Jumat, 22 Agustus 2008

Liputan Tanah Air


Saat ini televisi menjadi sumber informasi terdepan yang meraup perhatian khalayak ramai. Masing-masing kanal televisi berlomba-lomba menampilkan berita-berita terkini dengan berbagai format yang diramu untuk menjadi nomor satu. Perkembangan saluran berita seputar tanah air sangatlah menarik untuk dicermati. Sejak reformasi yang menjamin kebebasan pers, setiap program acara berita entah itu Seputar Indonesia, Liputan 6, Kabar Siang, Redaksi dan program sejenis lainnya saling bersaing untuk memberikan informasi suatu peristiwa aktual selengkap mungkin. RCTI dengan program unggulannya mengenai jejak kasus pembunuhan aktivis Munir, SCTV membuat gebrakan dengan penayangan video amatir penganiayaan di balik tembok kampus STPDN, dan masih banyak tayangan lain yang serupa. Akhir-akhir ini isi acara berita di seluruh kanal televisi mempunyai tema yang sama yaitu informasi yang cenderung meresahkan masyarakat. Berita-berita tersebut silih berganti dengan berbagai peristiwa dan fakta yang selalu menimbulkan kekhawatiran. Masyarakat awam kebanyakan melahap begitu saja semua informasi tersebut tanpa mencari kejelasan lebih lanjut sehingga tak jarang suatu liputan peristiwa menimbulkan kegemparan yang berbuntut panjang. Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan dengan kasus ditemukannya bakteri penyebab meningitis dan necrotising enterocolitis pada produk susu formula. Hasil penelitian IPB menyatakan bahwa beberapa susu formula dan bubur untuk bayi mengandung Enterobacter sakazakii. Bakteri gram negatif ini dapat menyebabkan infeksi yang berakibat fatal pada bayi (40-80%). Masyarakat yang tidak tahu menahu menjadi panik dengan pemberitaan tersebut. Masyrakat pun menuntut nama-nama produk yang tercemar untuk dipublikasikan. Keresahan masyarakat akan nasib anak-anak mereka ini belum ditanggapi secara serius oleh pihak yang terkait. Putusan pengadilan yang memenangkan penuntut tidak diterima oleh pihak IPB sehingga mereka mengajukan banding dengan alasan etika penelitian. Belum tuntas masalah susu formula berbahaya topik utama berita berubah menjadi bahaya plastik. Plastik yang saat ini banyak digunakan oleh masyarakat ternyata dapat mempengaruhi kesehatan tubuh. Masyarakat baru mengetahui bahwa plastik yang digunakan untuk kepentingan konsumsi tidak aman untuk digunakan. Banyak orang yang menggunakan botol air kemasan untuk diisi ulang tanpa tahu bahayanya bagi kesehatan. Padahal sebagian botol kemasan berbahan Polyethylene Perephtalate (PETE) yang hanya boleh digunakan satu kali saja. Sifat plastik yang murah dan tahan lama juga populer digunakan untuk pembungkus makanan. Semestinya plastik berbahan dasar PVC tidak bisa digunakan untuk pembungkus makanan karena plastik jenis ini mengeluarkan pelembut DEHA ke dalam makanan. DEHA sendiri diketahui dapat merusak sistem reproduksi dan dapat menyebabkan kanker hati. Selain kasus susu dan plastik tersebut terhitung masih banyak berita-berita meresahkan lain yang beredar silih berganti. Kasus pengawet formalin dan pewarna kain Rhodamin yang digunakan untuk makanan, pemakaian pemutih dan pewangi pada beras, kasus ayam suntik dan sapi gelonggong, hanyalah sedikit dari sekian berita meresahkan yang ditayangkan dengan gencar. Belum lagi liputan demonstrasi yang berakhir rusuh, penangkapan koruptor, pembalakan hutan hingga penggencetan sekelompok siswa yang bernaung di bawah bendera 'gank' ala Yakuza. Informasi akurat mengenai hal prinsip yang penting bagi masyarakat memang perlu dipublikasikan. Masyarakat berhak tahu atas peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Berbagai program berita mungkin bertujuan baik yaitu untuk memberikan 'warning' bagi masyarakat agar lebih waspada. Sayangnya, format berita saat ini cenderung mengedepankan sisi komersial belaka. Peristiwa yang tengah disorot dan menjadi isu utama akan ditelanjangi habis-habisan, dikomentari dengan berbagai sudut pandang. Namun saat berita panas tersebut sudah berkurang kehebohannya, peristiwa tersebut akan dilupakan begitu saja tanpa ada tindakan lebih lanjut mengenainya. Masyarakat seakan dibuat terkejut dengan satu hal, lalu dialihkan perhatiannya dengan hal lain yang tak kalah gempar sehingga kasus yang telah lewat dilupakan begitu saja. Lihat kasus penduduk desa di Sidoarjo yang hingga kini belum jelas nasibnya. Pemberitaan tentang kasus Lapindo di media masa kini bisa dihiitung dengan jari. Itupun jika korban lumpur tersebut membuat sensasi dalam memperjuangkan nasibnya. Tsunami yang melanda daerah Aceh sempat menjadi buah bibir selama berhari-hari. Namun saat tahun sudah berganti pemberitaan seputar pembangunan kembali di wilayah Aceh tak terdengar gaungnya. Kasus para pembajak uang negara juga mengalami nasib yang sama. Masyarakat belum mengetahui hasil signifikan atas hukuman seorang tahanan, namun sudah digantikan dengan berita penangkapan yang lainnya. Atau mungkin karena terlalu banyak koruptor di negara ini ? ^_^ Pers seakan tidak mengindahkan kode etik penayangan sebuah berita. Saat ini hampir setiap kanal televisi mempunyai tayangan seputar kriminalitas. Tayangan khusus yang memberikan informasi seputar dunia kejahatan tersebut justru memberi dampak buruk dalam masyarakat. Jejak penyelidikan hingga rekontruksi kasus penganiayaan hingga pembunuhan yang ditayangkan secara gamblang justru memberikan ide pada para pelaku kejahatan lainnya. Tayangan tersebut justru memberikan contoh buruk pada masyarakat dan menimbulkan paranoid yang berlebihan. Melihat fenomena ini mungkin pemerintah perlu memberikan sedikit perhatian pada dunia pers tanpa melanggar kebebasan pers yang selama ini diagung-agungkan.

Tidak ada komentar: