Senin, 18 Agustus 2008

63 Tahun Indonesiaku


Hari Minggu, 17 Agustus 2008, Indonesia genap merayakan ulang tahun kemerdekaannya yang ke-63. Di usianya yang lebih dari separo abad ini seyogyanya negeri ini sudah semakin mapan dengan eksistensinya sebagai negara yang merdeka dan mandiri. Namun seperti tahun-tahun sebelumnya ulang tahun kemerdekaan kali ini diwarnai dengan keprihatinan mendalam. Setelah gencarnya era reformasi di tahun 1998, Indonesia hingga kini belum menemukan kembali jati dirinya sebagai bangsa yang besar. Sekilas perayaan kemerdekaan ini berlangsung tertib dan meriah layaknya perayaan hari merdeka di era orde baru. Berbagai lomba mulai dari balap karung, membuat tumpeng, adu cepat makan kerupuk hingga lomba menggendong pasangan dilaksanakan di berbagai tempat. Upacara kemerdekaan pun dilaksanakan dengan khidmat di tingkat-tingkat pemerintahan mulai daerah sampai pusat. Tasyakuran diselenggarakan di tiap desa untuk meluangkan waktu mengheningkan cipta, menginstropeksi diri atas peran serta tiap pribadi dalam mengisi kemerdekaan yang susah payah ditegakkan dengan cucuran darah para pahlawan. Memang sudah menjadi ciri khas masyarakat Indonesia yang mudah larut dalam euforia. Di bulan Agustus ini contohnya, bulan keramat ini selalu diisi dengan pemborosan besar-besaran untuk merayakan hari lahirnya NKRI yang seyogyanya diperingati dengan lebih sederhana namun sarat dengan makna. Rupiah dikucurkan dengan bebas untuk mendanai berbagai kegiatan untuk bersama. Upacara tabur bunga di makam pahlawan menjadi acara wajib di bulan Agustus ini. Gengsi dipertaruhkan dengan kemegahan marching band yang selalu ditunggu-tunggu di setiap upacara bendera peringatan kemerdekaan yang tentu membutuhkan banyak biaya. Alangkah baiknya jika semua euforia ini tidak hanya sekedar pesta pora di bulan Agustus saja. Hari merdeka adalah hari di mana sebuah bangsa menjadi bangsa yang mandiri, mampu menata diri sendiri untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Inilah yang harus disadari oleh kita bangsa Indonesia. Di usia yang sudah cukup tua, Indonesia seakan tidak mampu mewarisi cita-cita para pendahulunya. Reformasi yang bertujuan untuk rakyat justru menjadi bumerang dengan banyaknya chaos yang terjadi dimana-mana akibat ketidakpahaman arti reformasi. Individualisme semakin kental di setiap sudut bangsa ini. Egoisme dikedepankan untuk memenangkan tujuan pribadi maupun kelompok. Jurang kesenjangan sosial yang belum teratasi semakin menganga lebar di tengah resesi ekonomi yang berkepanjangan. Tengoklah daerah-daerah kumuh di ibukota yang berdampingan dengan gedung-gedung pencakar langit. Sungguh ironis dan membuat miris ! Angka kemiskinan semakin merangsek naik dengan membumbungnya harga-harga kebutuhan pokok sehari-hari. Semakin banyak kasus-kasus bunuh diri akibat keputusasaan dalam melakoni hidup. Kriminalitas semakin banyak terjadi dilatarbelakangi oleh desakan ekonomi dan menurunnya moral dan nurani anak bangsa. Ketimpangan dan kemerosotan inilah yang seharusnya menjadi sorotan utama dalam memperingati kemerdekaan. Bagaimana upaya pemerintah dalam mengatasi peliknya masalah yang semakin berlarut-larut. Apa yang harus dilakukan oleh masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menegakkan kembali bangsa yang rapuh ini bukannya semakin menambah masalah dengan ulah yang merugikan. Tawuran antar pelajar SMA di Jakarta di hari kemenangan semakin mencoreng wajah Indonesia apalagi disebabkan oleh hal sepele yang seharusnya bisa diatasi dengan kekeluargaan. Keliaran generasi muda kian membuat cemas akan nasib bangsa ini kelak. Keganasan para koruptor dalam menggasak uang rakyat semakin merajalela membuat negara ini semakin rapuh. Untunglah di tengah kesuraman ini setetes kesegaran mengalir dari pejuang-pejuang pembela negara di ajang olahraga bergengsi Olypiade Beijing. Punggawa-punggawa bulu tangkis dengan penuh perjuangan berhasil mempersembahkan medali sebagai hadiah ulang tahun Indonesia yang ke-63 ini. Semoga prestasi para atlit ini dijadikan contoh bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga kelak budaya NATO (Not Action Talk Only) akan hilang digantikan dengan tradisi banyak berbuat dan berusaha demi sebuah nama INDONESIA.

Tidak ada komentar: