Senin, 30 Juni 2008

"Felicitacion El Matador "


'En la cima' itulah yang dirasakan skuad tim Matador Spanyol. Empat puluh empat tahun sepi gelar di pentas internasional, di tahun 2008 ini pamor Spanyol meloncat naik di posisi puncak dengan memboyong trofi UEFA Euro 2008.
Anak-anak asuhan pelatih tertua Luis Aragones ini berhasil tampil gemilang mulai dari babak awal hingga kemenangan sempurna di partai final Wina, Austria. "Perfecto" hanya itu kata yang pas untuk tim sepak bola Spanyol. Aragones yang sempat mengalami celaan dengan keputusan kontroversialnya dengan tidak memasukkan ikon sepakbola Spanyol Raul Gonzales, berhasil menjawab keraguan publik. Pasukan Spanyol yang tergolong muda namun sarat pengalaman ini membungkam Der Panzer Jerman yang notabene lebih diunggulkan. Adalah Fernando Torres pemain dengan nomor punggung 9 yang menjadi penentu kemenangan Spanyol dengan gol tunggalnya di menit ke-33. Spanyol yang sejak awal selalu stabil dalam berlaga menunjukkan kelasnya saat melawan Jerman dini hari 30 Juni 2008 WIB. Mulai dari menit pertama Spanyol mendominasi permainan. Kerjasama solid di semua lini menghasilkan beberapa kesempatan emas untuk mencetak gol lebih awal. Jerman yang sebenarnya menganut sistem permainan ofensif, entah mengapa malam itu justru kewalahan menghadapi gempuran Spanyol. Ballack kapten Jerman yang diharapkan menjadi motor serangan Jerman tidak tampil all out. Serangan balik JErman pun lebih memanfaatkan bola-bola mati tanpa passing-passing indah antar lini. Ketidakstabilan tim Jerman ini harus dibayar mahal dengan disarangkannya gol ke gawang Lehmann yang tertipu dengan aksi Torres. Babak pertama pun berakhir dengan skor 0-1. Kurayi yang masuk di babak kedua berhasil membalikkan keadaan. Selama lima belas menit JErman menyerang kubu Spanyol dengan bertubu-tubi. SAyang, shoot-shoot yang dilakukan meluncur tipis di luar gawang. Seolah putus asa dengan ketidakberuntungan, Jerman kembali mengendur dan tentu saja Spanyol tidak menyia-nyiakannya. Serangan balik pun bertubi-tubi dilancarkan Spanyol. Lagi-lagi dewi fortuna belum berpihak kepada kedua tim. Hingga waktu injury time skor belum berubah. Jerman yang akhirnya berjuang hingga detik terakhir pun harus menyerah saat wasit Rosseti asal Italia meniup peluit tanda pertandingan selesai.
Gegap gempita pendukung Spanyol pun membahana pemandangan indah sekaligus mengenaskan jika melihat wajah-wajah tim Jerman dan juga pendukungnya yang justru lebih banyak daripada pendukung Spanyol.
Spanyol setelah mengalami penantian panjang dari tahun 1964 akhirnya kembali membawa pulang piala Eropa untuk ke dua kalinya. Bahagia tak terkira terpancar di raut wajah kapten Iker Cassillas saat menerima trofi terbaru Euro ini. Kemenangan Spanyol semakin komplit dengan dinobatkannya DAvid Villa sebagai top skorer meski absen di partai puncak ini akibat cedera. Spanyol sesuai dengan julukannya bagaikan banteng yang terus melaju menghadapi rintangan dan meraih kemenangan yang sempurna. Beribu terima kasih dan applaus tidak hanya ditujukan kepada para pemain yang berhasil menampilkan permainan cantik dan seksi. Publik pecinta sepak bola harus angkat topi kepada arsitek Spanyol Luis Aragones. Pelatih gaek ini mampu membentuk tim tangguh dengan personel-personel muda. Berkat tangan dingin Aragones Spanyol pun kembali unjuk gigi di ajang internasional. Trofi yang untuk sementara menetap di Spanyol ini menjadi bukti bahwa Spanyol menjadi tim yang diperhitungkan di Piala Dunia 2010 nanti. Aragones yang memutuskan berhenti menukangi tim nasional Spanyol ini pun mengikuti jejak MArcello Lippi yang membawa Azzuri menjadi World Champion 2006. Pergi dengan membawa kemenangan buah kerja keras selama sekian tahun menanti.
Adios Senor Aragones. Gracias tanto para todo !

Minggu, 29 Juni 2008

Europhoria



"Jerman VS Spanyol " partai final yang akan dilangsungkan di Vienna, Austria 29 Juni atau 30 Juni dini hari menurut WIB menjadi bahan obrolan hangat di semua pecinta sepak bola. Demikian pula denganku yang tergolong pemerhati sepak bola amatir selama 1 bulan ini tak habis-habisnya membahas jalannya pertandingan mulai dari babak penyisihan hingga menjelang laga terakhir nanti malam. Even internasional yang melibatkan tim nasional negara-negara di seluruh daratan Eropa ini menjadi ajang bergengsi yang paling dinanti setelah Piala Dunia. Putaran final Euro 2008 ini tergolong unik dan menarik untuk ditelaah. SEjak tersingkirnya timnas Inggris di babak kualifikasi, banyak fans si bola bundar ini merasa kecewa dan pesimis akan serunya babak final nanti. Ya, Inggris secara tak diduga tidak turut memanaskan lapangan hijau, meski dari dulu Inggris merupakan kandidat favorit untuk menjadi juara.
Pertandingan-demi pertandingan untuk berebut tiket menuju 8 besar sudah dilewati. Berbeda dengan empat tahun yang lalu kali ini kedua tuan rumah Swiss dan Austria harus puas menjadi penonton di negeri mereka sendiri. Portugal,Kroasia, Turki Jerman,Belanda, Italia, Spanyol dan Rusia akhirnya saling berhadapan dengan lawan masing-masing untuk menuju semifinal. Yang paling menarik mungkin persaingan Grup C yang disebut-sebut grup neraka karena di dalamnya bercokol tiga raksasa Eropa yaitu tim Orange Belanda, Azzuri Italia dan Ayam jantan Prancis. Aku sebagai penggemar Italia selalu sport jantung jika menyaksikan pertarungan di grup C. Apalgi setelah Belanda membabat habis tim biru langit ini. Untunglah Italia dapat lolos dari lubang jarum berkat permainan spektakuler di laga ke tiga.
Sekali lahi Euro 2008 benar-benar di luar dugaan ! Portugal yang paling diunggulkan untuk membawa pulang trofi Euro harus takluk di tangan Der Panzer Jerman. Aku ikut menangis saat melihat wajah lesu Christiano Ronaldo setelah menelan kekalahan dengan skor tipis 3-2. Sayang sekali kedua tim ini harus bertemu di perempat final. Banyak pengamat sepak bola menyatakan bahwa malam itu adalah real final. Opini yang masuk akal mengingat dashyatnya pertandingan antara keduanya. Portugal yang sedikit terseok di awal mampu bangkit dan menyuguhkan permainan cantik, diimbangi oleh pemain-pemain Jerman yang cerdik. Portugal pun harus mengepak koper lebih awal tapi penonton puas dengan hasil itu dan mereka pun pulang dengan kepala tegak. Pertandingan antara Turki dan Kroasia pun berlangsung alot. Turki menjadi kuda hitam dalam Euro kali ini. Dengan semangat untuk menang ditambah dengan sedikit keberuntungan Turki pun melaju dengan gembira. Partai yang mengecewakan barang kali terjadi di laga antara Belanda melawan Rusia. Belanda kandidat terkuat berkat penampilan hebat sehingga mengantongi poin penuh di babak penyisihan harus kandas di tangan Rusia. Semula banyak pengamat sepakbola memprediksi bahwa pertandingan ini akan alot mengingat Rusia yang diasuh oleh Guus Hiddink mantan pemain dan pelatih asal Belanda. Namun, malam itu justru menjadi anti klimaks, gempuran-gempuran Rusia tidak diimbangi dengan perlawanan sengit Belanda. Alhasil, tim orange dibabat habis dan kalah memalukan. Partai terakhir antara Italia VS Spanyol menjadi penutup yang manis dan pahit di perempat final. Setelah perpanjangan waktu yang tidak membuahkan kemenangan bagi kedua pihak, Buffon pun harus mengakui keunggulan Casillas melalui adu pinalti. 'Kalau saja Pirlo bisa turun malam itu ", pikirku getir. Berhubung semua tim favoritku tumbang satu demi satu, aku pun mengalihkan dukunganku ke tim-tim yang tersisa. Penuh semangat aku menyaksikan partai semifinal Jerman vs Turki. Partai mendebarkan ini membuatku menjerit, khawatir dan akhirnya bersorak dengan lolosnya Jerman menjadi salah satu finalis. Aku yang sejak piala dunia 2002 menyimpan dendam dengan Guus Hiddink gara-gara tim yang ditukanginya mempecundangi Mio Azzuri (kekanak-kanakan sekali ya..?) tertawa puas melihat Spanyo dengan gemilang menekuk Rusia.
Dan akhirnya dini hari nanti (menurut waktu Indonesia) aku bisa menyaksikan final Euro 08. Harapanku, semoga kedua tim yang sama-sama bertipe menyerang ini mampu menghadirkan pertarungan berkualitas. Sayangnya, ada pemain andalan kedua tim yang masih diragukan untuk bisa turun ke lapangan. Salah satunya Adalah David Villa, bomber Spanyol yang kini mengemas 4 gol dan mempunyai kans untuk memggondol sepatu emas ini mengalami cedera dan hampir dipastikan tidak bisa main. Wah, berkuranglah tukang gedor yang mampu membuat para penjaga gawang kalang kabut. Untunglah masih ada Fabegras, meski dari awal babak selalu muncul di akhir pertandingan mampu menambah daya serang tim Matador. Kubu Jerman pun harus waspada, walau Spanyol tak begitu diunggulkan dan kalah pamor di ajang internasional bisa menjadi bumerang jika diremehkan. Siapapun yang berhasil meraih juara, kedua tim ini memang layak untuk menang. Selamat berjuang demi negara para pahlawan lapangan hijau !

Jumat, 27 Juni 2008

Mahasiswa Masa Kini


"Tak ada perjuangan tanpa pengorbanan. Maju terus mahasiswa.", demikian isi sebuah pesan singkat yang ditujukan kepada tayangan demo anarkis yang terjadi rabu, 25 Juni 2008 lalu. Sekilas kalimat tersebut bermakna mendalam, memberi semangat atas aksi mahasiswa yang sejak zaman penjajahan dulu selalu berada di barisan depan dalam membela hak rakyat yang tertindas. Harus diakui, bahwa kalangan terpelajar menjadi motor dalam setiap revolusi yang terjadi di negara ini. Ketika Presiden Sukarno tidak mampu mengatasi lonjakan inflasi hingga rakyat tercekik, saat pemerintahan presiden kedua Soeharto mengalami goncangan yang lagi-lagi terpusat pada ekonomi dan sekarang saat presiden SBY harus bekerja keras di tengah krisis minyak dunia, mahasiswa di manapun berada dengan segera bersatu menyuarakan penderitaan rakyat, menuntut keadilan demi rakyat kecil yang paling merasakan betapa berat beban yang harus ditanggung akibat naiknya harga BBM. Rakyat pun berterima kasih atas kiprah mereka yang rela meninggalkan bangku kuliah untuk turun ke jalan, berorasi menentang semua bentuk kebobrokan yang ada demi dimulainya era baru yang lebih baik.
Tapi, masihkah rakyat bersuka cita atas tindakan mahasiswa kini ? Jawabannya jelas TIDAK. Apa yang menyebabkan rakyat berbalik mencemooh mahasiswa ? Kalau kita lihat, aksi-aksi mahasiswa kini walau bertujuan sama dengan aksi senior-seniornya, jalan yang ditempuh mereka sangatlah berbeda dengan dulu. Beberapa waktu terakhir ini, hampir setiap aksi demo mahasiswa berakhir ricuh. Bentrok dengan aparat hingga timbul korban luka-luka bahkan tewas sudah menjadi kejadian rutin. Demo anarkis paling 'gress' terjadi hari rabu lalu. Semua tayangan berita di televisi menyiarkan secara langsung peristiwa memalukan itu. Mahasiswa berasal dari kata maha yang artinya tertinggi dan siswa sehingga mahasiswa bermakna siswa yang tertinggi. sebagai siswa tertinggi tentu semua beranggapan bahwa mahasiswa adalah orang yang pintar, berpengetahuan luas, mampu berpikir secara bijak dalam menangani masalah. Tapi, tingkah laku mereka yang mengaku mahasiswa pada demo BBM yang bertempat di Polda Metro Jaya sungguh tidak mencerminkan seorang civitas akademika yang disegani. Pantaskah, mahasiswa merusak mobil-mobil inventaris negara, membakar ban-ban bekas (anehnya demo BBM kok malah membuang percuma BBM), belum lagi aksi brutal mereka yang lain. Apakah mereka tidak berpikir semua yang mereka rusak itu adalah milik rakyat yang mereka bela ? Apakah mereka tidak berpikir jauh ke depan, untuk memperbaiki kerusakan yang mereka timbulkan akan menghamburkan uang rakyat lagi ? Apakah mereka tidak mempertimbangkan opini masyarakat yang akan timbul dengan aksi anarkis mereka ? Tak heran jika kemudian muncul banyak pesan singkat lain yang mengungkapkan kegeraman masyarakat atas ulah sekelompok orang yang mengaku mahasiswa itu. Bahkan ada sebuah pesan dari seorang mahasiswa yang merasa malu dengan polah rekan mereka di Jakarta.
Kepala Badan Intelijen Negara menyatakan bahwa ada oknum di balik layar yang mengatur agar demo berakhir rusuh. Jika benar aksi mahasiswa ditunggangi oleh oknum tertentu, bagaimana mungkin mahasiswa yang selama ini dicap berwawasan luas tidak mengetahuinya. Lebih mengerikan lagi jika mereka sudah tahu dan mau saja dijadikan boneka (siapa yang tahu?) Apapun alasannya sangat tidak bisa dibenarkan semua aksi anarkis baik yang dilakukan oleh mahasiswa, ormas, buruh atau siapapun. Tindakan anarkis selalu berakibat buruk, jangankan masalah terselesaikan malah semakin berlarut-larut.
Tolonglah wahai para mahasiswa, kalian adalah generasi penerus, calon-calon pemimpin di masa depan. JIka sekarang pun sudah tak berhati nurani bagaimana jika kalian sudah merasakan enaknya menjadi kalangan elite ? Bukan tidak mungkin rakyat yang selama ini menjadi alasan kalian untuk beraksi di jalan menjadi semakin menderita. Sekarang pun rakyat sudah mulai tak berpihak pada kalian. Janganlah menjadikan rakyat sebagai musuh kalian. Kembali ke bangku sekolah, belajar yang baik dan gunakanlah ilmu yang kalian miliki untuk kelangsungan negara ini. Daripada berdemo tidak karuan, tubuh lelah dan lecet, merusak fasilitas lebih baik gunakan tenaga kalian untuk mengeksplor kekayaan negeri ini, mencari solusi yang tepat untuk mencari alternatif pengganti BBM. Krisis BBM tidak hanya melanda negeri ini, maka jadikanlah cambuk untuk berkarya sehingga rakyat pun bangga memiliki kalian mahasiswa Indonesia

Selasa, 24 Juni 2008

Good Bye


Bulan Juni sebentar lagi terlewati, akhirnya satu bulan penantian selesai sudah. Jumat, 21 Juni dengan harap-harap cemas aku menunggu keluarnya hasil ujian akhir. Sudah menjadi keputusan bersama bahwa kami para guru di sebuah smp swasta berjuang untuk mengantarkan anak didik terakhir kami. Terakhir ? Ya benar, tidak hanya di sekolahku, banyak sekolah swasta lain di daerahku mengalami nasib serupa yaitu kekurangan murid. Sudah lima tahun terakhir sekolahku mengalami penurunan jumlah siswa, dan setahun lalu kami bahkan tidak kebagian murid. Apa mau dikata, tahun ini kami pun hanya mendidik murid kelas tiga, itupun hanya beberapa orang saja. Semua guru di sekolahku, selalu bertanya-tanya mengapa sekolah yang dulu jaya bisa sekarat begini. Aku tak sampai hati mendengar cerita para seniorku yang dulu berjuang untuk membesarkan sekolah dan kini harus menelan pil pahit, meratapi hasil keringatnya yang terus meredup. Tak kurang-kurang kami berusaha untuk bangkit, mencoba bertahan di masa suram dengan harapan meraih emas di masa mendatang. Meski dicemooh disana-sini, kami bersatu demi sebuah nama yang sempat tersohor di masa lampau. Kini, tangis kami pun pecah saat harus mengucap kata perpisahan.
Aku merasakan betapa berat menjadi guru di sekolah swasta. Sudah menjadi rahasia umum bahwa murid-murid di sekolah swasta merupakan 'anak buangan' , sisa-sisa dari sekolah negeri. Diibaratkan ampas yang yang sudah diperas habis, itulah kualitas anak didikku. Tidak hanya otak yang kurang 'encer', perilakunya pun istimewa. Apalagi sudah tertanam di pikiran mereka asal ada uang semua bisa diselesaikan. Semakin kuingat, semakin getir kurasakan, betapa aku harus menahan emosi, bersabar walaupun dalam hati ingin memaki bahkan memukul ! Sekolah kami tidak bisa mengeluarkan begitu saja anak-anak yang kelewat batas, maklumlah semakin sedikit murid semakin kering dana yang dimiliki sekolah untuk biaya operasional yang kian mencekik. Setiap kali aku mengkikuti pertemuan guru, kadang aku merasa minder. BAyangkan saja, guru-guru lain memiliki murid yang banyak, pintar meski sedikit nakal, dan yang pasti kesejahteraan mereka lebih terjamin. BAru kali ini aku benar-benar memahami bahwa guru itu "Pahlawan tanpa tanda jasa". Setiap hari aku berangkat dengan penuh semangat, sampai di sekolah harus tarik urat syaraf dengan kelakuan murid-muridku, sore hari aku bersusah payah memberi tambahan tanpa imbalan, semua kulakukan demi mereka dan tentu saja demi sekolah. Aku selalu merasa khawatir, akankah murid-muridku mampu melewati "neraka terakhir" dengan sukses dan hasil yang baik. Berkali-kali para staff guru melecut semangat mereka, namun tak kunjung menampakkan hasil. Tetap saja mereka santai, tak peduli apakah lulus atau tidak, tak peduli berkali-kali mereka dinasehati, dipaksa dan dimarahi agar mau berjuang demi masa depan mereka sendiri.
Jumat malam, dengan jantung berdebar aku datang ke sekolah. dengan khidmat aku dan rekan guru menyimak penjelasan kepala sekolah. Akhirnya, beban kami lepas sudah. Walau separo murid tidak lulus, tetap saja itu hasil yang di luar dugaan ! Berlawanan dengan prediksiku yang sangat pesimis, hasil ini betul-betul mengejutkan. Untuk semua muridku, selamat ! Kami bersyukur, kalian mampu melewati semua melebihi harapan kami, untuk yang belum berhasil jangan putus asa masih ada kesempatan berikutnya
Sebuah awal pasti ada akhir, bukan untuk berpisah tapi memulai perjalanan baru lagi. Kuharap tidak lagi ada sekolah lain yang mengikuti jejak sekolahku. Semoga pemerintah mendengar teriakan kami komunitas sekolah swasta. Betapa tidak, setiap hari satu demi satu sekolah swasta ambruk karena kekurangan murid. Bukan karena sekolah yang tak bermutu, tapi mereka kalah bersaing dengan sekolah-sekolah negeri yang terus bermunculan di pelosok, belum lagi sekolah bernafaskan religi yang menjamur. Seandainya pemerintah dan dinas yang terkait mengawasi dengan ketat, tentu kejadian seperti ini dapat ditekan. Banyak sekolah-sekolah negeri yang menerima murid di luar batas dengan alasan keterbatasan dana. Bukankah sekolah negeri mendapat bantuan dari pemerintah ? Lain dengan swasta yang swadaya. BUkan salah si anak yang memilih pergi ke sekolah negeri yang sedikit lebih murah, dan lagi banyak teman di sana. Belum lagi kecurangan yang terjadi saat ujian penerimaan siswa baru. Beberapa sekolah bekerja sama mencari murid sehingga tidak menyisakan jatah untuk sekolah lain. Tak heran sekarang 'money politik' berperan dalam mencari murid. Semakin banyak menggandeng anak, semakin banyak fee yang didapat. Langkah pemerintah mendirikan sekolah di pelosok memang menguntungkan warga sekitar yang tidak perlu lagi bersusah payah keringat dan uang untuk bersekolah. Namun, sekolah khususnya swasta di kota yang terkena imbasnya
Aku tidak menyalahkan siapa-siapa, mungkin sudah waktunya sekolahku untuk berhenti berjuang. Hanya, saat kulihat gedung megah, fasilitas lumayan yang kini harus menganggur aku merasa sayang. Harus bagaimana, apa yang harus kami lakukan agar aset ini terus berjalan, bagaimanapun sekolahku tetap berperan dalam mendidik penerus negeri ini

Sabtu, 21 Juni 2008

Efektifitas Sertifikasi


Akhir-akhir ini hampir seluruh tenaga pendidik mulai dari tingkat SD hingga SMA kelimpungan membuat portofolio yang merupakan syarat mutlak pelaksanaan sertifikasi. Sertifikasi merupakan salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas guru. Diharapkan, dengan semakin baik kualitas guru kegiatan belajar mengajar semakin bermutu dan menghasilkan anak-anak didik yang berkualitas.
Sertifikasi dilakukan dengan penilaian uji kompetensi melalui perhitungan profesionalitas pengalaman guru dan melalui penilaian portofolio. Guru dinyatakan lolos sertifikasi bila mencapai nilai minimal 850, jika tidak memenuhi maka guru diwajibkan mengikuti diklat.
Demikian pula yang terjadi padaku dan rekan-rekan guru di tempat aku mengabdi. Beberapa hari ini kami sibuk membuat kelengkapan dokumen yang akan disertakan dalam portofolio. Kami benar-benar dibuat kalang kabut. Bukan hanya karena pengumuman dari dinas pendidikan yang datang terlambat terutama karena sekolah kami tidak begitu tertib dalam administrasi.
Ketika membaca komponen dan penilaian dalam portofolio aku merasa pasti tidak lulus dalam kesempatan pertama. Dilihat dari aspek manapun, aku yang baru tiga tahun mengajar belum mempunyai cukup pengalaman yang meraup poin tinggi dalam penilaian. Sekolah tempat aku bernaung juga bukanlah sekolah yang aktif dalam berbagai kegiatan belajar mengajar.
Aku semakin pesimis ketika membaca syarat lebih lanjut bagi peserta sertifikasi.
Yang menjadi pertanyaanku adalah seberapa efektif sertifikasi ini dalam meningkatkan kualitas pendidikan ? HAsil pengamatanku menemukan adanya ketidakadilan dalam komponen penilaian sertifikasi ini. Bisa disimpulkan semakin lama masa mengajar maka semakin besar pula kesempatan untuk lolos sertifikasi. Lalu bagaimana dengan guru yang baru beberapa tahun mengajar atau guru yang baru lulus dari perguruan tinggi ? Apakah mereka harus menunggu beberapa tahun lagi untuk memperoleh tanda sertifikasi ? Belum tentu mereka yang sudah berpuluh tahun mengajar lebih pintar mendidik daripada guru-guru baru. Komponen-komponen dalam portofolio juga bisa dengan mudah diakali sehingga peserta mendapat portofolio. HAl ini telah dibuktikan dengan ditemukannya kecurangan dalam dokumen portofolio. Yah, namanya juga usaha ! Mengapa peserta sertifikasi mati-matian bahkan dengan nekat melakukan kecurangan ? Tak lain dan tak bukan karena alasan "duit". Ya, guru yang lulus sertifikasi akan mendapat tunjangan sebesar tunjangan pokok setiap bulannya. Siapa yang tergiur dengan pendapatan dua kali lipat hanya dengan satu kali bekerja keras ? Memang guru sebagai tulang punggung dunia pendidikan untuk menyiapkan generasi muda penerus bangsa perlu dihargai pengabdiannya. Tapi, di tengah keuangan negara yang sedang 'nombok' gara-gara harga minyak dunia yang naik turun ini apakah pemerintah sanggup mengatasi pembengkakan anggaran untuk tunjangan sertifikasi ?
Seyogyanya pelaksanaan sertifikasi tidak perlu dengan iming-iming yang belum tentu terealisasi. Tidak hanya akan menimbulkan kecemburuan tapi juga menimbulkan kecurangan-kecurangan yang dapat menurunkan martabat tenaga pendidik. Sertifikasi memang perlu, tapi lebih baik jika peningkatan mutu dilakukan secara berkala dan bertahap sehingga kualitas akan tetap terjaga. Siapa yang berani menjamin setelah lulus sertifikasi, guru akan lebih semangat dalam mengajar ? Bisa jadi mereka-mereka malah 'onkang-ongkang' dengan kucuran dana segar tiap bulannya. Mungkin perlu diadakan evaluasi berkala untuk memantau keberhasilan sertifikasi.

Kamis, 19 Juni 2008

Dulu STPDN, sekarang STIP, besok..?


Carut marut dunia pendidikan di Indonesia sepertinya sudah tak terkendali. Institusi pendidikan yang seyogyanya merupakan wahana menimba ilmu berubah menjadi ajang adu jotos. Tak hanya di kota-kota besar yang anak-anak berseragam sudah mengenal dugem, di pinggiran pun banyak terjadi tawuran antar sekolah dan biasanya dipincut oleh permasalahan yang sepele. Kekerasan di antara guru dan murid pun mulai banyak tercium oleh media.
Mata publik saat ini sedang mengarah ke sebuah institusi pencetak pelaut-pelaut handal. Sebuah rekaman video amatir menayangkan ritual tahunan yang dilakukan antara senior dan junior di sekolah tersebut. Sayangnya ritual yang biasanya bertujuan mengakrabkan antar siswa ini justru menjadi medan tinju sepihak ! Jelas sekali adegan-adegan junior yang pasrah ditampar, dipukul oleh senior-seniornya dengan membabi buta. Ironisnya, suara yang terdengar justru suara tawa riang dan ocehan tak jelas namun bernada gembira. Video berdurasi ini menjadi bukti fisik yang mendukung kecurigaan kematian seorang taruna akibat pukulan di tubuhnya. Tak ayal orang tua sang taruna pun maju ke muka publik mengungkapkan tabir kelam yang menimpa putranya.
"Kami menyekolahkan anak kami di situ karena STIP adalah sekolah yang baik dan menjanjikan masa depan cerah. Andai kami tahu, kami tidak akan menyekolahkan anak kami di situ.", demikian sekelumit perbincangan dengan ibunda korban di salah satu tv swasta. Siapa orang tua yang tak merasa kecewa dan getir jika anak yang merupakan harapan masa depannya harus dianaiaya di sekolah hanya karena adanya ritual tahunan yang berubah menjadi ajang balas dendam senior kepada junior.
Di komunitas kampus, dulu ada istilah OSPEK yang merupakan masa orientasi atau pengenalan dunia kampus bagi mahasiswa baru. Masa orientasi ini memang diperlukan mengingat perbedaan krusial antara sistem perkuliahan dengan masa sekolah menengah yang mereka alami sebelumnya. Yang disayangkan, masa orientasi ini acapkali berubah menjadi ritual balas dendam. Panitia yang biasanya beranggotakan mahasiswa senior menerapkan apa yang dulu mereka peroleh dan tidak menghapus kemungkinan juniornya mendapat "bunga". Mengingat banyaknya korban yang berjatuhan selama masa ospek ini membuat beberapa perguruan tinggi menghapus program OSPEK dan mengganti dengan program pengenalan kampus dengan format yang sehat dan mendidik.
Langkah yang ditempuh oleh beberapa perguruan tinggi ini rupanya tidak diikuti oleh institusi khusus seperti STPDN yang sekarang menjadi IPDN dan yang teranyar STIP.
Anehnya, sewaktu berita ini beredar luas para pejabat berwenang seakan mencuci tangan. Ada yang mengatakan bahwa apa yang terekam di video itu bukanlah siswa STIP. Pernyataan terakhir mengatakan bahwa ritual itu terjadi di luar sekolah. Kekerasan baik yang terjadi di dalam maupun di luar sekolah, sudah tentu menjadi tanggung jawab bersama antara orang tua dan sekolah. Apalagi pada institusi pendidikan yang mewajibkan siswanya menghuni asrama, di luar gedung sekolah pun para taruna tetap menyandang nama STIP. Bukankah sebuah sekolah disamping mengajarkan ilmu juga menanamkan budi pekerti, tingkah laku atau akhlak yang baik ? Jadi sangatlah tidak mungkin alasan yang diajukan pejabat berwenang di atas.
Masyarakat yang sudah trauma dengan peristiwa STPDN dulu, sekarang menjadi makin antipati dengan terkuaknya kasus STIP ini. Lihatlah, komentar-komentar melalui sms yang hadir di scroll teks tayangan yang terkait berita tersebut. Banyak juga yang mengirim komentar pedas ke berbagai pihak. Sudah sewajarnya pemerintah memperhatikan suara rakyat ini. Semua orang berusaha mengenyam pendidikan di sekolah ternama, dan tak jarang harus mengeluarkan biaya yang tak sedikit dengan harapan memperoleh masa depan yang cerah. Mengapa institusi yang bertujuan mencetak pelaut handal harus memperoleh "mata kuliah" kekebalan tubuh tanpa memperoleh pelajaran mempertahankan diri ? Apa dan dimana yang salah, inilah yang menjadi PR kita semua. Pemerintah wajib merevisi sistem pendidikan kita, tenaga pendidik lebih fokus pada anak didiknya, demikian pula dengan para siswa, cukup sampai di sini ajang pembalasan dendam., jika tidak mata rantai ini tidak akan berakhir dan Gultom baru akan bermunculan. Bukankah kita tidak menginginkan hal buruk terjadi ? Bukan hanya korban yang menderita pelaku pun menerima balasan yang setimpal. Kesenangan sesaat harus diganjar dengan masa depan yang suram karena ternoda.
Apakah dunia pendidikan kita akan berubah ?

Kemana mobilku ?


Siapa yang tidak ingin menang undian ? HAdiah utama pula !. Di tengah kondisi ekonomi yang sedang goncang, banyak orang yang dengan sengaja memancing di air keruh. Beberapa waktu lalu, sebuah stasiun televisi swasta menayangkan liputan tentang penipuan berkedok undian berhadiah. Begitu lihainya, para penipu itu, korban pun berjatuhan, dan mereka hanya bisa meratapi raibnya jutaan rupiah dengan iming-iming hadiah ratusan juta.
Ketika melihat tayangan itu, aku bersyukur karena aku pun nyaris mengikuti jejak wajah-wajah lesu itu. Siang hari yang begitu terik, aku pulang ke rumah selepas bertugas mengawasi anak-anak ujian. Tak, dinyana ada sepucuk surat tergeletak. Kubaca dan segera kubuka surat itu saking penasarannya. Seketika, aku merasa gemetar ! Lembar demi lembar kubaca dengan seksama. Aku merasa mendapat durian runtuh. Ya, aku yang gemar mengirim undian berhadiah ini tak disangka-sangka memenangkan hadiah utama berupa mobil honda Jazz senilai 161.600.000 rupiah ! Tentu saja aku merasa curiga, karena aku tak pernah merasa mengirim undiah dengan hadiah utama mobil. Lama-lama kecurigaannku hilang, saat kulihat ada potongan kartu pos yang telah kukirimkan, surat keterangan dari notaris, surat dari dirjen pajak dan surat dari Polda Metro Jaya. Dengan dukungan surat-surat sakti tersebut, siapapun pasti terkecoh. Sampai sekarang aku masih bersyukur, karena aku bukanlah orang yang cukup berada. Kegiranganku saat itu langsung sirna saat aku diwajibkan untuk membayar pajak undian sebesar 41.000.000 rupiah. "Darimana kuperoleh uang sebanyak itu ?" pikirku sedih. Padahal tertera di surat bila sampai tanggal 28 April 2008 tidak dilunasi maka mobil akan diserahkan ke dinas sosial. Aku hanya menghela nafas, sedih sekaligus lega karena bagaimanapun bukan mobil yang kuincar melainkan hanya sebuah buku "Harry Potter". Aku sempat memberi kabar bahagiaku ini pada beberapa sahabat baikku. Mereka hanya berkomentar, "Wah sayang ya !"
Malam harinya, aku mulai berpikir jernih. Angan-angan yang sempat kuimpikan dengan kemenangan ini mulai hilang berganti sekelumit rasa curiga. Kuteliti kembali surat itu dan 'voila..!" aku menemukan beberapa kejanggalan. Salah satu masih wajar, salah dua mencurigakan, salah tiga jelas ada yang tak beres !
Pengirim mengatasnamakan PT. Gramedia Pustaka Abadi dengan alamat Jl. Gatot Subroto No. 102 Jakarta. Aku yang bibliophile ini langsung membaui adanya praktek penipuan sebab Gramedia itu lengkapnya adalah PT. Gramedia Pustaka Utama yang berpusat di Palmerah, Jakarta. Kuteliti cap pos yang tertera, ternyata tanggalnya dua hari terlambat dari tanggal batas pelunasan pajak. Kalau benar aku menang,pasti jauh-jauh hari sebelumnya sudah ada pemberitahuan. Kubongkar koleksi majalahku, kutemukan lagi kejanggalan berikutnya. Undian ini menyatakan aku berhak atas mobil tersebut karena aku telah mengirimkan kartu pos ke majalah Teen. SEbetulnya, aku mengirim kupon berhadiah novel terbaru HArry Potter ke majalah Teen Lit. Dan majalah tersebut jelas tidak mengadakan undian periode ke dua dan majalah TeenLit bukan di bawah naungan penerbit Gramedia !
Aku merasa kesal dengan ketololanku ini, di era teknologi yang semakin maju ini, apalagi aku juga tidak buta dengan komputer, alangkah mudahnya seseorang membuat surat-surat palsu yang disertai dengan kop maupun cap dan tanda tangan seseorang yang nampak asli.
Bagaimanapun aku tergolong beruntung walau sempat tergiur dengan hadiah yang ditawarkan aku tidak sampai terjebak dalam penipuan yang cerdik ini. Aku tidak semalang kenalanku yang mendapat surat serupa tapi dengan jenis undian berbeda. Kenalanku itu rela membuang ongkos ke ibukota untuk mengambil mobilnya ! Aku sudah menperingatkan bahkan kubuktikan dengan surat yang masih kusimpan ini, tapi ia tak percaya. Aku hanya berdoa, agar kenalanku ini tidak terbujuk dengan rayuan penipu ulung di ibukota sana. Aku tidak tahu berapa banyak lagi orang di luar sana yang harus kehilangan sejumlah besar uangnya.
Semoga pengalamanku ini menjadi pelajaran bagi semua yang tahu-tahu mendapat hadiah dengan bukti-bukti yang meyakinkan. Kita tidak bisa melawan semua kejahatan, lebih baik kita berhati-hati agar tak terjebak di dalamnya. JAnganlah tergiur dengan sesuatu yang mudah kita dapatkan. Gunakanlah akal sehat. Supaya tidak tertipu ada baiknya kita mengecek ke tempat yang bersangkutan. Jangan terburu-buru mentransfer uang ke tempat yang tidak jelas.

Sabtu, 14 Juni 2008

Stop Bajakan



Stop Bajakan ! Saat ini dua kata tersebut sedang gencar-gencarnya di gembar-gemborkan di segala bidang khususnya di kalangan pekerja seni di negeri kita. Para artis dan produser mereka sedang meradang dengan maraknya pembajakan di bidang yang mereka geluti. Coba tengoklah kios-kios cd, vcd yang bertebaran di tempat-tempat tertentu, hampir seratus persen yang mereka jual adalah cd bajakan ! Demikian pula tempat-tempat penyewaan film khususnya dalam skala kecil, dvd maupun vcd yang mereka tawarkan bisa dipastikan ilegal. Melihat kondisi demikian, aku tak merasa heran. Di tengah kebutuhan akan hiburan, sementara situasi ekonomi sedang sulit, maka pilihan yang dirasa paling tepat tentu saja membeli barang-barang palsu dengan kualitas lumayan. Rasanya persoalan bajak membajak ini sulit untuk dihilangkan. Perbuatan merugikan ini hampir dilakukan di seluruh kalangan masyarakat, mulai dari kalangan bawah sampai kalangan elit. Tak percaya ? Coba lihatlah produk sinetron yang kini membanjiri layar televisi kita. Untuk membuat suatu tayangan serial dengan artis-artis top untuk menjaring rating tentu memerlukan biaya yang tak sedikit. Yang membuatku kesal, ulah kalangan berduit ini yang dengan seenaknya membajak hasil karya orang lain, mengolahnya sedemikian rupa dan diakui sebagai produk original karya anak bangsa. Banyak sekali judul-judul sinetron kita yang setelah kucermati isinya, ternyata saduran dari serial luar negeri seperti Jepang, Korea, Taiwan maupun Hongkong. Aku bukannya anti dengan karya adaptasi, hanya semua itu harus dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Kucoba mencari keterangan yang mencantumkan karya aslinya, namun selalu tidak disebutkan entah lupa atau memang tidak mau mengakui kalau itu hasil jiplakan ! Atau bahkan berdalih dengan kata-kata " diilhami dari". Tren terbaru yang dilakukan sineas kita adalah dengan mengubah alur cerita yang diambil dari komik Jepang menjadi sebuah skenario. Banyak pemirsa yang tidak tahu kalau kisah Mutiara diambil dari komik Pop Corn yang terbit beberapa tahun silam. Cahaya sinetron yang menjadi "booming" beberapa waktu lalu hingga melambungkan nama pemainnya mengambil ide dengan persis dan sedikit penyesuaian zaman dari komik Yokohama karya Waki Yamato. Wah, aku jadi teringat pernah membaca artikel yang menuliskan bahwa Salma Hayek telah membeli hak atas telenovela Betty La Fea dan mengadaptasinya menjadi sebuah serial berjudul Ugly Betty. Ugly Betty yang diproduksi dan dimainkan oleh bintang-bintang Amerika ini meraih sukses dengan berhasil menggodol beberapa penghargaan di ajang bergengsi Emmy Award. Fenomena itu membuatku bertanya-tanya, kapankah para sineas kita mau mencontoh mereka. Yang terjadi di dunia persinetronan saat ini justu sebaliknya. Para sineas seolah-olah ingin membodohi pemirsa, hanya memikirkan cara meraup rupiah sebanyak-banyaknya. Alangkah baiknya jika sinetron-sinetron jiplakan ini dibuat sesuai dengan aslinya dan disesuaikan dengan budaya maupun kondisi negara ini (simak Ugly Betty yang disesuaikan dengan berita-berita aktual Amerika). Janganlah mengubah alur cerita dengan alasan rating tinggi yang akhirnya justru merusak tema sinetron dan membuat pemirsa jemu. Entah berapa kali aku menjumpai sinetron yang tidak ketahuan bagaimana akhir ceritanya gara-gara dihentikan di tengah jalan, belum lagi sinetron yang makin ruwet dengan penambahan tokoh maupun cerita yang dipaksakan. Ini baru beberapa contoh pembajakan yang terjadi di kalangan orang-orang beruang, maka bisa dibayangkan bagaimana pembajakan menjadi marak di tengah krisis ekonomi saat ini !
Sepertinya budaya plagiat sudah berakar di negeriku ini. Mulai dari anak-anak sekolah yang membajak PR, buku-buku aspal yang dijual murah, produk-produk kosmetik, obat, makanan yang makin marak dipalsukan, beredarnya cd bajakan yang murah meriah, dan masih banyak lagi. Entah kapan bangsa ini bebas dari pembajakan dan semua tindakan meresahkan lainnya.

Kamis, 05 Juni 2008

Oh My Indonesia


Selama ini aku bangga menjadi orang yang lahir, dibesarkan dan menetap di Indonesia. MAsih lekat di benakku, ajaran guru-guruku di bangku sekolah bahwa rakyat Indonesia terkenal dengan sifatnya yang ramah. Aku yang tumbuh di lingkungan masyarakat Jawa pun merasakan betapa ramah, sabar, dan penuh tenggang rasanya masyarakat Indonesia. Aku bahagia menjadi warga negara Indonesia.
Namun beberapa waktu ini aku merasakan kebanggaanku mulai pudar. Aku mulai merasa risi dan malu. Menagapa ? TAk lain dan tak bukan karena aku merasa keramahan yang menjadi ciri khas bangsa ini sudah mulai lenyap. Cobalah tengok tayangan di televisi, liputan berita dalam negeri di surat kabar, hampir tiap hari terpampang kekerasan. Baru-baru ini saja terjadi bentrokan antar golongan yang sedang marak diberitakan. Melihat betapa brutalnya aksi mereka, membuatku tak habis pikir apa yang ada di benak mereka. Siapa sih mereka, yang dengan arogannya menghakimi perbuatan orang lain. Tak pelak aku menelusuri memoriku tentang perbuatan-perbuatan mereka di masa lalu. Semakin aku mengingat semakin dalam kernyit di dahiku ! Yang paling membuatku risih adalah mereka mengatasnamakan agama apalagi dengan menyebut nama Alloh SWT untuk menghalalkan perbuatan mereka. Ilmuku memang masih sangat dangkal, tetapi entah mengapa aku tidak menyetujui perbuatan merusak, menyerang dengan brutal atas nama kebenaran agama Alloh. Kupikir hal itu malah menodai dan merusak nama baik agama yang kuanut. Apalagi di zaman sekarang yang sedang menjadi sorotan dengan aksi terorisme yang cenderung menyudutkan Islam. Islam yang mengajarkan kebaikan malah memperoleh citra buruk di mata mereka yang tidak mendalaminya. Aku jadi ingat ada salah seorang artis yang beralih keyakinan dengan alasan itu.
Hari demi hari, setiap kali aku menonton berita di televisi, ataupun membaca harian kota, aku semakin miris dengan kondisi negeriku yang semakin memperihatinkan. Demo berlangsung di mana-mana dan biasanya berakhir dengan bentrokan yang merugikan. Belum lagi berita kriminal yang ada dis etiap stasiun tv. Wah, bukannya membuat orang waspada malahan membuat orang paranoid. Aku semakin merasakan adanya krisis moral yang melanda bangsa ini. setiap persoalan sepertinya hanya bisa diselesaikan dengan baku hantam. Yah, anggota dewan yang duduk di senayan saja adu jotos, padahal mereka pemimpin, apalagi yang dipimpin !
Pengalamanku sebagai seorang guru, juga memberiku gambaran betapa merosotnya etika pada anak-anak yang notabene penerus bangsa. Memang tidak semuanya, tapi cukup mewakililah. Aku tak heran jika berita penganiayaan guru terhadap murid tersiar di berita. Bukannya aku membela sesama tenaga pendidik. Tapi berdasarkan pengalamanku, aku juga pernah kehilangan kesabaran pada murid-muridku. Bayangkan saja, remaja yang masih bau kencur berani menyepelekan guru yang seharusnya ditiru dan digugu. Di kelas, mereka ramai berdiskusi sendiri tak mengindahkan penjelasan guru. Selalu melawan perintah, bahkan sembari membelalakkan mata dan mengeluarkan kata-kata kotor ! Rasanya kenakalan yang kulakukan saat ku masih sekolah dulu tidak ada apa-apanya dibanding saat ini.
Aku merasa risau akan jadi apa negeri ini kelak. Melihat kondisi bibit-bibit muda kita yang semakin berantakan. Lihat saja pelaksanaan ujian kemarin. Berbagai cara dilakukan agar mereka lulus, tak peduli melanggar aturan atau apa. Aku semakin merasa rendah, perjuanganku selama tiga tahun untuk mempersiapkan mereka menjadi generasi unggul harus dirusak demi nama baik sekolah. Aku juga merasa lelah, setiap malam aku mempersiapkan diri untuk mentransfer ilmuku dengan sebaik-baiknya. Tapi apa daya, semangatku tak diiringi dengan semangat juang anak-anakku. Aku sampai frustasi betapa hal sepelepun sampai tidak bisa tertanam di otak. Aku sampai tak tahu harus tertawa atau menangis saat menguji mereka, lagu kebangsaan Indonesia RAya pun tak hapal !!! Betapa ironis lagu-lagu perjuangan yang dulu selalu dikumandangkan sekarang tergantikan oleh lagu-lagu anak band.
Aku tidak tahu apa yang salah dengan sistem pendidikan kita. Mahasiswa yang sudah berilmu tinggi, sampai tak tahu batas mana yang benar mana yang salah. Contohlah mahasiswa angkatan terdahulu yang berjuang demi bangsa ini. Para pemimpin jadilah panutan yang baik. Sebelum bicara tentang hak bicarakanlah kewajiban.