busway, armada angkutan umum serupa sekarang beroperasi di Jogja. Meskipun aku sudah lama mendengar tentang angkutan umum super murah plus nyaman, baru kali ini aku merasakan secara langsung menggunakan angkutan yang disebut Trans Jogja itu. Sedikit kikuk layaknya orang yang baru pertama kali masuk ke halte busway, aku dengan gembira menantikan kedatangan bus yang akan membawaku ke tempat tujuan. Hmmm...rupanya propaganda tentang busway tidak terlalu muluk. Begitu aku memasuki bus hijau itu udara segar dan dingin menggantikan suhu tinggi di luar ruangan. Perjalanan yang cukup lama pun kutempuh dengan nyaman dan antusias. Sepanjang jalan, aku asyik merekam dalam ingatan jalan-jalan kota Jogja yang belum pernah kulalui. Iringan musik tanah air yang disiarkan melalui radio setempat menambah rasa santai dan tak lupa kantuk yang menyerang^^. Busway menjadi satu usaha pemerintah yang patut diacungi jempol. Kenyamanan dalam berkendaraan, rasa aman, keramahan awak bus, dan tarif yang terhitung murah dapat menarik minat pemakai jalan untuk beralih menggunakan angkutan umum. Ketepatan waktu yang biasanya menjadi alasan untuk menggunakan kendaraan pribadi dapat diatasi dengan jam keberangkatan bus yang teratur. Namun demikian, berdasarkan pengamatanku selama dua hari di Jogja, keberadaan Trans Jogja belum direspon sepenuhnya oleh masyarakat. Sepanjang perjalanan, bisa dihitung dengan jari kapan dan dimana bus terisi penuh. Kondisi yang jauh berbeda dengan kendaraan umum semacam busway di Jepang yang selalu padat terutama pada jam-jam kerja. Kendaraan roda dua bermotor masih mendominasi jalan-jalan protokol di Jogja. Mungkin pemerintah perlu menambah propaganda sehingga busway bisa menjadi pilihan utama dalam berkendaraan sebagai solusi nyata dalam mengatasi masalah kemacetan.
Usai melaksanakan kegiatan yang diikuti sekitar 3000 ribu peserta, aku pun bergegas mendatangi tempat yang selalu menjadi tujuan sampingan namun wajib jika aku berada di Jogja. Shopping yang sekarang sudah direlokasi di kawasan Taman Pintar adalah pusat perbukuan yang banyak diburu. Berbagai jenis buku baik baru maupun bekas bisa didapatkan di sini dengan harga lebih rendah dari harga resmi. Wow, perasaanku meluap-luap ketika tiba di tempat ini. Tumpukan buku yang tertata rapi membuat mataku tak henti-hentinya menelusuri judul-judul yang tertera. Penuh semangat aku menyerbu sebuah stan yang menyediakan komik-komik bekas, mencari beberapa judul komik untuk melengkapi koleksiku. Sayang, waktu tak memungkinkan untukku tinggal lebih lama. Dengan berat hati namun puas setelah mendapat beberapa buku yang kucari, aku pun meninggalkan kota Jogja. Dalam hati, aku berharap semoga tak lama lagi aku bisa kembali menikmati kota yang masih mempertahankan nilai-nilai tradisional ini.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

HAAAAA.....
Niru trans jakarta ya?