Sabtu, 25 Oktober 2008

Neighbourhood

Sudah menjadi kewajiban setiap orang yang memasuki tahap usia dewasa untuk berbaur dan menjadi anggota masyarakat. Sebagai makhluk sosial, manusia memang hidup saling bergantung dengan sesamanya. Menjadi bagian dari komunitas masyarakat di lingkungan tertentu ternyata membutuhkan tenaga ekstra. Bagaimana tidak jika sekian banyak orang dengan sifat dan perilaku berbeda harus hidup bersama dalam kurun waktu tertentu. Jangankan dengan orang lain, antar anggota yang masih berhubungan darah pun percekcokan seringkali tak bisa dihindari. Inilah yang dapat kupetik ketika menjadi warga yang berdomisili di sebuah rukun tetangga. Sebagai anggota yang masih berdiri di belakang bayang-bayang orang tua, aku mempunyai keleluasaan untuk menjadi pengamat dalam hidup sehari-hari di kelompok masyarakat sekitar ini. Semakin lama, aku semakin memahami karakter masing-masing pribadi, membuatku takjub akan kompleksnya jiwa seorang manusia itu. Hampir di setiap daerah mempunyai sosok pemimpin, yang dituakan dan dihormati hingga kadang dianggap mempunyai derajat yang lebih tinggi dari yang lain. Sudah pasti jika orang-orang tersebut menjadi pioner dalam kelompoknya. Sebagai penyeimbangnya muncullah sosok kambing hitam yang selalu disepelekan, dihina , dikasihani hingga dibenci. Nah, sebagian besar sisanya menjadi warga kelas menengah yang biasa-biasa saja. Umumnya dalam sebuah rumah tangga, ketidakcocokan selalu ada. Disinilah peran manusia-manusia yang beken disebut dengan 'tetangga reseh'. Reseh dalam artian selalu ingin tahu dan mencampuri apa yang bukan menjadi urusannya baik dengan memberi komentar bernada sok tahu, pura-pura tak tahu hingga komentar nyinyir yang bertujuan untuk menyindir seseorang. Inilah satu alasan yang membuatku lebih menyukai menjadi bocah kecil yang bebas berkeliaran tanpa mengundang prasangka yang negatif. Menjadi dewasa harus pintar-pintar membaca karakter seseorang, memutuskan siapa yang bisa dijadikan panutan atau dijadikan teman untuk berbagi pikiran. Jangan sampai apa yang dikemukakan dengan tujuan memuntahkan unek-unek berbalik menjadi bumerang, karena ada saja orang yang bermulut manis namun menikam dari belakang. Tukang adu domba terselubung inilah yang membangkitkan kembali teknik devide et impera, jika sudah begitu bagaimana bisa masyarakat menjadi rukun dan damai ?

Tidak ada komentar: