Jumat, 19 September 2008

BLT : Bantuan Langsung Tandas


Di bulan penuh berkah ini, banyak orang beriman yang ingin berbagi dengan sesama yang kurang mampu. Berbagai acara bertema pembagian zakat bagi khalayak yang tak mampu pun dilakukan baik oleh personal maupun organisasi. Mereka yang berhak pun berbondong-bondong menuju lokasi pembagian zakat agar bisa ikut merayakan hari raya suci ini dengan sedikit istimewa dibandingkan hari-hari biasa. Sayangnya budaya antri dengan tertib belum juga berurat akar pada penduduk bangsa ini. Akibatnya berbagai peristiwa mengenaskan pun tak terelakkan di tengah hiruk pikuknya kerumunan orang yang berebut bingkisan gratis. Seperti halnya yang terjadi Pasuruan Jawa Timur, senin15 September 2008. Insiden pilu terjadi di bulan Ramadhan ini dengan tewasnya 21 orang di rumah H. Saikhon. Antrian yang sebagian besar berisi wanita-wanita separuh baya tersebut berdesakan untuk menerima zakat dari dermawan. Akibatnya banyak yang tidak kuat dengan kondisi yang panas dan sesak sehingga jatuh korban mulai dari pingsan hingga yang tidak bisa diselamatkan alias harus berpulang ke Rahmatullah. Kejadian yang tragis ini pun membuat dewan fatwa MUI Jawa Timur angkat bicara dengan mengeluarkan pernyataan bahwa untuk memberi zakat sebaiknya melalui badan amil dan menegaskan bahwa pemberian zakat yang justru membawa bencana dikategorikan sebagai haram. Agaknya himbauan MUI ini belum didengar oleh para dermawan. Seakan tak jera dengan nasib buruk di Pasuruan, sebuah pesantren ternama di Jawa Timur menggelar pembagian zakat yang memang sudah menjadi acara tahunan. Dengan pengawalan ketat, antrian yang mencapai 1000 orang itu pun berjalan dengan cukup lancar jika bercermin dari peristiwa Pasuruan. MUI pun mengakui bahwa badan amil yang bertugas membagikan zakat kepada yang berhak belum mendapat kepercayaan dari masyarakat. Akibatnya banyak pribadi maupun lembaga yang berinisiatif untuk membagikan zakat secara langsung. Animo masyarakat untuk mendapat barang gratis ternyata demikian tingginya, apalagi di tengah paceklik tahun ini hingga mereka pun tak kapok untuk berdesak-desakan selama berjam-jam. Yah, masyarakat kelas bawah memang tak bisa disalahkan jika lebih memilih untuk menengadahkan tangan memohon belas kasihan sesama yang lebih beruntung. Pemerintah bahkan mendorong mereka untuk bersikap manja dengan memberikan iming-iming BLT (Bantuan Tunai Langsung) yang hingga kini sudah berlangsung selama dua periode. Pemerintah bahkan tidak peduli dengan tanggapan beberapa daerah yang menolak BLT dengan alasan tidak mendidik masyarakat untuk berusaha disamping selalu mendatangkan masalah. BLT hingga saat ini selalu menjadi kontroversi di masyarakat. Pro dan kontra sebagian berkisar di kelayakan para penerima BLT. Meski pemerintah menegaskan bahwa survey akan dilakukan dengan teliti supaya tidak salah sasaran, kenyataan di lapangan berbicara lain. Tak sedikit penerima BLT yang tidak seharusnya menerima bantuan tunai tersebut dan banyak masyarakat yang justru membutuhkan terpaksa gigit jari. Contoh konkrit terjadi di daerah penulis, seorang janda dengan seorang anak yang masih di bangku sekolah dan tak berpenghasilan tetap selama dua kali berturut-turut tidak juga menerima bantuan pemerintah. Bantuan justru jatuh pada orang lain yang notabene tidak membutuhkan meski masih dalam taraf ekonomi pas-pasan. Suatu ketidakadilan yang acapkali menimbulkan kerusuhan di mana-mana. Sebaliknya warga miskin yang dipastikan menerima BLT bukannya memanfaatkan dana untuk kebutuhan pokok malahan digunakan untuk keperluan lain jangka pendek yang tidak penting. Terbukti dengan diserbunya pasar-pasar tradisional pada hari pencairan BLT. Penerima BLT dengan riang berbelanja kebutuhan lebaran tanpa memikirkan modal usaha untuk ke hidup ke depan. Kisah miris juga terjadi pada penerima BLT yang menangguk hutang tanpa terkendali dengan agunan dana BLT yang cair selama beberapa bulan sekali ini. Akibatnya begitu uang turun layaknya air yang jatuh dari langsung mengalir tanpa sempat tersimpan untuk kebutuhan yang akan datang. Agaknya pemerintah perlu mengambil kebijakan baru dalam rangka mengatasi krisis ekonomi tanpa menjadikan masyarakat semakin manja, boros dan tergantung pada orang lain.

Tidak ada komentar: