Minggu, 17 Agustus 2008

Putri dalam Realita


Pemilihan putri Indonesia yang bernaung di bawah naungan Yayasan Putri Indonesia selalu menjadi incaran para wanita cantik dan cerdas di seluruh Indonesia. Menjadi Putri Indonesia selain menjadi kebanggaan tersendiri juga sebagai jaminan awal akan langkah sukses selanjutnya. Lihat saja mantan-mantan Putri Indonesia yang sebagian besar kini aktif di dunia entertainment. Vena Melinda, Melani Putria, Artika Sari Dewi, Nadine Candrawinata, Titi DJ dan masih banyak lagi kini sukses menangguk rupiah di dunia hiburan. Angelina Sondakh bahkan telah mapan di kursi dewan dengan terjun di dunia politik. Banyaknya keberuntungan yang mengikuti kepopuleran seorang putri Indonesia sangatlah sulit untuk diabaikan. Begitu tahap awal pemilihan putri dibuka beribu-ribu pelamar pun berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik sehingga bisa mewakili daerah masing-masing di ajang pemilihan final nanti. Yayasan Putri Indonesia sebagai pemegang lisensi dari lembaga Miss Universe Organization, New York memilih para calon putri ini berdasarkan atas 3 B yaitu Brain, Beauty and Behaviour. Calon putri Indonesia diharapkan tidak hanya cantik secara fisik tapi juga cerdas dan bertingkah laku terpuji. Dengan bermodalkan 3 B ini diharapkan putri Indonesia mampu bersaing dengan putri-putri dari berbagai negara yang berkompetisi di ajang Miss Universe. Hingga saat ini Putri Indonesia nampaknya cukup berkompeten dengan pemilihan dan proses karantina yang ketat selama pemilihan berlangsung. Adalah Artika Sari Dewi yang berhasil menembus 15 besar di kontes ratu sejagat itu. HAsil yang cukup menggembirakan mengingat persiapan yang kurang matang ditambah dengan derasnya protes atas pengiriman wakil Indonesia di kontes Miss Universe tersebut. Sayangnya keberhasilan Artika tidak diikuti oleh putri-putri berikutnya meski persiapan lebih matang dan terencana. Pemilihan Putri Indonesia 2008 yang mencapai puncaknya pada jumat 15 Agustus lalu menobatkan Zivanna Letisha yang mewakili Daerah Khusus Ibukota JAkarta sebagai putri yang baru. Terpilihnya Zivanna cukup sesuai dengan konsep 3B yang selalu diusung di ajang ini. Apalagi jika dibandingkan dengan peserta-peserta lain yang berhasil maju hingga sepuluh besar, Zivanna unggul dari awal dengan jawaban-jawaban cerdasnya. Jika mencermati jalannya pemilihan Putri Indonesia dari tahun ke tahun, maka akan muncul pola tertentu yang selalu terjadi di setiap tahun pemilihan. Lenggak-lenggok para finalis dengan berbagai busana, pertanyaan-pertanyaan yang mencakup berbagai bidang untuk menguji kecerdasan para finalis dan tentu saja jawaban yang keluar dari calon-calon putri ini. Pemilihan Putri Indonesia seakan terjebak dengan konsep 3B tersebut sehingga jawaban atas pertanyaan juri bisa diprediksi dan umumnya berupa jawaban standar. Para calon putri memang berlatar pendidikan yang cukup tinggi, bahkan beberapa mempunyai nilai tambah di bidang bahasa. Sayangnya kecerdasan mereka kurang teruji dengan pertanyaan-pertanyaan yang seolah sudah diskenariokan sehingga proses yang seharusnya menarik ini menjadi monoton. Jawaban yang muncul pun tak jarang seperti dibuat-buat supaya 'Brain' mereka terlihat menonjol. Kadang kala juri bahkan seolah sudah menetapkan sebuah nama untuk menjadi Putri Indonesia berikutnya. Mungkin faktor-faktor inilah yang menyebabkan putri kita kurang bisa unjuk gigi di ajang internasional. Lihatlah kegagalan Raema, Putri Indonesia 2007 walaupun sudah ikut-ikutan mengeluarkan senjata andalan dengan berbikini ria. Kontes baju renang memang selalu menjadi penghalang atas dukungan penuh terhadap wakil Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas adalah muslim, busana renang dianggap sangat melecehkan kaum wanita dengan mengumbar aurat di muka umum. 'Swim suit' menjadi salah satu tahap perolehan nilai yang cukup signifikan. Pemakaian busana renang ini dimaksudkan untuk menilai proporsi tubuh yang ideal bagi seorang putri. Two pieces atau one piece sebenarnya bukan menjadi faktor penentu besarnya nilai yang diperoleh. Sebagai contoh Artika yang waktu itu memilih mengenakan busana renang yang lebih tertutup mampu menyisihkan puluhan peserta lain yang lebih terbuka. Sungguh ironis jika Raema menyatakan bahwa bikini adalah senjata yang harus ia gunakan jika ingin bersaing. "Jika musuh menggunakan pistol, masa kita tetap melawan memakai tombak", demikian pernyataan Raema atas pilihannya untuk mengenakan two pieces. Yayasan Putri Indonesia rupanya harus semakin selektif dalam memilih wakil. Pembekalan juga perlu ditingkatkan, karena seorang putri tidak hanya mempunyai kewajiban untuk mengobral senyum di bawah sorotan kamera saat melakukan kegiatan sosial, tapi juga menjadi contoh bagi wanita-wanita Indonesia dalam berprestasi di berbagai bidang tidak hanya sekedar menjadi publik figur di dunia entertainment.

Tidak ada komentar: