Sabtu, 31 Mei 2008

Talent Show


Beberapa tahun terakhir berbagai reality show bertema ajang pencari bakat ramai bermunculan di layar televisi kita. Dari kontes menyanyi, dance, akting hingga pelawak berlomba-lomba mencari rating di balik tujuan mencari bibit-bibit baru yang menjanjikan. Aku yang hobby berkaraoke tentu saja tak melewatkan berbagai talent show yang menampilkan adu suara. Salah satu yang dengan setia kupantau adalah Indonesian Idol yang setiap tahun ditayangkan di salah satu televisi swasta. Kontes menyanyi yang diadopsi dari American Idol ini dimulai dari tahun 2004 dan hingga kini sudah menelurkan empat jawara Idol.
Di antara kontes serupa, bisa dibilang Indonesian Idol paling banyak menyedot perhatian publik. Di mulai dari audisi di beberapa kota hingga akhirnya menyisakan 12 kontestan yang akan bersaing untuk meraih gelar nomor 1. Dari kacamataku, dibandingkan dengan versi asalnya, Indonesian Idol sangat jauh berbeda walau dengan format yang sama. Perbedaannya tak lain terletak dari kualitas vokal yang dimiliki para kontestan. Kalau di negeri adi kuasa itu tiap tahun muncul penyanyi-penyanyi dengan vokal yang istimewa, Indonesian Idol hanya menghasilkan new star dengan vokal sedikit di atas standar. Hasilnya, tak heran jika para jebolan American Idol menjadi populer dengan hitsnya yang merajai tangga lagu di dunia tidak hanya di tahun kejayaannya tetapi mampu bertahan sampai album-album selanjutnya. Berbeda dengan finalis Indonesian Idol yang seolah tenggelam di tahun berikutnya.
Mengapa bisa seperti itu ? Itulah yang ada selalu kupikirkan. Memang dari segi ekonomi Indonesia belum bisa dibandingkan dengan Amerika. Jadi agak sulit bagi artis kita untuk bisa go internasional seperti layaknya artis-artis Amerika. Padahal talenta yang dimiliki artis kita tak kalah dengan mereka. Tapi kalau berbicara tentang Idol, lain lagi ceritanya. American Idol memiliki Clay Aiken, Kelly Clarkson, Fantasia, David Cook, David Archuleta, Chris Daughtry, dan masih banyak lagi finalis yang bersuara emas, berkharisma sehingga Kelly Clarkson yang notabene angkatan pertama pun sampai saat ini albumnya masih laris manis di pasaran. Bandingkan dengan Indonesian Idol, Delon yang waktu itu begitu dielu-elukan, bahkan albumnya mencapai platinum dalam waktu dua minggu saja sekarang harus puas dengan 50 ribu keping dalam minggu awal peluncuran. KUpikir, dari Indonesian Idol 1 hingga ke 5 yang kini tengah berlangsung ada semacam penurunan kualitas vokal yang signifikan. Lihatlah saat Joy Tobing dan Delon bersaing di final, suara mereka sampai membuat merinding, beranjak ke Mike dan Judika dengan suaranya yang khas dan teknik yang bagus, tapi apa yang terjadi pada Ikhsan dan Dirly, Rini dan Wilson ? Wah tak habis pikir, ko suara pas-pasan mereka bisa masuk final ya. Memang mereka menyanyi cukup baik, tapi menurutku belum cukup modal untuk menjadi seorang Idol ( Buat penggemarnya, maaf ya). Kukira letak kesalahan ada di sistem penjurian yang kurang kompeten. Juri-juri Idol memang tokoh-tokoh yang lama berkecimpung di dunia tarik suara, tapi entah kenapa saat mereka melakukan tugasnya memberi komentar, mereka seolah-olah menjadi Randy, Simon dan Paula ala Indonesia ! Belum lagi masalah latar belakang finalis yang terlalu berlebihan dalam diekspos, menggiring pemirsa untuk bersimpati ketimbang mencermati vokalnya.Walhasil, finalis yang hidup menderita pun menang ( membuatku ingat kontes serupa di stasiun tv lain). Ya publik di sini memang lebih menyukai tampang keren, kisah hidup yang tragis kalaupun bersuara indah itu adalah nilai plus. Lain sekali dengan di Amerika sana, Clay yang berwajah ganteng harus mengalah kepada Ruben Studdard, Katherine yang cantik menyingkir untuk Taylor Hicks yang biasa saja bahkan terkesan berumur dengan rambut putihnya, demikian pula dengan wajah tampan dan ayu yang harus pulang di babak awal karena menyanyi di bawah standar.
Jujur, tahun ini aku tidak begitu semangat mengikuti Indonesian Idol. Bahkan aku lebih menikmati show dengan format berbeda yang menurutku pesertanya lebih berkualitas. Apalagi setelah aku selesai menikmati American Idol yang tahun ini betul-betul luar biasa ! Sekilas kulihat dan kudengar kontestan 12 besar tahun ini, dan kembali aku merasa kecewa. Hanya satu yang menurutku layak untuk masuk final, sedangkan lainnya..aku tak tahu mengapa juri bisa meloloskan mereka. Aku berharap untuk berikutnya, kalau masih berlanjut sih juri lebih cermat dalam memutuskan, demikian pula para voter pilihlah berdasarkan kemampuan bukan karena kasihan. Dan yang paling penting, untuk para manajer berusahalah agar bibit yang ada tidak layu sebelum berkembang.

Tidak ada komentar: