Kamis, 14 Agustus 2008

No Smoking


Fatwa yang mengharamkan rokok oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) baru-baru ini berbuah pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia. Sebagian besar tanggapan yang tidak mendukung berasal dari kalangan perokok berat dan personal yang berkecimpung di bisnis rokok. Sementara golongan anti rokok dan kalangan medis antusias menyambut baik fatwa MUI ini. Rokok selalu menjadi masalah yang cukup kompleks dan dilematis. Peringatan pemerintah akan bahaya rokok baik bagi perokok aktif maupun pasif hanya dianggap angin lalu bagi para perokok berat. Peraturan pemerintah daerah tentang area bebas rokok pun dilanggar dengan terang-terangan karena tidak adanya sanksi yang pasti. Rokok menjadi konsumsi sehari-hari mulai dari usia anak hingga dewasa. Data terakhir menyatakan bahwa lebih dari 20 % anak-anak usia sekolah dasar hingga menengah menjadi perokok aktif. Gencarnya propaganda tentang bahaya rokok rupanya tidak membuat para perokok gentar. Bahkan semakin banyak perokok baru yang semula hanya mencoba-coba hingga akhirnya ketagihan dan tidak bisa lepas dari barang yang kini dicap haram tersebut. Apalagi efek samping dari rokok baru muncul bertahun-tahun kemudian hingga banyak orang yang hanya tertawa sinis dengan peringatan bahaya rokok. Dikeluarkannya fatwa haram tersebut bukannya tidak berdasar. Rokok dinyatakan lebih banyak merugikan daripada manfaatnya. Rokok memang berpengaruh terhadap tubuh manusia jika dikonsumsi terus menerus. Kandungan utama rokok adalah nikotin, karbon monoksida dan tar. Ketiga bahan tersebut sangatlah berbahaya bagi kesehatan tubuh. Nikotin sebagai salah satu unsur utama tembakau merangsang zat kimia dalam otak yang menimbulkan efek kecanduan. Karbonmonoksida (CO) adalah gas yang dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna. Gas CO yang dihirup akan berikatan dengan hemoglobin dalam darah sehingga sel-sel darah akan kekurangan Oksigen yang penting bagi respirasi sel. Tar adalah sisa pembakaran yang menimbulkan warna hitam dan sangat lengket dan menyebabkan gigi, jari dan kuku perokok aktif menjadi kuning kehitaman. Tar bersifat karsinogenik dan menyebabkan rambut getar di saluran pernafasan terhenti. Selain ketiga bahan tersebut sebatang rokok juga mengandung zat-zat berbahaya lain seperti aseton, metanol, hidrogen sianida, amonia, naftalen, arsenik, cadmium, butan, fenol, dan vinyl chlorida. Bahan-bahan yang terkandung dalam rokok tersebut dapat menimbulkan penyakit di organ-organ tubuh tertentu seperti psoriasis, batuk berdahak, katarak, kanker mulut, lidah dan bibir, kanker paru-paru, bronkitis, emfisema, serangan jantung, dan stroke. Mengingat bahaya rokok tersebut sebetulnya mudah saja untuk mengatasinya. Pemerintah hanya tinggal mengeluarkan perintah untuk menutup pabrik-pabrik rokok ! Tapi sekali lagi masalah rokok adalah masalah yang dilematis. Rokok mampu menghidupi berjuta-juta pekerja yang mencari nafkah di pabrik-pabrik penghasil rokok. Rokok juga menjadi salah satu sumber dana negara dengan pajak yang dipungut dari sebungkus rokok. Rokok yang memegang perekonomian ini juga menjadi ladang uang yang subur sehingga mampu mendukung berbagai event olahraga yang diharapkan dapat mengangkat nama Indonesia di kancah dunia. Fatwa MUI yang tidak mengikat bagi seluruh warga Indonesia ternyata cukup berpengaruh. Beberapa pedagang rokok mengeluh dengan menurunnya omset yang berarti berkurangnya 'income' mereka. Namun di lain pihak banyak yang mengamini fatwa ini karena dengan berkurangnya asap yang keluar dari rokok menyebabkan penurunan prosentase terkena berbagai penyakit saluran pernafasan yang cukup berat. Setuju atau tidak dengan rokok itu haram, semua kembali pada diri masing-masing. Merokok adalah suatu pilihan yang disadari oleh semua yang melakukannya atas resiko yang mungkin terjadi.

Tidak ada komentar: