Sabtu, 25 April 2009

Konsumen Teraniaya

Betapa malangnya konsumen Indonesia ! Jika menyimak berita-berita yang ada, beberapa waktu belakangan ini topik utama berkisar seputar bahan-bahan konsumtif yang merugikan masyarakat. Masih ingat dengan polemik plastik ? Pemberitaan tentang bahaya bahan plastik yang digunakan untuk tempat minuman dan makanan membuat konsumen merasa kecolongan dan khawatir. Terbongkarnya pemakaian bahan kimia ctm untuk produksi jamu tradisional, beredarnya daging sapi gelonggongan, ayam suntik maupun ayam tiren, pemakaian pewarna kain untuk makanan, penggunaan bahan pengawet formalin dan boraks pada makanan sehari-hari bertubi-tubi menghantam kesadaran konsumen agar lebih waspada dalam memilih bahan makanan. Belum usai rasa kaget yang dialami, konsumen kembali dihadapkan dengan berita miring seputar makanan. Para orangtua langsung panik ketika beredar pemberitaan tentang susu formula yang terkontaminasi bakteri Saccazaki. Meskipun badan POM segera mengklarifikasi berita tersebut, tetap saja kekhawatiran masih menghinggapi benak orang tua. Siapa sih yang ingin anak kesayangannya terkena meningitis gara-gara susu formula ? Tuntas masalah susu bayi, berlanjut ke berita tentang kandungan melamin pada susu dan produk olahan susu asal China. Lagi-lagi konsumen kebakaran jenggot dengan ditariknya beberapa merk produk luar negeri yang sering dikonsumsi itu. Kemalangan tidak berhenti sampai disitu, jajanan murah meriah di pasar-pasar tradisional tercemari dengan masuknya barang-barang kadaluarsa yang diolah kembali. Olahan makanan jadi pun tak luput dari kengerian, para pemburu berita berhasil mendapatkan fakta adanya pengolahan daging bekas yang dipungut dari tempat sampah menjadi makanan jadi yang dijual murah. Di luar produk makanan, konsumen khususnya perempuan juga dirugikan dengan kosmetika yang mengandung merkuri. Malang nian nasib perempuan yang ingin tampil cantik justru mengambil resiko karena kandungan bahan yang seharusnya tidak diperbolehkan dipakai dalam kosmetik. Beberapa minggu lalu konsumen pasar dikejutkan lagi dengan penemuan daging babi yang disamarkan menjadi dendeng sapi. Waduh, gawat nian dunia konsumer di negeri ini. Akibat faktor rupiah, para pelaku pasar mencoba mencari cara untuk menangguk untung sebesar-besarnya. Tak peduli jika tindakan dan perbuatannya merugikan bahkan membahayakan konsumen. Dan sayangnya pengawasan terhadap produk-produk tersebut kurang terkontrol. Badan yang berwenang hampir selalu terlambat dalam mengambil tindakan atas kecurangan-kecurangan tersebut. Tak pelak, konsumen menjadi pihak yang paling banyak dirugikan. Bukan hanya sekedar materi, tapi lebih pada resiko yang ditanggung konsumen akibat terlanjur mengkonsumsi produk-produk bermasalah tersebut. Berita heboh terbaru yang juga merugikan konsumen adalah pelarangan pemakaian phenylpropanolamin pada obat flu dan batuk oleh FDA (Badan Pengawasan Obat Amerika). Phenylpropanolamin digunakan sebagai pengobatan terhadap batuk, dan gejala-gejala flu, demam tinggi, alergi dan gangguan pada sistem pernapasan lainnya. Baru-baru ini beredar kabar bahwa penggunaan bahan ini sudah dilarang sebab bahan ini menurut penelitian dapat menyebabkan pendarahan otak khususnya pada wanita usia 18-49 tahun. Berhubung sekarang kisruh seputar PEmilu sedang hangat-hangatnya, telusur tentang PPA pun terhenti begitu saja. Berita tentang bahaya PPA dengan segera dijelaskan oleh BPOM selaku badan yang berwenang. BPOM menyatakan bahwa PPA telah digunakan selama bertahun-tahun dan aman sepanjang masih di bawah ambang batas yaitu 15 mg. BPOM meluruskan bahwa rumor yang beredar mengenai penarikan beberapa merk obat-obatan yang ditengarai mengandung PPA melebihi takaran itu tidak benar. Daftar obat-obatan yang diperiksa dinyatakan aman untuk digunakan.
Masyarakat sebagai konsumen tentu percaya dengan klarifikasi tersebut, apalagi penjelasan keluar dari institusi yang dijamin kevalidannya. Yang menjadi ganjalan, mengapa konsumen selalhu menjadi pihak yang paling dirugikan ? Mengapa konsumen selalu menjadi yang paling akhir untuk tahu akan kebenaran suatu hal ? Apakah pihak yang berwenang tidak peduli dengan keselamatan konsumen ? Ataukah mereka kewalahan menghadapi oknum-oknum yang terus menerus mencari cara baru mengeruk untung ? Dan mengapa oknum pembuat masalah itu tega membodohi dan menipu konsumen yang notabene adalah sesamanya ? Apakah mereka tidak pernah memposisikan diri menjadi konsumen ? Dengan kondisi yang demikian ini, langkah penting yang perlu dilakukan yakni waspada setiap saat. Siapa lagi kalau tidak diri sendiri yang memproteksi diri. Teliti betul sebelum memutuskan untuk mengkonsumsi sesuatu. Bagaimanapun mencegah lebih baik daripada mengobati.

1 komentar:

Gufy mengatakan...

y kl kt bc berita disurat kabar atau lihat berita di TV akhir-akhir ini,kt memang pantas khawatir,betapa rendahnya rasa tanggung jawab produsen dan penjual makanan terhadap kualitas dan kesehatan bahan pangan dan obat-obatan yang mereka jual. Konsekuennya ya kita sebagai konsumen yang dirugikan. Ditambah dengan kasus penggunaan Phenylpropanolamine pada obata-obat Influensa,sudah jelas dari penelitian diUSA bahwa zat tersebut bisa menyebabkan PENDARAHAN DI OTAK,kok masih g dilarang oleh Depkes.Walau ada ambang batas aman,tapi untuk aku pribadi sekarang ini aku tak mau mengambil resiko untuk meminum obat flu yang mengandung zat-zat tersebut. Mungkin sekarang ini kita tidak merasakan akibatnya,tapi siapa sih yang tau jika kelak bisa menimbulkan gangguan kesehatan dan bahkan pendarahan otak karena menumpuknya zat tersebut didalam tubuh kita.