Sabtu, 04 April 2009

Sekilas Kampanye

Jebolnya tanggul Situ Gintung yang menelan lebih dari seratus jiwa mengingatkan orang-orang berumur di daerah tempat tinggalku akan peristiwa serupa. Walaupun aku belum lahir, kengerian ketika bendungan waduk Sempor bobol membuatku merinding ketika mendengarkan kenangan pahit tersebut dari orangtuaku. Perbedaannya, jika bendungan Sempor karena kontruksi yang tidak sempurna, jebolnya Situ Gintung bisa dikatakan lebih dikarenakan faktor 'human error'. Lagi-lagi peristiwa naas yang menimpa warga Indonesia menjadi ajang 'ping-pong' pihak-pihak yang seharusnya ikut bertanggung jawab. Nah, berhubung sedang masa kampanye, tragedi ini pun tak luput dari ajang pemanfaatan kelompok tertentu untuk menjaring simpati. Dengan label bantuan, nama-nama parpol tak ketinggalan disertakan di posko-posko darurat. Yah, hitung-hitung kampanye di luar jadwal. Ngomong-ngomong tentang kampanye, di daerahku yang tergolong kecil pun tak luput dari kedatangan tokoh-tokoh terkenal untuk mempropagandakan visi dan misi partai masing-masing. Prabowo, Permadi, Megawati, Amin Rais sedikit dari sekian nama besar yang menyempatkan diri singgah di kotaku. Seperti yang pernah sekilas kutulis tentang kampanye, lagi-lagi kampanye parpol di kotaku berlangsung tanpa greget. Meskipun kampanye berasal dari parpol besar, gempita arak-arakan simpatisan tak semeriah Pemilu terakhir lalu. Usut-punya usut ada beberapa simpatisan yang tertarik ikut karena mendapat uang lelah, tertarik dengan hiburan musik dangdut dan tak ketinggalan kesenangan berkendaraan dengan bebas di jalanan tanpa takut ditilang. Alasan terakhir ini membuatku tersenyum sinis ketika menyaksikan iring-iringan kendaraan bermotor di jalan utama kotaku. Orang Indonesia memang belum dewasa, demikian pikirku. Bagaimana tidak, kemacetan yang terjadi akibat kampanye tidak menjadikan pemakai jalan menjadi lebih tertib. Ego dan kepentingan pribadi lebih dikedepankan, membuat keruwetan jalan semakin bertambah. Walhasil polisi yang bertugas pun kewalahan hingga tak kuat menahan emosi dan umpatan pun terlontar, jengkel dengan ketidakpatuhan pemakai jalan. Aku pun ikut gregetan ketika supir-supir kendaraan nekat menerobos masuk meskipun jalan sudah ditutup dengan penghalang. Baru kali ini aku merasa empati pada pak polisi yang kewalahan mengatur jalan di tengah derasnya hujan. Kampanye menurut hematku kini tidak begitu efektif untuk menjaring suara. Berbeda dengan waktu-waktu yang lalu, simpatisan suatu partai betul-betul mengakui dan menyetujui visi dan misi suatu parpol. Bandingkan dengan sekarang, dimana uang lebih banyak berbicara. Bisik-bisik yang kudengar prinsip terima rejeki tanpa janji harus ditepati banyak beredar di kalangan simpatisan ^^. Menurut pendapat pribadiku, dana yang dikucurkan untuk sebuah kampanye akbar lebih baik dialihkan untuk membantu korban-korban bencana yang marak terjadi di Indonesia. Bukankah mereka lebih membutuhkan uluran tangan secara langsung ? Bukan sekedar janji manis seperti yang dilontarkan Wapres kepada korban Situ Gintung. Mengapa janji manis ? Berkaca pada tragedi Lumpur Lapindo yang sampai sekarang masih menggantung penyelesaiannya. Demikian pula dengan korban gempa Jogja yang tak menerima sepeserpun bantuan pemerintah walau sudah dijanjikan (ini benar-benar terjadi pada salah seorang anggota keluargaku yang ikut tertimpa musibah). Jangan sampai korban Situ Gintung terlunta-lunta menantikan bantuan yang tak kunjung tiba untuk secepatnya menata kembali kehidupan mereka. Harapannya, dengan suksesnya Pemilu kali ini, pemerintah baru yang terbentuk dapat memperbaiki kondisi tanah air, mampu merombak pola masyarakat Indonesia menjadi lebih dewasa dalam berpikir, meneladani pada tokoh-tokoh terdahulu yang lebih mengedepankan kepentingan bangsa dan negara.

1 komentar:

WELAS ASIH mengatakan...

Beritanya masih hangat sekali....